SEBERAPA PENTING UMPAN BALIK?

Umpan balik (feedback) yang efektif dan strategis adalah salah satu alat kinerja paling kuat yang dimiliki oleh seorang manajer, namun banyak karyawan mengeluh mengenai kurangnya umpan balik dan informasi yang mereka terima. Keluhan karyawan atas kurangnya umpan balik kinerja kini telah menjadi salah satu masalah yang paling sering dihadapi oleh organisasi dan manajer.

Lebih dari 75% karyawan percaya bahwa umpan balik itu penting. Pekerja ingin tahu seberapa baik kinerjanya dan bagaimana mereka dapat melakukan pekerjaan mereka dengan lebih baik lagi. Permasalahannya adalah karyawan tidak mendapatkan umpan balik yang mereka inginkan. Studi menunjukkan bahwa 65% pekerja mengatakan bahwa mereka ingin menerima lebih banyak umpan balik daripada yang saat ini telah mereka dapatkan. Banyak karyawan milenial yang berharap mendapatkan umpan balik setiap bulan.

Mengapa perusahaan sangat perlu memberikan umpan balik?

  • Perusahaan akan mengalami peningkatan yang berkelanjutan dengan memberikan umpan balik yang baik
  • Karyawan akan mendapatkan ilmu, pengalaman, dan skillset yang lebih sehingga performa kerja mereka meningkat
  • Klien atau pelanggan akan mendapatkan pelayanan atau/dan produk dengan kualitas yang lebih bagus

Penyampaian umpan balik merupakan masalah budaya dan teknis perusahaan. Perusahaan perlu membangun budaya manajemen yang memungkinkan orang merasa aman dan nyaman ketika berbicara tentang apa yang ada di pikiran mereka. Hal ini lebih sulit untuk dilaksanakan daripada kedengarannya. Jika umpan balik dapat disampaikan dengan baik, maka karyawan akan merasa lebih engaged saat bekerja.

Berikut merupakan cara untuk memberikan umpan baik yang efektif:

  1. Fokus pada apa atau bagaimana sesuatu dilakukan

    Memberi pertanyaan yang berfokus pada pekerjaan itu sendiri dan apa yang perlu terjadi untuk membuatnya lebih baik. Jangan menyalahkan sang karyawan atau mempertanyakan kompetensinya. Buatlah karyawan merasa bahwa mereka tidak sendiri dan mendapat dukungan dari atasan dengan mengambil tanggung jawab bersama.

  1. Umpan balik harus konsisten

    Memfokuskan umpan balik pada pekerjaan, proses, dan hasil pekerjaannya sehingga tidak terjadi bias.

  1. Berkomunikasi

    Umpan balik tidak dapat terjadi kecuali orang yang berwenang memiliki rencana komunikasi strategis yang kuat. Orang yang memberikan umpan balik sebaiknya pandai mendengarkan, dapat membimbing jalur percakapan, dan dapat mengelola jalan komunikasi tersebut.

  1. Umpan balik bukan ulasan kinerja satu kali setahun

    Informasikan umpan balik pekerjaan secara langsung untuk memperkaya pengetahuan serta keterampilan karyawan. Pemberian umpan balik sangat perlu terjadi sehari-hari.

  1. Buat umpan balik tepat waktu

    Jangan memberikannya pada saat masih panas tetapi juga jangan menunggu pekerjaan menjadi dingin sehingga sulit untuk mengingat apa yang ingin disampaikan.

  1. Tulus dan jujur

    Memberikan umpan balik yang baik dan solid adalah salah satu alat terhebat yang dimiliki seorang manajer. Mengerti dengan jelas apa yang ingin disampaikan dan menjaga integritas dengan tidak membuat komunikasi hanya menjadi satu arah. Penyampaian umpan balik perlu dilakukan dengan sikap yang tulus dan terbuka sehingga lebih dapat diterima oleh karyawan.

Umpan balik yang efektif dapat memperkuat employee engagement karena hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh, belajar, dan meningkatkan kinerja mereka.

 

Referensi:
https://joshbersin.com/2019/04/employee-engagement-3-0-from-feedback-to-action/
https://www.recruiter.com/i/employees-want-feedback-but-no-one-is-giving-it/
https://www.custominsight.com/blog/6-tips-for-effective-feedback-to-improve-employee-engagement.asp

KERAGAMAN DAN INKLUSI DI TEMPAT KERJA

Bank Dunia memperkirakan bahwa kesenjangan gender menyebabkan hilangnya pendapatan rata-rata 15% di negara-negara anggota OECD, 40% diantaranya disebabkan oleh entrepreneurship gaps.  Permasalahan mengenai kesetaraan gender di tempat kerja telah mengangkat kembali isu upaya pemberdayaan keragaman dan inklusi di tempat kerja. Terlebih lagi, fakta bahwa Indonesia memiliki 34 propinsi yang terdiri lebih dari 700 kelompok etnis yang berbeda-beda, menyebabkan isu keragaman semakin membawa ancaman bagi perusahaan.

