THE EMPLOYEE LIFE CYCLE

Sedikit karyawan yang menyangka bahwa mereka akan menghadapi situasi yang stagnan dalam dunia pekerjaan. Contohnya, banyak orang yang hanya merefleksikan apa yang mereka inginkan, bukan bagaimana seharusnya pekerjaan mereka dilaksanakan. Inilah kejadian yang sering dialami oleh karyawan di banyak perusahaan. Kejadian yang berulang kali dialami oleh karyawan di dalam dunia kerja inilah yang disebut sebagai employee life cycle.

Oleh karena itu, beberapa organisasi seperti LinkedIn melakukan hal yang sedikit berbeda untuk melihat pengalaman kerja dari sudut pandangan karyawan. Mereka membentuk dan mengadaptasi tingkatan life-cycle karyawan yang mereka namakan 4-box model.

Berikut ini adalah penjabaran 4-box model tersebut:

  • Eager Beaver – Anda baru saja mulai bekerja, sangat antusias, dan merasa mampu untuk melakukan segalanya.
  • Oh My – biasanya setelah enam bulan (atau lebih awal), Anda mulai buntu dan merasa bahwa pekerjaan tersebut bukanlah yang diharapkan atau pekerjaan tersebut terlalu besar dan membingungkan. Lalu merasa pekerjaan ini tidak cocok untuk Anda.
  • Okay, I’m Starting to Get It – Anda mulai bisa mengatasi masalah, menyelesaikan tugas dan proyek besar, dan menemukan suara Anda. Sekarang Anda merasa bahwa ini adalah memang untuk Anda.
  • Master – sekarang, Anda hampir terlalu bagus. Sebagai hasilnya, Anda akan sedikit bosan dan jenuh dengan pekerjaan yang Anda lakukan. Mungkin Anda akan mulai untuk melihat kepada peluang lain di luar perusahaan.

LinkedIn yakin dan sangat percaya bahwa manajer bisa menuntun karyawan untuk melewati keempat area ini, terutama Oh My!  Secara ideal, Anda seharusnya berada di keempat box ini. Jika Anda mendapati sedang tertahan di satu area seperti Master, maka itu adalah urusan Anda untuk berbicara dengan manajer atau seseorang yang mampu membawa Anda kembali kepada Eager Beaver. Manajer yang baik akan mengerti saat Anda sedang kesusahan dan membantu Anda. Mereka akan memberikan semangat, selalu mengingatkan apa kelebihan Anda, dan juga memberi tahu bahwa mereka yakin Anda bisa melakukannya.

Life cycle ini sangat bagus ketika organisasi beroperasi seperti mesin yang dilumasi dengan sempurna, di mana semuanya melalui proses dan melakukan hal yang sama. Ini bukanlah bagaimana pekerjaan diselesaikan, namun berupa life cycle yang sudah menyiratkan momen-momen tertentu. Oleh karena itu, life cycle setiap karyawan dalam perusahaan perlu untuk diperhatikan, agar para karyawan selalu termotivasi untuk melakukan setiap pekerjaan yang diberikan.

 

Referensi:
Morgan, J. (2017). The employee experience advantage: How to win the war for talent by giving employees the workspaces they want, the tools they need, and a culture they can celebrate. New Jersey: John Wiley & Sons.
McQueenFollowVice, N., & McQueenVice, N. (n.d.). From Eager Beaver to Master – Part 2. Retrieved from https://www.linkedin.com/pulse/from-eager-beaver-master-part-2-nina-mcqueen

EVOLUSI PERUSAHAAN DALAM MEMPERLAKUKAN KARYAWAN

Perusahaan akan menghadapi war of talent yang semakin menantang. Konsultan Human Resource, Korn Ferry melaporkan dalam Global Talent Crunch 2019, Indonesia akan mengalami kekurangan tenaga kerja sebesar 18 juta orang di tahun 2030 akibat talent mismatch, yaitu ketidaksesuaian keterampilan yang dimiliki calon karyawan dengan keterampilan yang diperlukan perusahaan. Akan semakin sulit untuk menemukan dan mempertahankan karyawan dengan talenta terbaik.

Sebagai langkah mempersiapkan diri, perusahaan perlu memulai memikirkan bagaimana strategi terkait karyawannya. Dalam buku The Employee Experience Advantage, Jacob Morgan memaparkan evolusi praktik manajemen, tentang cara perusahaan memperlakukan karyawan.

  1. Utility
    Asumsi yang mendasari pandangan ini adalah perusahaan memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan, sedangkan karyawan memiliki keterampilan yang diperlukan perusahaan. Itulah sebabnya karyawan bekerja di perusahaan. Hubungan yang terjadi intinya adalah utilitas/ manfaat. Perusahaan menangani karyawan dengan pandangan: “Apa yang karyawan perlukan untuk bekerja?”
  1. Productivity

    Manajer menggunakan stopwatch untuk mengukur kecepatan karyawan menyelesaikan suatu tugas. Hal ini dilakukan demi meningkatkan produktivitas dan output. Perusahaan melihat karyawan dengan pandangan: “Apa yang karyawan perlukan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik?”

  1. Engagement

    Tahapan yang cukup radikal dibandingkan tahapan sebelumnya. Mulai ada kepedulian pada karyawan. Pemikirannya, manajemen perlu memerhatikan apa yang karyawan pedulikan dan hargai. Ditemukan bahwa karyawan yang engaged memberikan performa yang lebih baik. Cara pandang terhadap karyawan: “Bagaimana membuat karyawan bahagia sehingga performa mereka lebih baik?”

  1. Experience

    Di tahap experience, manajemen menyadari employee experience yang baik akan menghasilkan engagement. Dalam kata-kata Jacob Morgan, employee experience secara sederhana adalah “mendesain perusahaan yang ingin didatangi karyawan dengan berfokus pada budaya, teknologi, dan lingkungan fisik.“ Pandangan manajemen adalah “Bagaimana menjadikan perusahaan sebagai tempat yang ingin karyawan datangi dan bukan tempat karyawan diharuskan untuk datang?”

Perusahaan yang sudah unggul dalam ketiga aspek yang disebutkan Morgan di tahap experience disebut Experiential Organization. Saat dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memerhatikan ketiga aspek ini sama sekali atau disebut nonExperiential Organization, Jacob Morgan menemukan Experiential Organization memiliki jumlah karyawan 20% lebih sedikit, turnover 40% lebih rendah, dan pendapatan per karyawan empat kali lebih tinggi, serta rata-rata profit 4.2 kali lebih tinggi.

Pada tahap evolusi manakah perusahaan Anda saat ini? Untuk tetap kompetitif di tengah war of talent, perlu diambil langkah strategis untuk berevolusi ke tahapan yang lebih tinggi dengan memikirkan dan merancang dengan sungguh-sungguh budaya, teknologi, dan lingkungan fisik perusahaan.

 

Referensi:
Korn Ferry. (2018). The Global Talent Crunch (Future of Work).
Morgan, J. (2017). The employee experience advantage: How to win the war for talent by giving employees the workspaces they want, the tools they need, and a culture they can celebrate. New Jersey: John Wiley & Sons.