OKR Case Study: GOJEK

Objective & Key Results (OKR) merupakan alat manajemen strategis yang berorientasi pada tindakan/aksi. Kerangka kerja ini populer di kalangan start-up karena OKR mendorong perusahaan untuk fokus pada pertumbuhan. Ada beberapa contoh bisnis di dunia yang berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan menggunakan OKR, salah satunya adalah Swipely. Tidak hanya menggunakan OKR sebagai sistem penetapan tujuan, perusahaan ini juga menggunakan OKR sebagai alat komunikasi yang mempersatukan perusahaan dan meningkatkan proses bisnis mereka. Dengan pergeseran secara fundamental dan penerapan OKR, perusahaan ini mampu mencapai angka penjualan sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat.

Continue reading

MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW?

OKR merupakan bagian besar dari manajemen kinerja, tetapi tidak menggantikan performance review. Meskipun demikian, beberapa perusahaan masih berusaha menggunakan OKR sekaligus untuk mengevaluasi kinerja. Hal ini dikarenakan performance review dianggap mampu mendorong pencapaian tujuan, sama seperti OKR.

Sebenarnya, performance review kurang efektif untuk mencapai tujuan karena lebih fokus untuk merefleksikan masa lalu daripada masa depan. Dalam periode yang sama pun, performance review tidak dapat meramalkan keberhasilan pencapaian tujuan. Sebaliknya, performance review lebih efektif digunakan untuk menyoroti hal-hal yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, performance review lebih cocok digunakan sebagai metrik kesehatan daripada penentu arah dan tujuan perusahaan.

Karakteristik performance review dan OKR berbeda. Dari sisi subjeknya, performance review menilai karyawan secara individual. Di sisi lain, OKR adalah tentang bisnis secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika perusahaan bersikeras mendorong penggabungan OKR dan performance review, maka akan ada beberapa isu yang muncul.

  • Performance Review Menjadi Tidak Adil & Tidak Akurat

    Karyawan menginginkan penilaian kinerja yang adil, tetapi seperti apa penilaian kerja yang adil tersebut? Menurut penelitian HBR (2018), performance review yang efektif dilakukan dengan cara membandingkan kinerja karyawan dengan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membandingkan kinerja karyawan di periode saat ini dan periode yang lalu serta dengan membandingkan kinerja dalam satu periode yang sama.

    Masalahnya, OKR bersifat kolaboratif. Ketika performance review dilakukan berdasarkan OKR, maka akan terjadi perbandingan kinerja antar karyawan sehingga terjadilah penilaian kinerja yang tidak adil. “[OKR] is not a legal document upon which to base a performance review, but should be just one input used to determine how well an individual is doing,” jelas Andy Grove. Artinya, OKR hanya menjadi salah satu masukan untuk memastikan seberapa baik performa individu, bukan keseluruhan.

  • OKR Akan Menjadi Alat Kontrol

    Organisasi yang menggunakan OKR sebagai alat evaluasi biasanya tidak sengaja mengubah gaya manajemennya menjadi lebih “mengontrol”. Bisa jadi, tujuan awal penggunaan OKR sebenarnya adalah untuk membebaskan karyawannya berambisi dan mengerjakan apa yang menjadi passion-nya. Di sisi lain, ketika OKR dan performance review berada di dalam platform yang sama, manajemen menuntut lebih kinerja masing-masing individu.

    Pada saat yang bersamaan, ketika OKR dipersepsikan sebagai performance review, engagement dan kinerja karyawan akan berkurang. Karyawan cenderung memandang rendah kemampuannya untuk mencapai tujuan sehingga menurunkan target yang disasar. Hal tersebut akan menjadi hambatan bagi perusahaan karena kurangnya target-target yang ambisius.

  • Menjadi Fokus pada Output

    OKR seharusnya fokus pada outcome, bukan output. Untuk menjaga keselarasannya, perusahaan dapat mengoordinasi karyawannya untuk mengerjakan pekerjaan atau proyek yang berkontribusi untuk mencapai outcome tersebut. Di sisi lain, jika OKR digunakan sebagai performance review, OKR akan menjadi sangat output-driven.

    Perusahaan cenderung akan berusaha mempermudah penilaian kinerja karena terikat dalam periode tertentu. Performance review akan menjadi sulit ketika outcome digunakan sebagai metrik keberhasilan OKR. Oleh karena itu, perusahaan akan mengubah fokus OKR menjadi output. Spotify mengatakan bahwa OKR di level individu hanya menghambat kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, mereka hanya menggunakan OKR di level korporat untuk memvisualisasikan tujuan dan outcome sehingga semua orang dapat bergerak ke arah yang sama.