Keragaman di tempat kerja merupakan kondisi di mana anggota perusahaan yang terlibat dapat memahami, menerima, dan menghargai perbedaan yang mereka miliki. Di sisi lain, inklusi merupakan lingkungan di mana hubungan antar rekan kerja bersifat kolaboratif, suportif, dan saling menghormati sehingga terjadi peningkatan partisipasi dan kontribusi oleh semua karyawan. Oleh karena itu, keragaman dan inklusi dapat digambarkan sebagai misi, strategi, dan praktik perusahaan untuk mendukung tempat kerja yang beragam dan mendapatkan manfaat dari efek keragaman tersebut agar perusahaan dapat mencapai keunggulan bisnis yang kompetitif. Berbeda dengan program keragaman yang tradisional, program keragaman dan inklusi lebih berfokus terhadap penguatan keyakinan tiap individu dibandingkan dengan pelatihan softskill mereka.

Forbes Insight menemukan bahwa 65% eksekutif senior percaya bahwa divisi SDM-lah yang seharusnya bertanggung jawab untuk mengimplementasikan program keragaman dan inklusi, sementara 35% lainnya mengatakan bahwa itu adalah tanggung jawab para pemimpin senior dalam unit atau divisi bisnis. Mengapa program keragaman dan inklusi ini penting? Survei yang sama menemukan bahwa 56% perusahaan menyatakan bahwa program keragaman dan inklusi ini dapat mendorong inovasi.

Terdapat beberapa alasan penerapan program keragaman dan inklusi lainnya, seperti:
  1. Keragaman dan inklusi adalah hal yang sudah sepatutnya untuk dilakukan
  2. Memberikan peluang yang sama bagi karyawan dan mendorong mereka untuk maju
  3. Perusahaan yang merangkul keragaman dan memiliki inklusi mendapatkan pangsa pasar yang lebih tinggi dan keunggulan kompetitif dalam mengakses pasar baru
  4. Membantu perusahaan untuk menemukan talent yang tepat
  5. Mendorong karyawan untuk melihat dari berbagai persepsi, belajar dari satu sama lain, dan mengembangkan kinerja mereka sehingga performa perusahaan juga ikut meningkat
  6. Mendorong pertumbuhan ekonomi negara

Berikut praktik terbaik untuk menerapkan program keragaman dan inklusi:

  1. Membangun sense of belonging untuk semua orang

    Memahami keragaman dan membangun budaya inklusi agar setiap anggota organisasi merasa bahwa mereka dapat menjadi dirinya sendiri ketika berada di kelompok atau organisasi tersebut.

  1. Kepemimpinan dengan empati

    Setiap pemimpin perlu memahami value of belonging baik secara intelektual maupun emosional. Mereka perlu mengerti dan memberi alasan mengapa mereka peduli.

  1. Pendekatan top-down tidak cukup

    Mengidentifikasi perbedaan dalam employee experience dan nilai-nilai yang dipegang setiap karyawan sehingga perubahan dapat dibuat relevan bagi setiap orang. Perubahan yang berjangka panjang perlu diterapkan dalam berbagai bentuk sistem (top-down, bottom-up, dan middle-out).

  1. Kuota tidak membuat inklusi menjadi otomatis

    Memberi tujuan dalam meningkatkan jumlah keragaman tidak cukup untuk membangun budaya inklusi. Pimpinan perlu melakukan promosi inklusi setiap hari dengan menciptakan kondisi di mana karyawan dapat berkontribusi dengan keunikannya serta merancang cara untuk mengukur dampaknya.

  1. Inklusi terus berlangsung – bukan hanya pelatihan yang terjadi sekali

    Membantu individu untuk membangun kebiasaan atau microbehaviors (tindakan keseharian yang dapat dilaksanakan dan diukur) baru sehingga terbentuklah lingkungan kerja yang lebih positif.

  1. Maksimalkan rasa senang dan meminimalkan rasa takut

    Rasa takut hanya membuat orang untuk berpikir lebih sempit. Sebaliknya, rasa senang akan mendorong perubahan yang lebih positif seperti menceritakan pengalaman dan merayakan kesuksesan sehingga terciptalah tempat kerja yang lebih inklusi.

