CARA MENERAPKAN MODEL 7S MCKINSEY YANG EFEKTIF BAGI PERUSAHAAN

Model 7S McKinsey adalah sebuah alat yang digunakan untuk menganalisa aspek internal organisasi sebuah perusahaan dengan menggunakan 7 elemen utama yaitu:

  1. Strategy (Strategi). Strategi merupakan suatu rumusan organisasi yang digunakan untuk mempertahankan dan membangun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dalam persaingan.
  2. Structure (Struktur). Struktur organisasi perusahaan yang mengatur sistem kerja, komunikasi, wewenang dan tanggung jawab serta pendelegasian tugas kepada unit kerja atau orang-orang tertentu untuk mencapai sasaran organisasi.
  3. Systems (Sistem). Proses dan prosedur perusahaan yang berisikan kegiatan operasional sehari-hari dan pembuatan keputusan dalam perusahaan.

3S di atas termasuk kategori hard elements yang lebih mudah didefinisikan dan ditentukan sehingga manajemen dapat langsung mempengaruhinya.

  1. Skills (Keterampilan). Kapabilitas dan kompetensi karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga dapat berkinerja dengan baik sesuai dengan yang diharapkan sehingga dapat membantu perusahaan dalam mencapai sasarannya.
  2. Staff (Karyawan). Karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan, berkaitan dengan bagaimana karyawan tersebut diseleksi, direkrut, dilatih, dimotivasi dan dihargai.
  3. Style (Gaya Kepemimpinan). Elemen style ini berkaitan dengan gaya kepemimpinan manajemen yang digunakan dalam organisasi untuk mencapai sasaran perusahaannya.
  4. Shared Values (Nilai-nilai Perusahaan). Standar ataupun norma-norma yang menjadi panduan perilaku bagi semua karyawan dan manajemen perusahaan.

4S di atas termasuk kategori soft elements yang lebih sulit dideskripsikan, kurang nyata dan dipengaruhi budaya.

Model Analisis McKinsey 7S ini diperkenalkan oleh Tom Peters dan Robert Waterman yang bekerja sebagai Konsultan di Perusahaan McKinsey & Company pada tahun 1980-an. Menurut mereka, keselarasan ketujuh elemen tersebut dalam organisasi merupakan faktor kunci keberhasilan sebuah perusahaan.

Model McKinsey 7S ini dapat diterapkan pada berbagai situasi dan merupakan sebuah alat yang sangat baik dalam:

  • merancang bentuk suatu organisasi
  • meningkatkan kinerja organisasi
  • menguji faktor-faktor perubahan pada organisasi
  • menyelaraskan departemen dan proses selama akuisisi dan merger
  • menentukan strategi yang terbaik untuk organisasi

Berikut cara menerapkan Model 7S Mckinsey yang efektif bagi perusahaan :

  • Identifikasi area yang tidak selaras secara efektif. Tujuan Anda adalah untuk melihat elemen 7S dan mengidentifikasi apakah mereka secara efektif dan selaras satu sama lain. Anda harus mencari celah, ketidakkonsistenan, dan kelemahan di antara hubungan unsur-unsur tersebut
  • Tentukan desain organisasi yang optimal. Dengan bantuan dari manajemen puncak, tentukan desain organisasi yang efektif yang ingin Anda capai. Dengan mengetahui keselarasan yang diinginkan, Anda dapat menetapkan tujuan dan membuat rencana aksi yang tepat.
  • Tentukan di mana dan perubahan apa yang harus dilakukan. Rencanakan tindakan Anda, yang akan merinci area yang ingin Anda selaraskan dan bagaimana Anda ingin melakukannya.
  • Buat perubahan yang diperlukan. Perubahan yang dilaksanakan dengan baik akan memiliki dampak positif bagi perusahaan. Oleh karena itu, Anda harus mencari orang-orang di perusahaan Anda atau menyewa konsultan yang paling cocok untuk menerapkan perubahan.
  • Terus tinjau 7S. Peninjauan ulang secara terus-menerus dari setiap area sangat penting karena 7 elemen tersebut bersifat dinamis dan berubah secara konstan. Perubahan dalam satu elemen selalu memiliki efek pada elemen lain dan memerlukan penerapan desain organisasi baru.

