Transformasi OKR dengan Menggunakan Leading Indicators

Belakangan ini, banyak perusahaan startup menggunakan OKR dengan tujuan agar mereka menjadi lebih agile, sesuai dengan tuntutan ekosistemnya. Selain karena kerangka waktunya yang relatif pendek, perusahaan juga lebih fleksibel dalam mengganti indikator OKR jika dinilai kurang berkontribusi dalam pencapaian objective. Di sisi lain, sifat agile OKR tidak dapat dicapai jika indikator yang digunakan kurang responsif dan kaku. Oleh karena itu, OKR perlu menggunakan indikator yang tepat, yaitu fleksibel dan juga dapat memprediksi masa depan. Inilah yang dikenal dengan sebutan leading indicator, yaitu ukuran yang perlu dimonitor untuk mencapai sasaran masa depan yang terukur (lagging).

Leading Indicators vs Lagging Indicators

Selain leading indicators, terdapat indikator lainnya yang disebut sebagai lagging indicators, yaitu indikator yang menunjukkan keadaan bisnis saat ini. Sebagai contoh, pada umumnya perusahaan menggunakan ukuran seperti pendapatan dan profit untuk menggambarkan kemajuan bisnisnya. Metrik ini dikenal sebagai lagging indicators karena dapat menggambarkan dampak atau akibat dari aksi yang telah dilakukan dan sifatnya tidak langsung (lag). Selain menggunakan lagging indicators, perusahaab perlu ukuran lain yang dapat memastikan ukuran lagging ini tercapai. Inilah yang kita sebut leading indicator.

Lebih lanjut, perbedaan antara leading indicators dan lagging indicators dapat dilihat pada tabel berikut:

Leading Indicators Lagging Indicators
Prediktor atas kesuksesan masa depan Hasil yang sudah pasti dari masa lalu
Tidak mudah diidentifikasi Lebih mudah diidentifikasi
Responsif terhadap aksi tim Tidak responsif terhadap aksi tim
Lebih taktis untuk mengubah keadaan Sulit mengubah keadaan

Identifikasi Leading Indicators untuk Tim

Meski secara teori leading indicators dan lagging indicators terlihat mudah dibedakan, praktiknya indikator ini sangat tergantung pada konteks yang berada dalam organisasi. Misalkan, perusahaan mungkin menggunakan metrik Net Promotor Score (NPS) sebagai lagging indicators untuk sasaran inovasi produk, namun juga sebagai leading indicators untuk sasaran efektivitas pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi leading indicators yang tepat untuk timnya.

Jika, mengacu pada systemic flow analysis (SFA), leading indicators terdapat pada metrik input, process, serta sebagian output. Di sisi lain, sebagian metrik output dan outcome merupakan metrik yang pada umumnya digunakan untuk menggambarkan lagging indicators. Di sisi lain, perusahaan juga perlu berhati-hati dalam memilih leading indicators. Jangan sampai metrik dipilih secara asal hanya karena secara teknik metrik tersebut merupakan leading indicators, sebaliknya perusahaan perlu benar-benar menganalisa apakah metrik tersebut berkontribusi pada lagging indicators yang memiliki dampak lebih besar bagi bisnis.

Selain dengan SFA, perusahaan juga dapat menggunakan pertanyaan yang dapat menuntun mereka dalam mengidentifikasi leading indicators. Perusahaan perlu memperluas cara berpikirnya dan cari tahu melebihi apa yang ingin dicapai dari perubahan yang hendak dilaksanakan. Tanyakan “WHY” – mengapa mengejar outcome dari lagging indicators menjadi penting? Apa saja dampak-dampak yang hendak dicapai? Selanjutnya, tanyakan juga “WHAT” – tahap apa saja yang perlu dilakukan sebelum lagging indicators tercapai?

 Berikut merupakan contoh leading dan lagging indicators dari sasaran efektivitas pemasaran:

Leading Indicators yang Berguna

Setelah menggunakan SFA, perusahaan akan mendapatkan daftar serangkaian leading indicators yang berkontibusi bagi lagging indicators. Meski demikian, tidak semua leading indicators yang telah diidentifikasi dapat digunakan untuk OKR. Perusahan perlu memilih leading indicators yang benar-benar berguna bagi mereka. Agar dapat menentukan leading indicators yang berguna, perusahaan perlu memperhatikan apakah: (1) Leading indicators secara langsung terkait dengan aksi tim; (2) Secara jelas berkontribusi dan memprediksi kesuksesan di masa depan; serta (3) Dapat diubah secara terus menerus di sepanjang siklus OKR.

Menggunakan metrik outcome pada OKR memang memberikan manfaat, namun tidak dapat secara otomatis membawa tim untuk membuat dan mengukur kesuksesan. Tim secara sadar perlu mendiskusikan apakah metrik yang digunakan sudah tepat dan mewakili leading indicators untuk menjadi Key Results mereka. Jangan sampai OKR yang ada hanya mewakili lagging indicators, namun tidak dapat disesuaikan ketika keadaan memaksa untuk berubah. Dengan memprioritaskan penggunaan leading indicators, perusahaan dapat menghindari keputusan yang terhambat karena lagging indicators serta dapat meningkatkan pekerjaan yang dilakukan saat ini.