  • Cenderung Mempertimbangkan Orang sebagai Starting Point

    Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada pencapaian strateginya, bukan pada karyawan yang sudah dimiliki. Pertanyaannya adalah, “Apakah perusahaan dapat mengeksekusi strategi dengan tim yang ada?”, bukan, “Apakah perusahaan memiliki strategi untuk mempermudah kerja karyawan?” Faktanya, tipe pekerjaan akan menyesuaikan sasaran akhir strategi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, OKR juga dapat digunakan untuk menentukan kriteria rekrutmen.

    Ketika berhasil mengoptimalkan kekuatan anggota tim, perusahaan akan dapat menjalankan taktik untuk jangka waktu pendek. Namun, untuk mempertahankan bisnis secara berkelanjutan, perusahaan membutuhkan strategi yang tepat untuk jangka waktu yang panjang.

BACA JUGA: 4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Berdasarkan penjelasan di atas, data disimpulkan bahwa OKR dan performance review mempunyai tujuan yang berbeda. OKR digunakan untuk mencapai tujuan yang ambisius, sedangkan performance review digunakan untuk menilai kinerja karyawan dalam periode tertentu. Karyawan memang merupakan aset yang dapat mendorong pencapaian sasaran ambisius OKR sehingga OKR dapat menjadi salah satu sumber wawasan kinerja karyawan, tetapi bukan satu-satunya sumber penilaian kinerja.

Referensi:
https://www.perdoo.com/resources/okrs-and-performance-reviews/
https://hbr.org/2018/03/people-dont-want-to-be-compared-with-others-in-performance-reviews-they-want-to-be-compared-with-themselves
https://hrblog.spotify.com/2016/08/15/our-beliefs/

4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Referensi mengenai OKR yang tersedia secara online dan gratis tergolong kurang memadai, tetapi ada salah satu referensi video YouTube yang sering digunakan, yaitu karya Rick Klau, mitra Google Venture saat itu. Dalam video tersebut, ia memberikan pengenalan mendalam tentang OKR dengan menggunakan presentasi asli John Doerr dari tahun 1999 sebagai referensi utama. Meski OKR telah berkembang sejak saat itu, Google belum membuat video baru sehingga menyebabkan kebingungan bagi pendatang baru OKR. Mereka mencoba meniru pendekatan Rick dan contoh yang diberikan dalam video tersebut, tetapi gagal. Hal ini diperparah dengan informasi di dalam buku terkenal John Doerr, “Measure What Matters” yang terkadang menambah kebingungan bagi kaum awam OKR.

Jangan salah paham. Tanpa perkataan dan wawasan yang dibagikan oleh John Doerr dan Rick Klau, OKR tidak akan ada apa-apanya. Kami senang Rick Klau mengakui beberapa kesalahan yang dibuat. Ini akan memberikan kita pelajaran dan kepercayaan diri yang lebih besar untuk meningkatkan praktik OKR dalam bisnis.

4 Isu yang Diperbaiki oleh Rick Klau

  1. Key Results (KR) mengukur outcome, bukan output.

KR dapat membuat OKR berhasil atau gagal. Sayangnya, contoh KR dalam video tersebut tidak mendorong keberhasilan OKR. Dua kesalahan utama dalam contoh yang diberikan adalah:

  1. Terdapat metrik di dalam Objective
  2. KR mengukur output

Untuk memastikan pemahaman kita, mari kita lihat salah satu contoh yang ada dalam video Rick Klau:

Objective  :Meningkatkan web traffic Blogger sebesar xx% dibandingkan pertumbuhan organik
KR 1           :Luncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
KR 2           :Tingkatkan penanganan 404 blogger, perpanjang time on site dan pageviews per sesi pada sesi yang dimulai dengan error 404 sebesar xx%

 

Berikut kesalahan yang terdapat di dalam contoh:

  1. Objective ini pada dasarnya adalah KR. Dalam kasus ini, KR tidak dapat membuat Objective menjadi spesifik dan juga tidak dapat mengukur kemajuan.
  2. KR 1 cocok menjadi Inisiatif karena mengukur output, bukan outcome. Anda mungkin berhasil meluncurkan 3 fitur, tetapi apakah itu menjamin peningkatan web traffic? Sulit untuk dikatakan.
  3. KR 2 cukup membingungkan. Ada terlalu banyak hal yang diuraikan di sana.