Referensi:
https://www.mindtools.com/pages/article/newSTR_91.htm
https://www.strategicmanagementinsight.com/tools/mckinsey-7s-model-framework.html
https://www.educational-business-articles.com/7s-model/

GAMIFICATION UNTUK MENINGKATKAN BISNIS

Dunia kerja telah banyak berubah dalam beberapa dekade terakhir. Banyak perusahaan di seluruh dunia telah beralih ke gamification yang menggunakan mekanisme permainan seperti lencana, level, dan papan peringkat untuk melibatkan karyawan, meningkatkan produktivitas, dan mendorong kesuksesan bisnis. Gamification adalah alat bisnis yang mewakili arah baru untuk mencapai tujuan yang telah Anda tetapkan untuk perusahaan Anda, dan merupakan sebuah proses untuk mengintegrasikan mekanik permainan untuk memotivasi partisipasi, keterlibatan dan kesetiaan.

Gamification memperkenalkan elemen desain game ke dalam aplikasi non-game untuk membuatnya lebih menyenangkan dan menarik. Ini menggunakan kompetisi, poin, pencapaian, aturan main, status dan ekspresi diri untuk mendorong tindakan melalui umpan balik positif. Gamification memberikan hasil yang terukur dan nyata, yang dapat diukur dengan alat analisis yang disediakan sebagian besar vendor, contohnya Bunchball.

Berikut beberapa manfaat gamification untuk meningkatkan bisnis:

  • Cocok bagi angkatan kerja millenial

    Perusahaan global melihat peningkatan tenaga kerja milenial dan profil pelajar ini berhubungan baik dengan gamification untuk pelatihan perusahaan

  • Dampak pada bottom-line

    Dengan semua manfaat dan faktor yang berkontribusi pada pengalaman pembelajar yang lebih baik, gamification untuk pelatihan perusahaan membantu dalam peningkatan kinerja yang signifikan untuk organisasi dan bisnis mereka.

  • Dapat diterapkan untuk sebagian besar kebutuhan belajar

    Gamification dapat digunakan untuk sebagian besar kebutuhan belajar – induksi dan onboarding, penjualan produk, dukungan pelanggan, soft skill, penciptaan kesadaran dan kepatuhan.

  • Lingkungan pembelajaran yang lebih baik

    Gamification membantu memperkuat pembelajaran ketika karyawan dapat menangani kehidupan nyata seperti situasi dalam lingkungan belajar yang aman dan terkontrol.

  • Umpan balik instan

    Gamification memberikan umpan balik instan yang memberi tahu karyawan apakah keputusan yang mereka buat benar atau tidak mengarah pada keterlibatan dan retensi yang lebih besar.

  • Mendorong perubahan perilaku

    Ketika digunakan secara bijak bersama dengan prinsip-prinsip ilmiah dan pengulangan yang terpisah, gamification dapat membawa perubahan perilaku yang diinginkan secara efektif.

Namun, ada juga sisi negatifnya jika tidak dikelola dengan baik. Gamification menciptakan ekspektasi tingkat tinggi, yang dapat bertanggung jawab atas serangkaian insentif yang salah. Selain itu, gamification harus melengkapi sistem lain yang Anda miliki dan tidak menggantikannya. Dan yang tak kalah pentingnya, motivasi harus lebih dari uang. Hal ini terutama berlaku untuk generasi millennial, yang memiliki motivasi yang berbeda dari generasi sebelumnya.

Agar solusi gamification menjadi sukses, gamification harus dirancang dengan baik, dijalankan dan dipelihara. Metode harus bervariasi, dan informasi yang diberikannya harus digunakan untuk meningkatkan tidak hanya bisnis Anda, tetapi aplikasi itu sendiri. Gamification telah terbukti menjadi alat yang menyenangkan dan menarik untuk meningkatkan tingkat keterlibatan karyawan dan pelanggan yang penting bagi kemajuan bisnis.

Referensi:

https://www.gameffective.com/gamification-in-business/

MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN
KEY PERFORMANCE INDICATOR

Pada umumnya, setiap organisasi memiliki sasaran jangka panjang yang ingin dicapai yang biasanya disebut dengan visi. Untuk mencapainya, organisasi merumuskan langkah-langkah strategis dan menjalankan proses bisnis yang relevan dengan pencapaian visi tersebut. Bagaimana pun juga, proses bisnis dan langkah strategis yang sudah ditentukan oleh organisasi, harus dapat diukur dan dipantau perkembangan dan pelaksanaannya agar tidak terjadi penyimpangan.