 

Referensi:
https://ideal.com/diversity-and-inclusion/
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/kesetaraan-gender-merupakan-isu-prioritas/
https://pwc.blogs.com/ceoinsights/2015/06/five-reasons-why-diversity-and-inclusion-matter.html
https://www.cio.com/article/3262704/diversity-and-inclusion-8-best-practices-for-changing-your-culture.html

MENCIPTAKAN FLEKSIBILITAS KERJA DALAM ORGANISASI

Fleksibilitas dalam lingkungan kerja berarti memberi karyawan kesempatan untuk membuat pilihan sendiri mengenai kapan, di mana, dan bagaimana mereka terlibat dalam proyek atau tugas terkait pekerjaan. Istilah fleksibilitas di tempat kerja sering kali dilontarkan bersamaan dengan independensi, work-life balance, friendly culture, dan lingkungan yang santai. Data International Workplace Group (2019) memaparkan bahwa 80% pekerja mengatakan mereka akan memilih untuk melakukan pekerjaan dengan pilihan kerja yang fleksibel daripada yang tidak. Menciptakan fleksibilitas dalam organisasi bisa melalui berbagai cara. Bukan suatu keharusan untuk menerapkannya pada organisasi Anda, tetapi beberapa pilihan mungkin akan membantu Anda dalam upaya meningkatkan efektivitas kerja dan daya tarik bagi talent ke depannya.

Berikut beberapa cara menerapkan fleksibilitas kerja di perusahaan:

  • Part-Time Employment

    Bekerja di suatu tempat antara 10-30 jam seminggu akan menciptakan fleksibilitas. Karyawan dapat memperoleh manfaat besar dari pekerjaan paruh waktu, terutama mereka yang masih kuliah, ibu yang ingin bekerja tetapi harus menjaga anaknya, atau yang ingin mempraktikkan hobi mereka. Memberikan pilihan pekerjaan paruh waktu dapat menguntungkan organisasi Anda dalam memiliki potensi karyawan yang sangat berbakat dalam bidangnya.

  • Telecommuting

    Telecommuting memungkinkan karyawan untuk memiliki lebih banyak pilihan tempat dalam melakukan pekerjaan mereka, dapat dilakukan di kafe hingga duduk di kantor mereka. Ini bisa berupa pekerjaan full time atau part time. Telecommuting tidak hanya menghemat waktu dan biaya untuk karyawan, tetapi juga bagi perusahaan startup, telecommuting dapat menghemat anggaran perusahaan untuk mengatur ruang kantor, menyediakan peralatan, tagihan listrik, dan biaya terkait lainnya. Jenis fleksibilitas ini mengurangi tingkat turnover karena beberapa karyawan cenderung lebih puas dan produktif dalam mengatur ruang kerja dan jadwal mereka sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka, berdasarkan arahan kerja dan jadwal yang disepakati.

  • Freelancing

    Pekerja lepas (freelancer) dipekerjakan untuk penugasan proyek tertentu. Menyewa pekerja lepas menghemat perusahaan Anda dari compensation and benefit karyawan tetap dan memastikan organisasi Anda mendapatkan pekerjaan yang dilakukan oleh para ahli di lapangan selama periode dan tenggat waktu yang dialokasikan.

  • Jam Kerja Yang Fleksibel

    Memiliki jadwal yang fleksibel tidak hanya untuk telecommuter dan freelancer, tetapi bisa juga kepada karyawan tetap. Jam kerja yang fleksibel menciptakan work life balance yang dapat dihargai oleh karyawan. Mengizinkan penjadwalan kerja yang fleksibel akan memudahkan tugas karyawan Anda di luar pekerjaan dan membantu mereka mengurangi stres serta menjadi lebih fokus dan produktif saat mereka sedang bekerja. Meskipun jam kerja fleksibel tidak mungkin diterapkan pada setiap pekerjaan, namun perusahaan yang pernah menerapkan hal ini, menemukan banyak hasil positif dalam hal produktivitas dan kepuasan karyawan.

Talent memainkan peranan penting untuk kesuksesan perusahaan. Untuk merekrut dan mempertahankan talent yang tepat, Anda perlu menciptakan dan menyesuaikan lingkungan kerja yang nyaman. Menyesuaikan lingkungan kerja dengan kebutuhan talent akan membuat karyawan merasa lebih dihargai dan mendorong mereka untuk bekerja secara optimal.

Referensi:
https://www.entrepreneur.com/article/315325
https://www.ciphr.com/features/eight-key-hr-trends-for-2019/
https://blog.accessperks.com/2019-employee-benefits-perks-statistics
https://jobs.theguardian.com/article/why-now-s-the-time-to-embrace-flexible-working/

MERAIH KESETIAAN GENERASI MILENIAL

Generasi milenial adalah terminologi generasi yang saat ini banyak diperbincangkan oleh berbagai kalangan di dunia. Peneliti sosial sering mengelompokkan generasi yang dilahirkan tahun 1980 dan 2000 sebagai generasi milenial. Jadi, generasi milenial adalah generasi muda masa kini yang saat ini usianya disetujui di kisaran 15-34 tahun dan umumnya telah memasuki dunia kerja.

Menurut data Shiftelearning (2019), setengah dari generasi ini merasa bahwa mereka tidak perlu berada di kelas untuk belajar. Pada tahun 2025, sebanyak 75% tenaga kerja global akan terdiri dari generasi milenial. Lebih dari setengahnya menolak bekerja di perusahaan yang melarang karyawannya menggunakan media sosial. Mereka cenderung menyukai sistem kerja jarak jauh. Jadi, pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di kantor, tidak akan mendukung kehidupan yang ingin dijalani oleh generasi milenial. Ada banyak harapan yang diinginkan milenial sehingga mau tidak mau menuntut perusahaan untuk menyesuaikannya dengan berbagai cara.