 

Sebaiknya, tuliskan OKR seperti berikut ini:

Objective  :Halaman Blogger mendapatkan lebih banyak web traffic daripada halaman North America’s Highway 404
KR 1           :Meningkatkan total web traffic Blogger dari x% menjadi y%
KR 2           :Meningkatkan total waktu di tempat per sesi dari x% menjadi y%
KR 3           :Meningkatkan jumlah pageviews per sesi dari x ke y
IN 1            :Meluncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
IN 2            :Memperbaiki error 404 yang ada

 

  1. OKR Individu bukanlah yang terpenting

    Dalam videonya, Rick Klau menyarankan untuk menjalankan OKR di tingkat individu/pribadi. Sebaliknya, dalam blog baru Klau, dikatakan bahwa Anda harus “mengabaikan” OKR individu untuk “memberi tim kesempatan melihat OKR bekerja dengan baik dalam menyelaraskan tim di seluruh organisasi, dan berdampak lebih besar jika terdapat komitmen bersama.” Oleh karena itu, jangan terlalu khawatir untuk mendorong setiap karyawan memiliki OKR individu.

    OKR adalah tentang organisasi secara keseluruhan, bukan tentang individu. Meski dipimpin oleh satu orang, keberhasilan OKR adalah upaya kolaboratif, dan jarang merupakan upaya individu mencapai seluruh sasaran organisasi. Dari strategi dan sasaran tahunannya, arah keseluruhan organisasi ditentukan. Selanjutnya, dengan menggunakan kesatuan arah sebagai pedoman, tim bersatu dan berjalan dalam irama triwulanan serta menentukan apa yang paling penting bagi mereka dan organisasi. Dan di situlah eksekusi terjadi.

  2. OKR seharusnya tidak menggantikan sistem Performance Review

    Di dalam videonya, Klau menyebutkan bahwa meskipun OKR bukanlah alat evaluasi kinerja, OKR dapat dimasukkan sebagai bagian dari prosesnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah.

    OKR adalah bagian besar dari alat manajemen kinerja organisasi. Tidak diragukan lagi bahwa timlah yang mendorong eksekusi dan bekerja secara langsung untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, OKR dapat memberikan wawasan yang bagus tentang kinerja karyawan. Meski demikian, hal tersebut seharusnya hanya menjadi bagian kecil dari ulasan kinerja karyawan, bukan menjadi acuan mengukur kinerja mereka secara keseluruhan.

    Selanjutnya, Klau mengatakan bahwa dia lebih suka OKR menjadi bagian yang lebih besar dari evaluasi tahunan karena akan memberikan informasi yang jelas tentang apa yang telah dilakukan selama seperempat tahun. Baginya, nilai OKR akan menjadi bukti dampak pekerjaannya.

    Pernyataan ini dikoreksi dengan mengatakan: “jika Anda menggunakan OKR sebagai tinjauan kinerja (yang sering kali memiliki komponen kompensasi yang terkait dengannya), Anda akan mendorong tim Anda untuk memasukkan OKR mereka, dan menetapkan tujuan yang sepenuhnya dapat dicapai sehingga mereka bisa mendapatkan bonus mereka.” Kebijakan ini akan memadamkan ambisi karena hanya mereka yang mencapai target 100% yang akan mendapatkan bonus. Hal ini sepenuhnya bertentangan dengan gagasan bahwa OKR harus mencerminkan tujuan yang ambisius.

BACA JUGA: MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW
  1. Mengatakan “tidak” sama baiknya dengan mengatakan “ya”

    Ketika berbicara tentang OKR, ingatlah: lebih sedikit lebih banyak. Klau menyinggung hal ini dalam videonya dan menyarankan untuk menjaga OKR Anda seminimal mungkin di setiap kuartal. Bahkan, ia juga berbagi pengalamannya bahwa ia pernah memiliki tujuh Objective dalam satu kuartal dan menyebut pengalaman itu “melelahkan”. Kami setuju dengan gagasan tersebut, tetapi bukan hanya itu saja.

    Menetapkan OKR dengan tim bukanlah hanya permainan angka tentang seberapa banyak OKR yang harus dikerjakan, melainkan juga tentang percakapan sulit seputar fokus pada kuartal tersebut. Itu bahkan mungkin berarti Anda perlu mengesampingkan beberapa ide terbaik. Pastikan hanya hal-hal yang benar-benar penting yang diprioritaskan dan dikerjakan.