Key Performance Indicator (KPI) adalah suatu pengukuran yang bersifat kuantitatif dan berfokus kepada faktor-faktor kunci penentu keberhasilan dari suatu organisasi (Critical Success Factor/CSF).  Di sisi lain, KPI juga memberikan informasi penting yang diperlukan untuk menentukan dan menjelaskan bagaimana proses bisnis bisa berlangsung dari waktu ke waktu. Sebagai ukuran indikator kunci, KPI mengarahkan segenap komponen organisasi baik secara kolektif maupun individu untuk berfokus pada aktivitas-aktivitas kunci yang memiliki dampak signifikan terhadap pencapaian tujuan. KPI juga memberikan informasi yang lebih objektif dan terstruktur mengenai sejauh mana organisasi mampu mewujudkan target yang telah ditetapkan dan mengambil langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan performa organisasi dengan lebih baik lagi.

Di samping hal tersebut, KPI juga digunakan untuk:
  • Mengevaluasi kinerja setiap karyawan secara lebih objektif dan teratur, sehingga mengurangi tingkat subjektivitas yang sering terjadi dalam proses penilaian kinerja karyawan.
  • Menyediakan umpan balik (feedback) bagi setiap karyawan, sehingga mampu mendorong kinerja karyawan ke arah yang lebih baik karena umpan balik merupakan salah satu faktor penting yang dapat memacu seseorang untuk menjadi lebih baik.
  • Menciptakan proses pembinaan karyawan secara lebih transparan dan sistematis.
  • Digunakan sebagai dasar career planning dengan memberikan pelatihan yang tepat.
BACA JUGA: INDIVIDUAL PERFORMANCE INDICATORS

Penyusunan KPI sendiri dapat mengacu kepada dua subjek, yaitu KPI yang bersifat operasional atau teknis, yang mengacu kepada job description setiap jabatan dan KPI yang bersifat strategis yang disusun berdasarkan inisiatif strategi organisasi. Baik KPI yang bersifat operasional dan strategis, harus memenuhi kriteria SMART, yakni:

  • Specific, artinya detail dan fokus. Sehingga penyusunan KPI harus mengerucut dan menggambarkan apa yang ingin diraih.
  • Measurable, artinya terukur. Sasaran kinerja yang disusun harus dapat diukur dengan satuan ukuran seperti rupiah, volume, atau angka nominal.
  • Achievable, artinya realistis dan dapat dicapai. Karenanya, penyusunan KPI harus sesuai dengan kondisi organisasi.
  • Relevant, artinya berkaitan dengan tugas pokok dan pekerjaan keseharian. Dengan demikian, KPI yang ditetapkan menjadi lebih tajam bagi peningkatan kinerja bisnis secara keseluruhan.
  • Time, artinya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target penyelesaian penilaian dengan KPI memiliki target waktu yang jelas.

Dengan menerapkan ukuran indikator-indikator kunci pada proses bisnis dan inisiatif strategi inilah, setiap organisasi dapat memonitor kinerjanya secara obyektif dan memfokuskan dirinya untuk mencapai sasaran kunci yang memiliki dampak pada pertumbuhan dan pencapaian tujuan yang ditetapkan.

“Tidak ada KPI yang salah, targetnya yang berdosa.” – Ferry Wirawan Tedja

MERUMUSKAN TUJUAN JANGKA PANJANG DAN TUJUAN JANGKA PENDEK ORGANISASI

Setiap perusahaan memiliki misi yang spesifik mengenai eksistensinya dalam bisnis yang digeluti. Misi ini mendorong perusahaan untuk menentukan tujuan perusahaan, yang menjadi penentu arah gerak segenap komponen organisasi untuk mencapai kesuksesan. Oleh sebab itu, penentuan tujuan tidak bisa dibuat hanya untuk memenuhi hal-hal yang sifatnya sementara, namun penentuan tujuan tersebut harus memiliki cakupan yang lebih luas, berorientasi ke masa depan dan mampu menggerakkan segenap energi dan sumber daya organisasi untuk mewujudkan masa depan yang diinginkan.

Tujuan merupakan hasil akhir, yang menjadi parameter keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam menjalanan roda bisnis yang digeluti. Maka, untuk mewujudkannya perlu melibatkan sumber daya organisasi secara efektif pada tiap tingkatan manajemen. Griffin dan Ebert (2002) menjelaskan secara spesifik 4 maksud utama penetapan tujuan organisasi, yaitu:

  1. Penentuan tujuan memberi arah dan panduan bagi para karyawan di semua tingkatan manajemen. Apabila semua karyawan sampai tingkat yang paling bawah mengetahui dengan jelas apa yang ingin dicapai perusahaan maka lebih kecil kemungkinan akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengambilan keputusan.
  2. Penentuan tujuan membantu perusahaan mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efektif.
  3. Penentuan tujuan membuat perusahaan mengukuhkan identitas dirinya melalui budaya perusahaan (corporate culture).
  4. Penetapan tujuan membuat perusahaan mampu melakukan evaluasi dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk kembali fokus dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Tujuan sendiri dibagi menjadi dua, yaitu tujuan jangka panjang (long term goals) dan tujuan jangka pendek (short term goal). Tujuan jangka panjang direfleksikan ke dalam bentuk visi perusahaan, yang memiliki jangka waktu sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan, sedangkan tujuan jangka pendek (short term goals) atau disebut juga sebagai destination statement, merupakan turunan dari visi perusahaan, berupa sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam kurun waktu yang lebih pendek, biasanya antara tiga hingga lima tahun.

Sebuah visi yang efektif, paling tidak memenuhi beberapa kriteria, yaitu: mencerminkan tujuan yang diinginkan di masa yang akan datang, fokus, fleksibel, dapat dikomunikasikan, dapat dibayangkan dan dapat dicapai. Contoh: “Menjadi pemimpin pasar nasional dalam industri makanan kemasan, yang dikenal dengan produk yang berkualitas dan higienis”. Bila visi sudah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah menterjemahkan visi tersebut menjadi serangkaian destination statement yang lebih singkat. Setiap sasaran dalam destination statement berisi target yang harus dicapai, bersifat tangible dan dapat diukur secara kuantitatif. Contoh: market share, profits, jumlah cabang, coverage area, dsb.

Melalui perumusan tujuan jangka panjang dan jangka pendek inilah, organisasi dapat menentukan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan agar dapat merealisasikan misinya dan mencapai sasaran yang dituju.

MENGANALISIS FAKTOR EKSTERNAL UNTUK MENENTUKAN PELUANG DAN ANCAMAN

Dalam mengelola organisasi, seringkali pimpinan dan jajaran manajemen kurang memberikan perhatian terhadap kondisi eksternal organisasi tersebut, dan terlalu fokus terhadap kondisi internal. Akibatnya, strategi yang diterapkan kurang sesuai dengan kondisi lingkungan, dan justru berakibat pada kegagalan organisasi tersebut dalam mencapai tujuan. Selain itu, kurangnya wawasan yang dimiliki juga berpengaruh dalam menyikapi kondisi-kondisi eksternal, yang memiliki kecenderungan sulit untuk dikontrol, sehingga setiap pimpinan dan jajaran manajemen harus memahami faktor-faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap organisasi.

Pada dasarnya, faktor eksternal dilakukan untuk menganalisis Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat). Kedua elemen tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, namun setiap pimpinan organisasi harus memahami secara mendalam kedua elemen tersebut, baik secara teori maupun kondisi realitasnya di lapangan. Opportunity atau peluang merupakan suatu kondisi yang terjadi di luar perusahaan. Peluang tersebut dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam mewujudkan tujuannya, contohnya: kebijakan pemerintah membuka peluang investasi asing. Sedangkan Threat atau ancaman merupakan kondisi eksternal organisasi yang dapat berdampak dan menjadi penghambat terwujudnya tujuan organisasi, contohnya: resesi global dan tingkat inflasi yang tinggi.

Dalam melakukan analisis terhadap faktor eksternal, pimpinan organisasi dapat menggunakan dua model analisis, yaitu analisis makro dan analisis industri. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda dalam melihat fenomena eksternal yang terjadi. Analisis faktor makro merupakan metode yang memuat 6 analisis lingkungan eksternal, atau lebih dikenal dengan sebutan PESTEL (Politic, Economy, Social, Technology, Environment, and Legal). PESTEL merupakan tool yang berfungsi dalam memberikan gambaran mengenai kondisi lingkungan dimana organisasi beroperasi, serta kesempatan maupun ancaman di sekitarnya.

  1. Politic

    Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur jalannya proses bisnis merupakan landasan mutlak yang harus diperhatikan organisasi. Karena itulah, pemetaan peluang bisnis juga harus memperhatikan kondisi politik sebuah pemerintahan, sehingga nantinya tidak terjadi benturan di kemudian hari.

    Contoh: kebijakan pajak dan peraturan daerah

  1. Economy

    Berbagai faktor yang mempengaruhi daya beli konsumen dan iklim berbisnis suatu organisasi.

    Contoh: pertumbuhan ekonomi, suku bunga dan nilai tukar mata uang, dsb.

  1. Social

    Keberagaman kondisi sosial yang berpengaruh terhadap kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi jumlah dari seluruh potensi pangsa pasar yang ada.