Berikut beberapa cara meraih kesetiaan generasi milenial:

  1. Jadikan pembelajaran fleksibel dan sesuai permintaan generasi milenial

    Generasi milenial menghargai fleksibilitas dalam jadwal dan kemampuan mereka untuk memilih kapan dan bagaimana mereka bekerja. Sebagai generasi yang telah tumbuh dengan teknologi, mereka biasanya cukup sadar akan kemampuan teknologi dan dapat memanfaatkannya dengan maksimal.

  1. Berikan pelatihan dengan informasi yang singkat

    Milenial juga menginginkan pelatihan yang berkelanjutan. Pelajaran dan modul singkat memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan serta membangun motivasi dan prestasi mereka untuk terus maju.

  1. Berikan kebebasan

    Generasi milenial menginginkan otonomi dan kebebasan untuk menjelajahi jalur pembelajaran mereka sendiri. Mereka cenderung percaya bahwa selama melakukan pekerjaan, tidak masalah rute mana yang akan diambil untuk sampai ke sana.

  1. Bantu generasi milenial untuk berkembang

    Fenomena kehilangan pekerjaan adalah masalah besar bagi perusahaan saat ini dan karyawan generasi milenial adalah pelanggar terbesarnya. Karena mereka begitu bersemangat untuk tumbuh, mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan keterampilan mereka, mereka tidak akan menunggu dalam pekerjaan yang tidak ‘merangsang’ mereka untuk berkembang.

  1. Work-Life balance

    Menurut generasi milenial, batas antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi sebaiknya tidak kaku. Contohnya, mereka mungkin menjawab email pekerjaan mereka di meja makan, atau mengerjakan project tertentu di café diselingi dengan minum kopi.

Generasi milenial melihat dunia dengan cara yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Percaya pada potensi mereka dan bekerja dengan keterampilan mereka, akan menciptakan tenaga kerja yang lebih kuat untuk perusahaan Anda.

 

Referensi:

https://www.shiftelearning.com/blog/training-millennials-elearning
https://trainingmag.com/3-ways-maximize-your-investment-millennial-training-and-development/
https://www.hrtechnologist.com/articles/learning-development/5-learning-and-development-best-practices-for-millennials/

MENGELOLA TENAGA KERJA ALTERNATIF BAGI PERUSAHAAN

Perkembangan teknologi makin membuat para pekerja meminta tempat kerja yang lebih fleksibel. Para pekerja menuntut pekerjaan di mana mereka dapat bekerja kapan pun dan di mana pun yang mereka inginkan. Jumlah pekerja self-employed di Amerika Serikat diproyeksikan naik tiga kali lipat menjadi 42 juta orang pada tahun 2020. Tenaga kerja alternatif meliputi tim eksternal yang memiliki pekerjaan lepas (freelancer), kontrak (contractors), atau gig worker. Biasanya mereka dipekerjakan untuk menangani pekerjaan internal perusahaan untuk sementara waktu. Tenaga kerja alternatif memiliki kemampuan teknis yang tinggi dan dapat melaksanakan berbagai macam aktivitas perusahaan.

 

Sekitar sepertiga tenaga kerja saat ini dipekerjakan berdasarkan permintaan dan pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan akan tumbuh mendekati 50%. Dalam skala global saja, jumlah pekerja lepas (freelancer) pada saat ini telah mencapai 77 juta orang. Tren ini sangat menguntungkan bagi beberapa perusahaan terutama ketika perusahaan tersebut sedang membutuhkan pekerja dengan keterampilan tertentu dalam jangka waktu yang pendek. Selain itu, perusahaan yang mengelola tenaga kerja alternatif dengan baik juga dapat mengembangkan aktivitas operasional perusahaan yang sebelumnya dibatasi oleh wilayah geografi mereka. Terkadang tenaga kerja alternatif juga dapat meningkatkan performa perusahaan dan hanya memerlukan lebih sedikit biaya dibandingkan pekerja tetap.

 

Delloite melakukan penelitian dan menemukan bahwa sebagian besar organisasi melihat pengaturan tenaga kerja alternatif sebagai solusi transaksional, bukan sebagai sumber bakat yang strategis dan penting untuk dikelola. Hanya 8% yang mengatakan bahwa mereka telah membuat suatu proses untuk mengelola dan mengembangkan sumber tenaga kerja alternatif. Sedangkan, 54% lainnya mengatakan bahwa mereka mengelola pekerja alternatif secara tidak konsisten atau tidak sama sekali.