    • Mengapa ini penting?
    • Mengapa mendesak?

Jika telah menyepakati OKR dan setelah menjawab dua pertanyaan tersebut, Anda mungkin perlu menghapus ide-ide tersebut sepenuhnya atau menugaskannya ke kerangka waktu di masa mendatang. Itu tidak masalah. Jangan takut untuk mengatakan “tidak”.

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/klau-admits-errors-about-okr

ENAM NILAI KPI UNTUK PERUSAHAAN

Untuk mencapai tujuan, organisasi biasanya menggunakan metrik kinerja sebagai alat untuk melacak dan memonitor progres atau keberhasilan kinerja. Metrik yang bersifat strategis ini disebut sebagai Key Performance Indicators (KPI). Menurut Warren (2011), KPI merupakan sebuah ukuran yang menilai bagaimana sebuah organisasi mengeksekusi visi strateginya. Dengan menggunakan KPI, perusahaan akan mendapatkan gambaran milestone yang akan dilalui dalam bentuk angka atau deskripsi keberhasilan yang diangkakan.

(BACA JUGA: STRATEGY FORMULATION: THE STRATEGIC THINKING APPROACH)

KPI memberikan nilai untuk perusahaan sebagai berikut:

  • Memberikan kejelasan

    Dengan adanya KPI, karyawan akan mendapatkan kejelasan tentang apa yang harus dikerjakannya. Job Description (JD) memang membantu, namun sering kali JD tidak memberikan informasi yang jelas apa yang menjadi hasil utama pekerjaan tersebut. Tabel KPI, yang berisi sekumpulan ukuran kinerja yang menjadi tanggung jawab karyawan, akan memandu mereka bekerja menuju pada hasil yang sudah ditetapkan.

  • Sarana komunikasi

    KPI dapat digunakan untuk mendorong diskusi antara pemimpin dan karyawannya. Adanya ukuran dan target yang jelas akan memandu diskusi atasan dan bawahan dalam konteks pekerjaan dan perusahaan. Sedangkan komunikasi mengenai kinerja dapat dilakukan melalui berbagai kesempatan, seperti rapat kinerja bulanan, weekly check-in, one-on-one meeting, bahkan saat melakukan percakapan informal.

  • Memberikan fokus

    Ukuran kinerja yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik akan memberikan fokus kinerja yang jelas dan memicu semangat tim. Dengan jumlah yang imbang (tidak lebih dan kurang) dan relevan dengan peran yang diemban oleh individu, KPI akan memberikan fokus yang sehat sehingga energi dapat terkelola dan memberikan hasil yang optimal.

  • Peningkatan kinerja

    Semua KPI adalah kuantitatif sehingga memiliki angka yang bisa dikelola atau diperbaiki. Misal: kita memiliki KPI soal jumlah karyawan yang kompeten. Bila tahun lalu perusahaan memiliki 100 karyawan yang kompeten, maka tahun ini dapat ditingkatkan hingga mencapai 150 orang. Dengan demikian, target yang bertumbuh akan memicu kreativitas dan proses pembelajaran.

  • Sebagai kesempatan belajar dan berkembang

    Target KPI yang baik adalah target yang relevan, sesuai dengan kondisi internal serta eksternal perusahaan, dan memicu semangat/motivasi untuk mencapainya. Target yang rendah biasanya menimbulkan kebosanan, sementara jika terlalu tinggi akan mematikan harapan untuk mencapainya. KPI dengan target yang sesuai dan sebaiknya tinggi, akan memicu proses belajar, yaitu kita termotivasi untuk mencari cara baru dalam mencapai target yang bertumbuh tersebut. Jelas cara lama sudah tidak berlaku lagi dan perlu cara kreatif lainnya untuk mencapainya.

  • Sarana keterlibatan karyawan

    Biasanya KPI diganjar dengan penghargaan finansial, seperti bonus, sehingga timbullah komitmen individu untuk mencapainya. Beberapa individu dengan semangat moral yang tinggi mengganggap KPI adalah kontrak kinerja yang akan mengikat mereka sampai akhir periode tahun fiskal KPI. Adanya KPI sering kali membuat karyawan tidak putus di tengah jalan dan KPI menjadi status prestasi pekerja yang patut dibanggakan.