    Contoh: tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pertumbuhan penduduk, kondisi lingkungan sosial dan lingkungan kerja, dsb.

  1. Technology

    Faktor teknologi merupakan segala hal yang terkait dengan perkembangan teknologi dan informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis.

    Contoh: perubahan teknologi, perubahan ilmu pengetahuan, dan penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi, dsb.

  1. Environment

    Faktor lingkungan yang terkait dengan aktivitas atau rencana bisnis, dan memiliki pengaruh terhadap keputusan pembeli, seperti lokasi geografis.

  1. Legal

    Kondisi yang meliputi adanya pengaruh hukum, seperti perubahan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan aturan yang menyangkut proses bisnis suatu organisasi.

Metode analisis berikutnya yang dapat digunakan adalah menganalisis industri terkait, yaitu dengan metode Porter’s 5 Forces (Competitive Rivalry, Customer Supplier, New Entrants, Consumer and Substitution). Metode ini berfungsi untuk menganalisis pengembangan strategi bisnis atau lingkungan persaingan. Dalam metode 5 Forces ini, sebuah industri disebut tidak menarik jika kombinasi five forces berpotensi menurunkan profitabilitas suatu organisasi. Sebaliknya, industri disebut menarik jika kombinasinya menunjukkan profitabilitas yang menjanjikan. Berikut adalah deskripsi metode analisis 5 Forces:

  1. Competitive Rivalry, menganalisis faktor-faktor persaingan antara sebuah organisasi dan organisasi lainnya, sehingga strategi organisasi akan berhasil jika mampu memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi lainnya.
  2. Supplier Power, menganalisis faktor-faktor yang terkait dengan pemasok, yang memiliki posisi tawar-menawar yang berbeda-beda terhadap organisasi, seperti: kecukupan pasokan dari supplier, posisi dan kekuatan supplier untuk mengontrol harga barang yang dipasok, dsb.
  3. New Entrants, merupakan berbagai faktor yang memengaruhi masuknya pendatang baru dalam suatu industri. Ketika hambatan industri semakin rendah, hal tersebut dapat memicu masuknya pendatang baru, yang berdampak pada penurunan profitabilitas. Sebaliknya, jika hambatan industri semakin tinggi, maka akan sulit bagi pendatang baru untuk memasuki industri. Berbagai hambatan tersebut mencakup kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi, penguasaan teknologi, loyalitas konsumen yang tinggi, dan preferensi merek yang kuat.
  4. Substitution, merupakan suatu kondisi dimana persaingan produk yang dihasilkan perusahaan tidak hanya berasal dari perusahaan yang memproduksi produk yang sama. Namun, persaingan produk tersebut juga berasal dari perusahaan lain yang memproduksi produk yang memiliki kesamaan fungsi dengan produk yang dihasilkan perusahaan.
  5. Consumer Power, menjelaskan tingkat kekuatan konsumen dalam membeli barang atau jasa yang ditawarkan. Semakin tinggi pilihan barang dan jasa yang tersedia di pasar, maka semakin tinggi pula kekuatan konsumen untuk menentukan pilihan dalam membeli barang atau jasa, sehingga berpotensi menjadi ancaman bagi o

Dengan melakukan identifikasi analisis faktor eksternal melalui metode PESTEL dan metode Porter’s 5 Forces, maka organisasi dapat memetakan peluang dan ancaman yang dapat berdampak pada pertumbuhan organisasi itu sendiri.

MENGANALISIS FAKTOR INTERNAL UNTUK MENENTUKAN KEKUATAN DAN KELEMAHAN ORGANISASI

Era teknologi dan modernisasi menantang pimpinan organisasi dan jajaran manajemen untuk dapat terus bersaing. Banyaknya organisasi baru yang bermunculan dan mampu menarik perhatian pasar, menuntut organisasi untuk mengembangkan kapasitasnya, serta meraih pasar baru untuk memenangkan persaingan bisnis. Untuk itu, setiap pemimpin perlu mengetahui kekuatan dan kelemahan organisasinya, agar dapat menentukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk bersaing.

Baik kekuatan maupun kelemahan merupakan aspek yang berfokus pada aspek internal organisasi. Kekuatan (Strength) merupakan kapabilitas yang dimiliki oleh organisasi yang relatif lebih baik dibanding pesaing-pesaingnya. Sementara itu, Kelemahan (Weakness) merupakan keterbatasan organisasi dalam hal sumber daya, keterampilan, dan kemampuan, yang menjadi penghambat dari pertumbuhan Organisasi.