 

Oleh karena itu, beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengelola tenaga kerja alternatif, seperti:

 

  • Mengidentifikasi populasi tenaga kerja alternatif perusahaan
  • Memperlakukan tenaga kerja alternatif selayaknya tenaga kerja tetap hingga batasan tertentu
  • Membangun budaya inklusi yang positif antara tenaga kerja tetap, tenaga kerja alternatif, beserta sistem organisasi itu sendiri
  • Memberikan program pelatihan yang sesuai dengan keterampilan mereka
  • Menegosiasikan dan merancang dengan baik pengaturan kerja tenaga alternatif seperti jadwal, peran, dan deskripsi pekerjaan mereka
  • Memfasilitasi tenaga kerja alternatif dengan peralatan dan perangkat yang mereka butuhkan
  • Mengelola sistem pemberian tunjangan seperti bonus atau jenis insentif lainnya yang khusus diperuntukkan bagi tenaga kerja alternatif

Saat ini, tenaga kerja alternatif telah menjadi andalan penting bagi sebagian pengusaha. Organisasi yang menganggap serius tenaga kerja ini dapat membangun strategi dan program untuk mengakses dan melibatkan orang-orang berbakat di mana pun mereka ditempatkan, mendorong pertumbuhan bisnis, dan memperluas keragaman tenaga kerja.

 

Referensi:
https://www.supplychainbrain.com/blogs/1-think-tank/post/28915-alternative-workforce-on-the-rise-what-it-means-for-procurement
https://www2.deloitte.com/insights/us/en/focus/human-capital-trends/2019/alternative-workforce-gig-economy.html
https://joshbersin.com/2018/12/the-alternative-workforce-it-isnt-so-alternative-any-more/

GAYA ATAU PERILAKU KOMUNIKASI DALAM DUNIA KERJA

Setiap orang memiliki perilaku atau gaya komunikasi yang berbeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan seseorang menyampaikan perasaan, kebutuhan, dan pengalamannya kepada orang lain dengan cara yang berbeda-beda pula. Perilaku atau gaya komunikasi merupakan bentuk psikologis yang mempengaruhi individu dalam mengekspresikan perasaan, kebutuhan, dan pengalaman sebagai pengganti komunikasi yang dilakukan secara langsung dan terbuka.

Secara khusus, perilaku atau gaya komunikasi mengacu pada kecenderungan individu untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan pikiran melalui pesan tidak langsung dan dampak perilaku. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sebagian besar komunikasi yang kita lakukan merupakan komunikasi non verbal.

Pada umumnya terdapat 4 macam perilaku atau gaya komunikasi, yaitu:

  • Komunikasi Pasif adalah gaya komunikasi saat individu lebih banyak mendengarkan orang lain yang mengekspresikan pendapat atau perasaannya dibandingkan dirinya. Tujuan komunikasi pasif adalah untuk menghindari konflik dan konfrontasi, serta mencari rasa aman. Individu yang pasif biasanya memiliki harga diri yang relatif rendah dan kurang dapat berkomunikasi dengan efektif untuk mengenali kebutuhannya sendiri. Individu yang pasif cenderung lebih mempercayai orang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri.
  • Komunikasi Agresif adalah gaya komunikasi saat individu mengekspresikan perasaan dan pendapat mereka untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara menyakiti atau melanggar hak-hak orang lain. Tujuan komunikasi agresif untuk mendominasi dan merasa menang, serta membuat orang lain merasa kehilangan. Kemenangan tersebut didapat melalui cara-cara yang negatif, terkadang memalukan, merendahkan, bahkan meremehkan orang lain sehingga komunikan menjadi lemah atau kurang mampu berekspresi hingga mempertahankan kebutuhan dan hak mereka.
  • Komunikasi Pasif-agresif adalah gaya komunikasi yang menggabungkan gaya komunikasi pasif dan komunikasi agresif. Komunikasi pasif-agresif adalah gaya komunikasi yang terlihat pasif namun bertindak dengan cara-cara yang agresif. Mereka yang membangun gaya komunikasi pasif-agresif pada umumnya merasa tidak memiliki kekuasaan.
  • Komunikasi Asertif adalah gaya komunikasi saat individu secara jelas menyatakan pendapat dan perasaan mereka untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak mereka tanpa melanggar hak asasi orang lain. Tujuan dari komunikasi asertif adalah untuk mendapatkan dan memberikan rasa hormat, fair play, dan membuka ruang untuk kompromi ketika hak-hak dan kebutuhannya menemui konflik dengan orang lain.

Komunikasi asertif sangat penting dalam berbagai konteks komunikasi dan memiliki beberapa manfaat bagi siapa saja yang ingin mengasah keterampilan berkomunikasi, antara lain:

  • Membantu menghargai diri sendiri.
  • Mengekspresikan perasaan secara langsung.
  • Memperbaiki hubungan dengan orang lain.
  • Memberikan penghargaan kepada orang lain.
  • Memberikan kritik secara konstruktif dan proporsional.
  • Mengatur keterbatasan yang dimiliki.