KPI mampu membantu meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuan organisasi secara terintegrasi. KPI dapat diukur dalam periode harian, mingguan dan bulanan sehingga membutuhkan perhatian lebih dari pihak manajemen untuk terus mengawasi dan menilai perkembangannya. Dalam merumuskan KPI, terdapat beberapa tantangan juga dalam menentukan indikator. Apa saja tantangan tersebut? Silakan baca selengkapnya di: Enam Tantangan Mengukur Kinerja.

Referensi:
https://smallbusiness.co.uk/kpis-why-benefit-business-2541248/
https://www.klipfolio.com/resources/articles/what-is-a-key-performance-indicator
https://www.unboxedtechnology.com/blog/advantages-and-disadvantages-of-performance-indicators/
https://www.staceybarr.com/questions/howtousekpis/
https://www.testgorilla.com/blog/factors-of-employee-engagement/
https://www.ckju.net/en/dossier/introduction-key-performance-indicators-kpis-what-are-they-and-how-can-they-be-used
https://www.ringcentral.co.uk/gb/en/blog/definitions/kpi-key-performance-indicators/
https://www.forbes.com/sites/louismosca/2019/06/18/key-performance-indicators-101-why-theyre-important/?sh=7d185a042652
https://www.sodexo.co.id/key-performance-indicator-adalah/
https://smartpresence.id/blog/pekerjaan/manfaat-kpi-untuk-karyawan-dan-perusahaan
https://qwords.com/blog/kpi-adalah/

Systemic Flow Analysis: Alat Penghasil KPI

Salah satu tantangan dalam menyusun Key Performance Indicators (KPI) adalah menentukan indikator yang relevan dengan Objective. Untuk menyusun KPI, organisasi memiliki banyak pilihan sumber yang secara garis besar terbagi menjadi sumber internal dan eksternal. Mereka bisa mengambilnya dari sumber-sumber tersebut. Meski terdapat banyak referensi KPI, perusahaan akan memakai indikator yang benar-benar relevan. KPI yang tepat akan membawa kita sampai pada sasaran yang kita kehendaki. 

Continue reading

ENAM TANTANGAN MENGUKUR KPI

Ketika berhadapan dengan strategi, kebanyakan perusahaan berhenti di tahap formulasi strategi lalu berharap tujuan yang ditetapkan akan tercapai dengan sendirinya. Tujuan apa pun sulit terwujud ketika kita tidak fokus dalam mencapainya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengubah cara kerjanya dengan segera menulis roadmap yang jelas dan dimonitor melalui suatu ekspresi yang terukur, yaitu Key Performance Indicators (KPI). 

KPI adalah ukuran kinerja yang dapat diukur dari waktu ke waktu untuk tujuan tertentu. Dalam mengelola kinerja, KPI merupakan ukuran yang umum digunakan, terutama oleh organisasi yang menganut Balanced Scorecard (BSC) sebagai alat manajemen strategisnya. KPI mampu memberikan fokus peningkatan strategis dan operasional, menciptakan dasar analitis untuk pengambilan keputusan, dan memberi fokus pada hal penting lainnya. Menurut Peter Drucker, “What gets measured gets managed,” – ini berarti, semua yang tertuang di KPI dapat dikelola dan mampu ditingkatkan. 

Di lain sisi, menjalankan KPI tidaklah mudah. Pada saat kita memiliki satu sasaran, sering kali ada beberapa pilihan KPI yang bisa menjadi alternatif ukuran keberhasilan sasaran tersebut, namun tidak semuanya relevan. Kedua, ada kalanya suatu KPI menjadi sulit diukur karena upaya pengumpulan datanya sangat mahal dan perusahaan memilih untuk tidak menggunakan KPI itu (contoh: market share). Ketiga, menentukan target KPI sangatlah tidak mudah karena target yang efektif adalah yang mampu meningkatkan motivasi, demikian sebaliknya sehingga kita harus sangat berhati-hati dalam menentukan target tersebut.

Berikut detail tantangan mengimplementasikan KPI dalam organisasi: 

  • Memilih indikator yang tepat.

    What’s the most matters to our organization?” merupakan pertanyaan terbesar untuk menentukan indikator yang tepat. Manakah indikator yang terpenting untuk mengukur peningkatan finansial? IDR Profit ataukah IDR Sales? Jika Anda menjawab IDR Profit, mungkin fokus Anda adalah mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Anda mungkin ingin menuliskan Objective: “Meningkatkan Profit”. Sebaliknya, jika menjawab IDR Sales, Anda memang mementingkan peningkatan penjualan sehingga pilihlah Objective: “Meningkatkan Penjualan”. Manakah dari kedua ini yang tepat bagi perusahaan? Jawabannya adalah yang paling relevan dengan kebutuhan perusahaan.