Beberapa faktor yang dapat dianalisis untuk kemudian diklasifikasikan sebagai Kekuatan dan Kelemahan organisasi adalah:

  • Physical capital merupakan infrastruktur fisik yang digunakan oleh organisasi, seperti bangunan dan gedung, pabrik, peralatan, dsb. Physical Capital juga terkait dengan berapa banyak aset fisik yang mampu didayagunakan oleh Organisasi untuk mengungguli pesaing-pesaingnya.
  • Human capital meliputi kompetensi SDM, sistem manajemen SDM yang baik, dan karyawan yang produktif.
  • Financial capital merupakan seluruh sumber daya keuangan yang mendukung aktivitas bisnis dan pencapaian sasaran strategis o
  • Organizational capital meliputi kapabilitas organisasi secara umum, seperti: budaya organisasi, reputasi perusahaan, sistem pelaporan dan sistem kendali, dsb.
  • Information Capital merupakan aset dalam hal sistem, database, maupun jaringan dalam suatu organisasi, yang dapat menciptakan nilai tambah.
  • Product, merupakan hasil akhir dari sebuah proses bisnis, baik berupa barang maupun jasa, yang ditawarkan kepada pelanggan. Kekuatan ataupun kelemahan sebuah barang atau jasa juga dapat diukur dari kekuatan Brand produk tersebut di pasar.

Ketika organisasi berhasil mengidentifikasi faktor-faktor internal tersebut di atas dan membandingkan setiap faktor tersebut dengan pesaing-pesaingnya, maka pimpinan organisasi dan jajaran manajemen dapat mengidentifikasi secara jelas faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan organisasi dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya. Pemahaman ini memungkinkan para pimpinan dan manager untuk dapat menentukan langkah-langkah yang perlu ditindaklanjuti dalam upaya memenangkan persaingan pasar.

MENGENAL INTEGRATED STRATEGY EXECUTION (ISE)

Strategic Initiatives merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan khusus yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu yang terukur, untuk mencapai sasaran strategis yang telah dicanangkan. Berbeda dengan aktivitas rutin operasional yang biasanya tercantum dalam job description, Strategic Initiatives lebih bersifat proyek-proyek kerja (ad-hoc) yang memberikan dampak yang signifikan terhadap pencapaian sasaran strategis perusahaan.

Namun pada kenyataannya, banyak perusahaan tidak dapat mengeksekusi Strategic Initiatives dengan optimal karena beberapa alasan seperti:

  1. Tidak adanya penanggung jawab kerja atau orang yang kompeten untuk memfasilitasi pembuatan strategi dan implementasinya
  2. Tidak ada proses penyelarasan
  3. Tidak ada visi dan arahan yang jelas
  4. Tidak ada reward system yang mendukung
  5. Tidak ada proses pembelajaran/ evaluasi

Selain itu, pemahaman atas tingkat keberhasilan serta hambatan-hambatan yang berpotensi untuk menghambat keberhasilan dari pelaksanaan Strategic Initiatives juga menjadi faktor yang penting dan harus diidentifikasi dengan baik, agar Perusahaan dapat menentukan tindak lanjut yang perlu diambil untuk mengoptimalkan keberhasilan pencapaian Strategic Initiatives.

Untuk itu, ketika Strategic Initiatives akan dieksekusi, diperlukan suatu kerangka kerja yang komprehensif, agar dapat menentukan prioritas kerja, rencana pelaksanaan, serta pengidentifikasian setiap potensi hambatan.  Dalam hal ini, kerangka kerja Integrated Strategy Execution (ISE), menjadi alat yang efektif untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut di atas. Kerangka kerja ISE bekerja dengan metode:

  1. Mengidentifikasi sasaran kunci penentu keberhasilan (Success Factor) untuk mencapai sasaran strategis Perusahaan
  2. Membuat inisiatif yang harus dicapai untuk mencapai Success Factor, serta menentukan outcome dari inisiatif tersebut
  3. Mengembangkan rencana tindakan dan mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan
  4. Mengidentifikasi risiko dan mengembangkan rencana kontingensi

Kunci dari keberhasilan ISE adalah spesifik dan terukur, oleh karenanya, kembangkan setiap bagian pada kerangka kerja ISE dengan terstruktur dan terukur. Langkah selanjutnya, lakukan peninjauan secara berkala untuk memantau progres rencana kerja pada ISE, sehingga Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam upaya mencapai Sasaran Strategis yang ingin dicapai.