Dalam dunia kerja, kita bisa melihat bahwa baik wanita maupun pria menggunakan gaya komunikasi yang berbeda. Pada umumnya wanita cenderung memiliki gaya komunikasi pasif, sedangkan pria cenderung memiliki gaya komunikasi agresif. Untuk memenuhi kebutuhannya, wanita cenderung menggunakan gaya komunikasi pasif-agresif di mana ia merasa tertantang untuk merespons secara agresif, tetapi dengan intonasi atau bahasa yang pasif.

 

Referensi:

https://www.mindtools.com/pages/article/Assertiveness.htm
https://infographicworld.com/communication-styles-workplace/
https://communicationstyles.org/how-to-identify-communication-styles/

IKIGAI: RAHASIA JEPANG UNTUK KEHIDUPAN YANG PANJANG DAN BAHAGIA

Di Jepang, jutaan orang memiliki ikigai, yaitu gaya hidup yang berusaha menyeimbangkan spiritual dengan kehidupan praktis sehari-hari. Menurut Akihiro Hasegawa, seorang psikolog klinis dan profesor di Toyo Eiwa University, iki berarti kehidupan dan gai berarti nilai. Kata gai berasal dari kata kai (artinya tempurung kerang, yang dianggap sangat bernilai). Ada beberapa kata lain yang menggunakan kai, yaitu yarigai atau hatarakigai yang berarti nilai perbuatan dan nilai bekerja. Ikigai dapat dianggap sebagai konsep komprehensif yang menggabungkan nilai perbuatan dan nilai bekerja ke dalam kehidupan.Continue reading

Bertumbuhnya Pekerja Jarak Jauh dengan Generasi Milenial

Pekerja jarak jauh adalah para pekerja dalam sebuah organisasi yang melakukan pekerjaannya tanpa harus berada di kantor seperti pekerja pada umumnya. Contohnya, para pekerja jarak jauh mungkin hanya datang ke kantor 1-2 kali per minggu untuk melakukan meeting. Sisanya, mereka dapat bekerja dari rumah atau dari mana pun, asalkan ada koneksi internet. Tanpa disadari, beberapa organisasi dengan style yang lebih luwes dan terbuka sudah menerapkan sistem kerja jarak jauh ini dalam beberapa tahun terakhir.

Di era sekarang, para pekerja muda kebanyakan berasal dari generasi milenial. Generasi milenial adalah mereka yang sekarang (tahun 2019) berumur kurang lebih 20-30 tahun. Tentunya generasi ini memiliki kebiasaan hidup dan cara kerja yang berbeda jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Generasi milenial sangat dikendalikan oleh perkembangan teknologi, menyukai kebebasan, dan mengandalkan segala bentuk kreasi yang dapat memudahkan hidup mereka. Hal ini menyebabkan mereka menjadi generasi yang lebih “manja” dari generasi sebelumnya yang cenderung bekerja keras. Namun, bukan berarti generasi milenial memiliki kemampuan kerja yang lebih rendah dari sebelumnya. Sebaliknya, justru dengan adanya teknologi dan kebiasaan mereka yang menyukai kemudahan, generasi ini benar-benar memiliki kreativitas yang tinggi dalam menciptakan sesuatu yang baru. Generasi ini mungkin tidak tekun dalam memasukkan data satu per satu, namun mereka memikirkan bagaimana data-data tersebut dapat secara otomatis masuk ke dalam komputer tanpa perlu dimasukkan secara manual.

Dengan cara kerja yang kreatif namun menyukai kebebasan ini, generasi milenial cenderung cepat bosan dan jenuh ketika bekerja penuh waktu di dalam sebuah kantor. Ketika hal ini terjadi, maka secara otomatis kinerja mereka akan menurun. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa banyak organisasi besar mulai menerapkan sistem kerja jarak jauh. Survei menunjukkan bahwa dengan adanya sistem kerja jarak jauh, para pekerja ini justru memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas kerja yang tinggi. Dalam beberapa kasus, organisasi bahkan melakukan meeting dengan cara mengadakan video conference yang dianggap sangat efisien karena para pekerja tidak perlu membuang waktu untuk berkendara ke kantor dan pulang setiap hari.

Organisasi perlu menyadari bahwa ada banyak dampak positif dari sistem kerja jarak jauh, yaitu:

  • Meningkatkan kinerja para pekerja

    Pada penerapan dan situasi yang tepat, sistem kerja jarak jauh terkadang bisa meningkatkan efektivitas para pekerja.

  • Level stres yang lebih rendah

    82% para pekerja jarak jauh juga mengakui bahwa tingkat stres mereka lebih rendah dibandingkan ketika bekerja penuh waktu di kantor.

  • Menghemat biaya sewa dan membeli space kantor

    American Express juga menghemat USD 10-15 juta per tahun karena biaya sewa dan membeli space kantor yang berkurang drastis dengan sistem kerja jarak jauh.