    Strategic Management Officer (SMO) atau unit apapun yang berperan untuk mengelola strategi perlu memastikan semua orang memahami Objective sehingga ada keselarasan. Setelah memahami Objective, masing-masing departemen akan lebih mudah menentukan KPI yang sesuai dan berkontribusi. Tanpa memahami apa yang dibutuhkan perusahaan, KPI yang keliru bisa saja menjadi pedoman selama satu tahun.

  • Mengumpulkan data.

    Untuk mengukur KPI dengan akurat, biasanya diperlukan pengumpulan data dari berbagai sumber. Sumber data KPI bisa melalui survei, ERP, operasi internal, laporan benchmark, dan sumber eksternal lainnya. Sering kali, pemilik KPI bekerja secara silo sehingga kesulitan mengakses data yang tidak dimiliki. Pengumpulan data mungkin memerlukan keterlibatan IT, pembelian data, dan mekanisme yang lama dan mahal. 

  • Target setting

    Target setting bersifat personal. Artinya, untuk mencapai target adalah kewajiban setiap anggotanya. Oleh karena itu, organisasi perlu memastikan bahwa target KPI yang berkontribusi tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Target yang terlalu tinggi membuat demoralisasi karyawannya. Karena dikaitkan dengan bonus, target yang nampak tidak mungkin tersebut bisa saja membuat karyawan ogah menggapainya. Sebaliknya, target yang rendah memang menggiurkan bagi karyawan, namun tidak berkontribusi bagi kemajuan organisasi. Target rendah yang setara dengan standar, sebaiknya tidak dimasukkan ke penilaian kinerja.

  • Menganalisis hasil KPI

    Tercapai atau tidaknya KPI akan menjadi percuma jika tidak dianalisis dengan baik. Tujuan utama menerapkan KPI adalah pembelajaran bagi organisasi. Jika organisasi tidak belajar apapun, penerapan KPI akan menjadi percuma karena organisasi tidak memahami bagaimana praktik yang terbaik untuk mencapai target.

    Selain itu, analisis KPI memberikan gambaran pertumbuhan organisasi dari waktu ke waktu. Analisis KPI bisnis membutuhkan pemahaman data yang dengan sangat baik, bagaimana mencampur, dan mencocokkan data dari sumber data yang berbeda. Selanjutnya, organisasi harus mampu menyimpulkan dan mengevaluasi alasan di balik keberhasilan dan kegagalan KPI untuk penetapan KPI di periode selanjutnya.

  • Mendokumentasikan KPI.

    Dokumentasi atau manual KPI adalah tentang menyusun informasi yang relevan mengenai indikator yang diberikan. Penting bagi organisasi untuk menginformasikan formula KPI yang telah disetujui. Dengan adanya dokumentasi, organisasi dapat mengelola pengetahuan (knowledge management), memastikan KPI dipahami, dan sebagai standar untuk dikomunikasikan. Organisasi besar umumnya lebih kesulitan mendokumentasikan KPI karena jumlah KPI personal yang banyak dan harus digabungkan. Untuk memudahkan, organisasi dapat membangun Strategic Management Office (SMO) yang akan membantu organisasi mengelola strategi. 

  • Visualisasi Data. 

    Visualisasi data akan memudahkan orang lain memahami KPI melalui tampilan garis atau grafik. Kegiatan ini adalah tantangan teknis setiap pemilik KPI, terutama bagi mereka yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi yang mendukung. Melalui tampilan visual, kenaikan dan penurunan akan langsung memberikan informasi yang akurat. Ini berarti, data-data yang didokumentasikan dalam KPI juga harus merupakan data yang benar dan berintegritas. 

Tidak mudah untuk menerapkan KPI, namun ini adalah beberapa saran kami atas kesulitan di atas. Pertama, kita harus memilih KPI yang relevan dengan sasarannya. Kedua, memilih KPI berdasarkan data yang sudah ada di dalam organisasi akan jauh lebih mudah dalam mengumpulkan data KPI. Ketiga, gunakan data kinerja yang ada sebagai baseline penentuan target KPI. Keempat, data KPI yang sudah dikumpulkan dari waktu ke waktu perlu divisualisasikan dalam sebuah grafik tren dan dianalisis kenaikan atau penurunannya. Kelima, setiap KPI memerlukan definisi formula perhitungannya sehingga tidak menimbulkan perselisihan di akhir periode KPI, apalagi ketika KPI dikaitkan dengan reward.