BALANCED SCORECARD

Era informasi dan globalisasi membuat banyak perusahaan berada pada lingkungan bisnis yang kompleks dan kompetitif. Situasi bisnis yang dinamis menuntut para pimpinan dan jajaran manajemen perusahaan melakukan pengukuran kinerja yang dapat mengetahui keadaan dan posisi perusahaan, juga sistem yang mampu memberikan gambaran secara komprehensif perihal kinerja perusahaan dan dapat menjembatani strategi dan implementasi strategi perusahaan. Karenanya, dibutuhkan alat eksekusi strategi yang mampu menjawab tantangan-tantangan tersebut. Pendekatan Balanced Scorecard (BSC) digunakan sebagai alat untuk menterjemahkan sasaran strategis perusahaan ke dalam serangkaian aktivitas kerja yang saling terkait dan memiliki hubungan sebab-akibat, yang dapat diukur dan dipantau untuk memastikan tujuan strategis perusahaan dapat tercapai.

(BACA JUGA: BALANCED SCORECARD UNTUK BISNIS YANG LEBIH BAIK)

Konsep BSC yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton, terdiri dari dua indikator utama, yaitu Lagging indicator dan Leading indicator. Lagging indicator adalah indikator akibat, merupakan ukuran yang teridentifikasi setelah sesuatu terjadi, yang memberikan informasi mengenai posisi perusahaan dan apa yang harus dilakukan. Sedangkan, Leading indicator adalah indikator sebab, berisi inisiatif-inisiatif atau aktivitas yang harus dilakukan untuk mendukung pencapaian Lagging indicator. Melalui dua indikator inilah,  BSC memungkinkan perusahaan menyeimbangkan hasil dengan penggerak kinerja. Komponen perspektif dalam Lagging indicator meliputi aspek Financial dan Customer, sedangkan Leading indicator meliputi Internal Business Process dan Learning and Growth.

Empat Perspktif Balanced Scorecard

  • Perspektif Keuangan (Financial Perspective)

    Perspektif keuangan memberikan gambaran apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan dampak terhadap tujuan utama perusahaan. Bagi Profits Organization, indikator yang digunakan dalam melakukan penilaian dalam perspektif keuangan adalah indikator seperti: keuntungan, pendapatan, biaya, utilisasi aset, dsb.

  • Perspektif Pelanggan (Customer Perspective)

    Perspektif ini memberikan gambaran kepada perusahaan atas pentingnya aspek pelanggan sebagai kontributor untuk mendorong pencapaian finansial perusahaan. Dalam perspektif ini, BSC mengukur aspek-aspek seperti: ukuran pangsa pasar (market share), retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan, dsb.

  • Perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process)

    Perspektif ini berisi rangkaian proses atau aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan oleh perusahaan, dalam usahanya untuk mencapai sasaran-sasaran pada perspektif pelanggan dan perspektif keuangan, seperti: mengembangankan produk baru, meningkatankan kapasitas produksi, membangun jaringan usaha baru, meningkatkan kerja sama dengan pihak ketiga, dsb.

  • Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning and Growth Perspective)

    Perspektif ini mengidentifikasi hal-hal yang harus dipersiapkan perusahaan, agar dapat menjalankan aktivitas proses bisnis secara optimal, seperti: mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang kompeten, membangun infrastruktur penunjang yang diperlukan (teknologi, informasi, dsb), membangun Budaya Organisasi, dsb.

Dengan menggunakan metode Balanced Scorecard di atas, maka pimpinan dan jajaran manajemen dapat merumuskan strategi yang tepat bagi perusahaan, sekaligus menggunakan sistem pengukuran kinerja yang seimbang, antara aspek keuangan dan aspek non keuangan.

MELAKUKAN EVALUASI STRATEGI YANG EFEKTIF

Evaluasi strategi adalah cara bagi pelaku bisnis untuk mengevaluasi posisi perusahaan dalam upaya mencapai tujuan strategis. Evaluasi ini memberikan metode obyektif untuk menguji efisiensi dan efektivitas strategi bisnis, serta cara untuk menentukan apakah strategi yang sedang dilaksanakan adalah menggerakkan bisnis ke arah tujuan strategis yang dimaksudkan. Tak hanya itu saja, evaluasi strategis juga dapat membantu mengidentifikasi kapan dan tindakan korektif apa yang diperlukan untuk membawa kinerja kembali sejalan dengan tujuan bisnis yang Anda lakukan.