  • Memudahkan organisasi dalam mencari pekerja muda

    68% generasi milenial dalam sebuah survei menyatakan bahwa organisasi dengan pilihan sistem kerja jarak jauh meningkatkan ketertarikan mereka secara langsung untuk bekerja di organisasi tersebut.

  • Pertumbuhan organisasi yang lebih baik

    Penghematan pengeluaran, kemudahan dalam mencari pekerja dan kondisi pekerja yang lebih bahagia dalam bekerja tentunya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan organisasi secara keseluruhan.

Jika sebuah organisasi ingin menerapkan sistem kerja jarak jauh, tentunya organisasi tersebut harus memperhatikan keseimbangan antara jam kerja di dalam dan di luar kantor. Untuk mempertimbangkan hal ini, organisasi harus memahami karakter para pekerja yang bekerja dalam industri di mana organisasi beroperasi. Contohnya, industri yang berkaitan dengan bidang kreativitas pastinya memerlukan kebebasan lebih dan sistem kerja yang fleksibel untuk menghasilkan karya-karya yang baik. Namun sebaliknya, jika departemen tertentu di dalam sebuah organisasi memiliki jenis pekerjaan yang menuntut kedisiplinan yang tinggi, ada baiknya jika organisasi mengurangi sistem kerja jarak jauh di departemen tersebut.

 

Referensi:

https://www.dynamicbusiness.com.au/hr-and-staff/new-survey-reveals-remote-work-is-on-the-rise.html

https://www.businessnewsdaily.com/8156-future-of-remote-work.html

https://medium.com/we-work-remotely/remote-work-is-on-the-rise-4-reasons-why-you-should-consider-it-7c52e3800758

https://www.businessinsider.sg/millennials-habits-different-from-baby-boomers-2018-3/?r=US&IR=T

Penggunaan Virtual dan Augmented Reality dalam SDM Perusahaan

Virtual Reality (VR) adalah simulasi yang dihasilkan oleh komputer untuk membuat pengguna perangkat merasa seolah-olah mereka sedang berada di dunia lain. Salah satu contoh perangkat VR yang telah marak di pasar ialah Google Cardboard di mana pengguna dapat masuk ke dalam lingkungan virtual. Sedangkan Augmented Reality (AR) ialah penggabungan dunia nyata dengan elemen virtual. Contoh dari AR adalah lensa Snapchat dan permainan Pokémon Go.

Beberapa organisasi telah menggunakan AR dan VR sebagai alat untuk meningkatkan kinerja anggota mereka. Walmart sudah menggunakan 17.000 headset Oculus Go untuk melatih keterampilan karyawannya. Walmart mengijinkan karyawannya untuk memasuki lingkungan virtual dan mempelajari berbagai proses internal Walmart. Ini merupakan cara unik untuk melatih karyawan menggunakan realitas virtual dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi skenario yang memiliki tingkat stres yang tinggi. Angkatan Darat Amerika Serikat juga telah bekerja sama dengan Microsoft untuk menggunakan teknologi Hololens dalam pelatihan militer.

Terdapat beberapa keuntungan yang bagi perusahaan ketika mereka menggunakan sistem VR dan AR dalam pengembangan SDM perusahaan, yaitu:

  • Pengurangan Biaya

    Penghematan waktu dan uang yang dihabiskan untuk pendidikan, perbaikan, klaim asuransi, dan kewajiban yang diperlukan oleh karyawan.

  • Pengurangan Risiko

    Lebih baik untuk karyawan membuat kesalahan di dalam lingkungan pelatihan virtual dibandingkan dengan membuat kesalahan di dunia nyata.

  • Memperlancar proses Akuisisi Bakat

    Perusahaan dapat menunjuk dengan tepat kandidat pra-wawancara yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan sehingga proses perekrutan dapat dipercepat.

  • Membantu adaptasi karyawan baru

    Meningkatkan tingkat adaptasi karyawan baru dengan lingkungan kerja secara signifikan dengan mengintegrasikan karyawan baru dalam budaya organisasi.

  • Keterlibatan Karyawan

    Memudahkan perusahaan untuk melakukan konferensi virtual dengan karyawan jarak jauh dan melakukan kegiatan pembangunan tim dalam skala global.

  • Pembelajaran Karyawan yang Berkelanjutan

    VR dan AR dapat membuka peluang besar bagi karyawan untuk belajar dan melatih keterampilan mereka sebelum menjalankan tanggung jawab yang sesungguhnya.

Dalam sistem perekrutan, VR dan AR juga memiliki beberapa fungsi, antara lain:

  • Memungkinkan perusahaan untuk menunjukkan kepada kandidat bagaimana seluruh tempat kerja akan berubah ketika dia bergabung dengan perusahaan

  • Menampilkan video kepada kandidat di mana perusahaan menunjukkan avatar pimpinan yang interaktif

  • Menjelaskan fakta-fakta penting perusahaan yang perlu diperhatikan dan memberikan tur mengenai struktur perusahaan.