Referensi:
https://dashboardfox.com/blog/what-is-a-kpi-benefits-challenges-examples/
https://hbr.org/2010/10/what-cant-be-measured/ 
https://www.abtasty.com/blog/key-performance-indicator/
https://www.clicdata.com/kpi/analysis/
https://www.pdagroup.net/en/spotlight/challenges-that-keep-you-from-achieving-your-kpis
https://www.performancemagazine.org/why-use-kpi-documentation-forms/
https://www.qlik.com/us/kpi
https://www.rhythmsystems.com/blog/5-reasons-why-you-need-kpis-infographic
https://www.simplekpi.com/Blog/The-5-Essential-KPIs-Challenge
https://www.truesky.com/set-it-and-forget-it-overcoming-common-kpi-challenges/

OKR & KPI INTEGRATION

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKRKPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan)Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-upPendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulanDitinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key ResultsSetiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulanBerubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregangDidesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational)Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards)Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

     

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

TIPS MENGADOPSI OKR UNTUK STARTUP

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

PERAN MANAJEMEN DALAM KESUKSESAN IMPLEMENTASI OKR

Dalam menerapkan Objectives & Key Results (OKR), tentunya perusahaan ingin mendapatkan manfaat dengan semaksimal mungkin. Risiko kegagalan implementasi OKR dapat dikurangi dengan, salah satunya, menempatkan seseorang sebagai fasilitator OKR. Ia berperan sebagai pengawas, penghubung, dan pusat konsultasi OKR yang memerlukan bantuan. Lantas, pertanyaannya sekarang adalah “siapa yang paling cocok mengemban tugas ini?”

Posisi middle management (line manager) merupakan posisi yang direkomendasikan untuk menjadi Fasilitator OKR karena mereka dapat menjadi jembatan penghubung antara pemilik OKR dan top management. Pemilik OKR idealnya merupakan karyawan yang berada pada garis terdepan. Mereka memiliki pengalaman langsung dengan produk/jasa dan pelanggan. Jika ingin mengembangkan bisnis, karyawan garis depan tentu seharusnya memiliki inisiatif yang lebih kreatif dibandingkan pemimpin di tingkat top management. Sedangkan di tingkat top management, pemimpin harus memahami tujuan perusahaan sehingga dapat menilai apakah OKR karyawan sudah relevan. Untuk menjadi selaras, line manager-lah yang paling mungkin menyelaraskannya karena dapat memahami sudut pandang karyawan garis depan dan sekaligus visi yang ingin dicapai perusahaan secara keseluruhan. 

Berikut fungsi line manager yang dapat membantu mereka menjadi fasilitator OKR yang handal. 

Problem solving (Garicano, 2000). 

Problem solving adalah kompetensi yang diharapkan ada pada pemimpin. Idealnya, kemampuan ini juga diharapkan eksis bahkan hingga posisi karyawan garis depan, namun kenyataannya tidak semua karyawan garis depan memilikinya. Kemampuan problem solving wajib dimiliki karena line manager harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam mencapai OKR. 

Alur proses komunikasi (Rader,1992). 

Line manager berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara karyawan dan pemimpin senior karena berada di antara keduanya. Jika ingin OKR yang selaras, line manager harus aktif menghubungkan pekerjaan karyawan di garis depan dan sasaran perusahaan. Ini berarti bukan hanya tentang menyampaikan aspirasi top management, melainkan juga memastikan kebutuhan sumber daya di lapangan terpenuhi. Jika kebutuhan sumber daya belum terpenuhi, mereka wajib untuk memastikan pemenuhannya. 

Monitoring (Qian, 1994).

Qian (1994) menggambarkan fungsi line manager sebagai pengawas operasi harian karyawan. Peran line manager tidak hanya berhenti saat merumuskan dan menetapkan OKR. Untuk memastikan kemajuan dan pencapaian OKR, pemimpin perlu melakukan monitoring. Proses monitoring ini juga dapat berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan OKR sehingga jika terjadi penyimpangan dapat segera dikoreksi. 