Semakin kompleks masalah yang terjadi pada lingkungan bisnis, semakin sulit pula memprediksi keberlangsungan organisasi di masa yang akan datang. Berikut adalah beberapa alasan mengapa perusahaan haruslah melakukan evaluasi strategi:

  1. Adanya perubahan kondisi dan situasi pasar serta perekonomian dimana pasar semakin berkembang, teknologi berubah dan pesaing-pesaing baru bermunculan.
  2. Semakin rumit dan kompleksnya aktivitas perusahaan, maka dibutuhkan suatu kontrol yang lebih baik.
  3. Semakin terdesentralisirnya kekuasaan dan wewenang, para manajer membutuhkan suatu alat untuk mengetahui aktivitas dan kinerja para bawahannya.

Keuntungan yang diperoleh perusahaan apabila melakukan evaluasi strategi adalah:

  1. Dapat menentukan sejauh mana program/ proyek berada di jalur, sehingga perusahaan dapat melakukan aksi atau koreksi yang diperlukan.
  2. Memastikan penggunaan sumber daya yang paling efektif dan efisien.
  3. Mengevaluasi sejauh mana program/ proyek memiliki atau memiliki dampak yang diinginkan.

Dalam melakukan evaluasi strategi yang efektif, pihak-pihak yang seharusnya terlibat adalah pemegang saham, dewan direksi, sekretaris perusahaan, serta kepala divisi dan para pemegang jabatan yang terkait dengan implementasi strategi perusahaan. Selain itu, ada beberapa ukuran yang dapat dievaluasi dalam pelaksanaan evaluasi strategi baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif, yaitu:

  1. Pencapaian penjualan
  2. Marjin laba
  3. Pangsa pasar
  4. Tingkat profitabilitas perusahaan
  5. Likuiditas perusahaan
  6. Solvabilitas perusahaan, dsb

Evaluasi kinerja menjadi salah satu bagian dari aktivitas strategic management yang esensial untuk dilakukan oleh perusahaan, sebagai tolak ukur untuk menilai sejauh mana perusahaan telah efektif dalam mengimplementasikan rencana strategisnya, dalam upaya untuk mencapai visi dan misi perusahaan.

MEMIMPIN PASAR DENGAN EMPAT PILIHAN STRATEGI KOMPETITIF

Dalam menjalankan sebuah bisnis, tentunya strategi manajemen adalah salah satu komponen yang sangat penting. Ada empat tipe strategi kompetitif dalam manajemen strategis yang dapat Anda terapkan.

  1. Customer Intimacy (Kedekatan Pelanggan):

    Suatu nilai tambah yang mencirikan strategi kedekatan pelanggan adalah kemampuan perusahaan untuk membangun loyalitas pelanggannya dengan mengetahui apa yang menjadi preferensi pelanggan dan mengkostumisasi produk atau jasa yang diberikan sesuai dengan preferensi tersebut.

    Contoh perusahaan dengan strategi ini: Ritz-Carlton

  1. Operational Excellence (Keunggulan Operasional):

    Nilai tambah kepada pelanggan yang diberikan dari keunggulan operasional adalah harga yang bersaing, serta kemudahan pembelian yang disertai kualitas yang baik. Minimnya produk gagal/cacat (reject atau defect), atau produk yang digarap ulang dapat berujung pada keunggulan operasional.

    Contoh perusahaan dengan strategi ini: Carrefour

  1. Product Leadership (Kepemimpinan Produk):

    Nilai tambah yang mencirikan strategi kepemimpinan produk adalah inovasi serta kecepatan meluncurkan produk ke pasar.

    Contoh perusahaan dengan strategi ini: Apple

  1. Product Locking:

    Strategi ini diarahkan untuk menciptakan suatu produk (atau layanan) yang memiliki manfaat beragam dan pengguna luas, sehingga keragaman manfaat dan basis penggunanya yang luas tersebut “mengikat” pelanggan. Strategi ini dilakukan dengan harapan pelanggan akan merasakan manfaat besar dalam menggunakan produk tersebut.

    Contoh perusahaan dengan strategi ini: Microsoft

Tiga dari empat strategi di atas pertama kali ditulis dalam buku The Discipline of Market Leaders (1997) oleh Michael Treacy dan Fred Wiersma. Menurut mereka, untuk menjadi market leader, sebuah perusahaan sebaiknya memilih satu diantara keempat strategi di atas dan memusatkan manajemen strategis mereka pada satu strategi tersebut. Kemudian, untuk strategi lainnya juga dapat diterapkan, namun jangan sampai fokus perusahaan tersebut terbagi dari satu strategi yang sudah ditetapkan.