  • Menunjukkan kekuatan dan kelemahan kandidat, bidang yang dikuasai, serta bidang yang diminati

  • Memberikan kandidat karyawan kesempatan untuk mengalami beberapa situasi yang penuh tekanan yang mungkin akan mereka hadapi. Hal ini dapat membantu perusahaan untuk melihat reaksi para kandidat dalam menghadapi situasi tersebut.

  • Memberikan tantangan-tantangan baru kepada kandidat di mana mereka harus memecahkan masalah

Referensi:

https://medium.com/iotforall/whats-next-foraugmented-and-virtual-reality-technology-83fc154f467b
https://www.forbes.com/sites/theyec/2019/01/03/how-businesses-today-are-implementing-virtual-and-augmented-reality/#1ee7ae1638e5
https://sightsinplus.com/2018/11/20/virtual-reality-augmented-reality-in-human-resources/

Pentingnya Menerapkan Employee Experience di Perusahaan

Saat ini, perusahaan mulai menyadari bahwa dengan mengutamakan karyawannya terlebih dahulu, pada akhirnya pelanggan akan lebih terpuaskan dan profit yang dihasilkan pun jauh lebih baik. Salah satu cara untuk mengutamakan karyawan adalah dengan berfokus memaksimalkan Employee Experience (EX). EX adalah segala hal yang dialami oleh karyawan sepanjang waktunya berada dalam suatu perusahaan.

 

Employee Experience di suatu perusahaan dapat terbentuk  melalui 3 aspek berikut:

  1. Budaya Kerja

    Meliputi elemen yang mempengaruhi apa yang dirasakan karyawan; memberi/ menguras energi, memotivasi/ mengecilkan hati, memberi kekuatan/ melemahkan seorang karyawan. Contoh: gaya kepemimpinan, struktur organisasi, sesama karyawan.

  1. Teknologi

    Meliputi elemen yang digunakan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Contoh: software, hardware, internet, alat tulis, dan lain-lain

  1. Lingkungan Fisik

    Meliputi semua elemen dalam suatu perusahaan yang dilihat, didengar, disentuh, dan dibau. Contoh: dekorasi ruang kerja

 

Beberapa keuntungan akan didapatkan oleh perusahaan dengan menerapkan EX, antara lain:
  • Meningkatkan produktivitas karyawan
  • Karyawan menjadi lebih termotivasi dan penuh dengan inovasi
  • Meningkatkan kepuasan pelanggan
  • Meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial
BACA JUGA: TIPS UNTUK MENINGKATKAN EMPLOYEE EXPERIENCE

Berikut 7 langkah untuk menciptakan EX yang berkualitas:

  1. Berkomitmen meningkatkan kualitas EX dan memprioritaskannya

    Memastikan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam suatu perusahaan paham tentang pentingnya EX dan ikut berkolaborasi dalam menciptakan EX yang berkualitas

  2. Menunjuk pemimpin senior dan team yang khusus bertanggung jawab terhadap EX

    Membentuk strategi dan program untuk meningkatkan kualitas EX

  1. Mengadopsi ‘Design Thinking
    1. Memahami karyawan dengan memposisikan diri sebagai karyawan tersebut
    2. Menemukan cara baru untuk membuat pekerjaan lebih mudah sembari meningkatkan produktivitas dan performa perusahaan
  1. Memperhitungkan EX untuk setiap karyawan
    1. Memastikan EX melingkupi setiap aspek pekerjaan dan lingkungan pekerjaan
    2. Memastikan EX melingkupi setiap segmen karyawan (kandidat karyawan , karyawan paruh waktu, karyawan tetap, karyawan lepas, dll)
  1. Lihat keluar

    Mengunjungi kawan-kawan perusahaan dan situs karier, seperti Glassdoor, LinkedIn, dan lainnya untuk memahami dan menetapkan standar untuk EX yang berkualitas

  1. Memperhitungkan pengaruh geografi area terhadap EX

    Perusahaan, terutama yang bergerak dalam lingkup internasional, harus memperhatikan perbedaan elemen antar area yang berbeda, yang dapat mempengaruhi kualitas EX, sebagai contoh perbedaan budaya antar negara kawasan Asia dan Eropa,

  1. Tinjau EX secara berkala

    Mengadakan survei secara rutin dan memberlakukan sistem ‘open feedback’ agar dapat menganalisa secara tepat seberapa baik EX telah memenuhi ekspektasi karyawan

 

Referensi:

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-organization-blog/employee-experience-essential-to-compete
https://www.forbes.com/sites/jacobmorgan/2015/12/15/the-three-environments-that-create-every-employee-experience/#d3cb5dd66c6c
https://www2.deloitte.com/insights/us/en/focus/human-capital-trends/2017/improving-the-employee-experience-culture-engagement.html