Line manager menjadi posisi yang paling strategis untuk menjadi fasilitator OKR. Meski posisi ini ideal, peran sebagai fasilitator OKR pun juga dapat dijabat oleh karyawan yang menguasai kerangka kerja OKR dan memiliki kemampuan seperti line manager. Kuncinya bagi perusahaan adalah memberikan wewenang untuk para fasilitator ini agar dapat menjalankan perannya. Perlu digarisbawahi bahwa tercapainya objectives tetap menjadi tanggung jawab utama pemilik OKR. Oleh karena itu, kehadiran fasilitator hanya untuk mengawasi, mendukung komunikasi, dan memastikan OKR terimplementasi dengan baik. 

Referensi
https://www.glassdoor.com/blog/guide/middle-management/
https://www.perdoo.com/okr-guide/
https://ally.io/blog/why-your-okr-program-needs-leadership-buy-in/
https://titusng.com/2013/03/03/sun-tzus-five-characteristics-of-leaders/
https://www.csoonline.com/article/2137088/the-anatomy-of-leadership—a-sun-tzu-perspective.html
Garicano, Luis. 2000. Hierarchies and the organization of knowledge in production. Journal of Political Economy 108, no. 5:874-904.
Qian, Yingyi. 1994. Incentives and loss of control in an optimal hierarchy. Review of Eco- nomic Studies 61, no. 3:527-44.
Radner, Roy. 1992. Hierarchy: The economics of managing. Journal of Economic Litera- ture 30, no. 3:1382-415.

EFEKTIVITAS BISA DIPELAJARI

Apa yang perlu dilakukan oleh seorang eksekutif? Sebenarnya, menjadi efektif adalah pekerjaan seorang eksekutif. Akan tetapi, orang dengan tingkat efektivitas yang tinggi jarang ditemukan dalam jajaran eksekutif, tidak seperti orang cerdas, sering berimajinasi, dan memiliki pengetahuan yang tinggi. Ini artinya korelasi yang dimiliki antara keefektifan seseorang dengan kecerdasan, imajinasi, dan pengetahuannya itu kecil. Akan tetapi, yang membuat kecerdasan, imajinasi, dan pengetahuan menghasilkan output hanyalah efektifitas.

Perusahaan yang hebat membutuhkan eksekutif yang efektif. Mengapa? Karena efektivitas adalah teknologi khas pekerja pengetahuan (knowledge worker) dalam sebuah organisasi. Kian berjalannya perkembangan pasar, pekerja pengetahuan menjadi semakin penting karena mereka-lah yang menghasilkan pengetahuan, gagasan, dan informasi. Tugas pekerja pengetahuan adalah melakukan pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan pekerja manual, yaitu memberikan keefektifan.

Di balik identitasnya, seorang eksekutif memiliki realitas di mana eksekutif dibutuhkan untuk menggarap segala hal yang penting dengan memberi kontribusi dan hasil. Dia dituntut untuk memanfaatkan pengetahuannya untuk membuat keputusan yang lebih tepat dibandingkan orang lain. Namun, para eksekutif memiliki tekanan-tekanan yang membuat mereka sulit untuk membuat hasil atau kinerja yang optimal, antara lain:

  1. Waktu sang eksekutif cenderung menjadi milik semua orang
  2. Para eksekutif dipaksa terus “beroperasi”
  3. Dia terikat dengan organisasi sehingga ia hanya dapat menjadi efektif ketika orang lain memanfaatkan apa yang dikontribusikannya.

Efektivitas adalah sebuah kebiasaan yang terdiri dari latihan sederhana, namun sangat sulit dilakukan dengan baik jika tidak dilatih berulang-ulang tanpa henti. Oleh sebab itu, ada lima latihan esensial yang perlu dilakukan oleh eksekutif efektif:

  • Eksekutif efektif tahu ke mana perginya waktu mereka.
  • Berfokus pada kontribusi ke luar, di mana mereka berfokus lebih terhadap hasil dan bukan pada upaya.
  • Bersandar kepada kekuatan (strength) yang dimiliki oleh diri mereka sendiri, atasan, kolega, atau bahkan bawahan. Mereka tidak bersandar pada kelemahan.
  • Berkonsentrasi pada sedikit bidang utama (focus) di mana kinerja yang unggul akan memberikan hasil yang sangat memuaskan.
  • Membuat keputusan efektif yang selalu berdasarkan opini-opini yang saling bertentangan, bukannya konsensus atau fakta-fakta.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.