 

Referensi:

Herbig, T. (2022). Transforming OKRs with Leading Indicators. [Video]. From Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=BG_UNMgzAkI
Watts, S. (2019). Leading vs Lagging Indicators: What’s the Differences? From BMC https://www.bmc.com/blogs/leading-vs-lagging-indicators/

MENGENAL INTEGRATED STRATEGY EXECUTION (ISE)

Strategic Initiatives merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan khusus yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu yang terukur, untuk mencapai sasaran strategis yang telah dicanangkan. Berbeda dengan aktivitas rutin operasional yang biasanya tercantum dalam job description, Strategic Initiatives lebih bersifat proyek-proyek kerja (ad-hoc) yang memberikan dampak yang signifikan terhadap pencapaian sasaran strategis perusahaan.

Namun pada kenyataannya, banyak perusahaan tidak dapat mengeksekusi Strategic Initiatives dengan optimal karena beberapa alasan seperti:

  1. Tidak adanya penanggung jawab kerja atau orang yang kompeten untuk memfasilitasi pembuatan strategi dan implementasinya
  2. Tidak ada proses penyelarasan
  3. Tidak ada visi dan arahan yang jelas
  4. Tidak ada reward system yang mendukung
  5. Tidak ada proses pembelajaran/ evaluasi

Selain itu, pemahaman atas tingkat keberhasilan serta hambatan-hambatan yang berpotensi untuk menghambat keberhasilan dari pelaksanaan Strategic Initiatives juga menjadi faktor yang penting dan harus diidentifikasi dengan baik, agar Perusahaan dapat menentukan tindak lanjut yang perlu diambil untuk mengoptimalkan keberhasilan pencapaian Strategic Initiatives.

Untuk itu, ketika Strategic Initiatives akan dieksekusi, diperlukan suatu kerangka kerja yang komprehensif, agar dapat menentukan prioritas kerja, rencana pelaksanaan, serta pengidentifikasian setiap potensi hambatan.  Dalam hal ini, kerangka kerja Integrated Strategy Execution (ISE), menjadi alat yang efektif untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut di atas. Kerangka kerja ISE bekerja dengan metode:

  1. Mengidentifikasi sasaran kunci penentu keberhasilan (Success Factor) untuk mencapai sasaran strategis Perusahaan
  2. Membuat inisiatif yang harus dicapai untuk mencapai Success Factor, serta menentukan outcome dari inisiatif tersebut
  3. Mengembangkan rencana tindakan dan mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan
  4. Mengidentifikasi risiko dan mengembangkan rencana kontingensi

Kunci dari keberhasilan ISE adalah spesifik dan terukur, oleh karenanya, kembangkan setiap bagian pada kerangka kerja ISE dengan terstruktur dan terukur. Langkah selanjutnya, lakukan peninjauan secara berkala untuk memantau progres rencana kerja pada ISE, sehingga Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam upaya mencapai Sasaran Strategis yang ingin dicapai.

MENGENAL STRATEGIC INITIATIVE

Ketika mengeksekusi strategi, umumnya strategic initiative atau inisiatif strategislah yang dieksekusi oleh manajemen perusahaan. Inisiatif strategi (atau disebut dengan proyek) merupakan serangkaian aktivitas yang perlu dilakukan untuk memberikan dampak yang signifikan terkait pencapaian objective, yang diselesaikan dalam jangka waktu tertentu (biasanya maksimal satu tahun), baik di tingkat organisasi, divisi, maupun departemen. Meski terkait dengan tenggat waktu, inisiatif strategis bukan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu, melainkan juga melibatkan kolaborasi lintas fungsi atau organisasi bahkan, anggaran atau sumber daya lainnya, hasil yang diharapkan, serta terkait dengan penyusunan rencana aksi.

Tujuan Strategic Initiative

Pada umumnya, orang awam mengenal strategic initiative hanya sebagai proyek. Berbeda dengan proyek perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), strategic initiative benar-benar didesain untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai. Perusahaan menggunakan inisiatif strategis untuk beberapa tujuan, seperti:

1. Mencapai sasaran yang mulia (noble)

Inisiatif strategis dirumuskan dengan tujuan mencapai sasaran strategis. Oleh karena itu, inisiatif strategis didesain untuk mencapai sasaran di tingkat organisasi, bukan hanya untuk departemen tertentu.

2. Dijadikan sebagai solusi hipotesis untuk mencapai tujuan strategis

Keputusan dalam menentukan inisiatif strategis telah melalui diskusi, metodologi, dan pertimbangan manajerial. Oleh karena itu, dengan mencapai inisiatif strategis secara bertahap perusahaan dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sejak awal.

3. Menutup kesenjangan antara target dan kinerja saat ini

Ketika aktivitas operasional sudah tidak lagi memberikan target yang diharapkan, perusahaan dapat menggunakan inisiatif strategis untuk membantu karyawan mencapai dan meningkatkan target yang telah ditetapkan. Dengan melakukan suatu hal secara berbeda, harapannya juga memberikan hasil yang berbeda.

4. Membantu para pimpinan untuk membuat kerangka kerja yang baru

Terkait dengan sasaran strategis yang relevan dengan situasi internal dan eksternal organisasi, implementasi inisiatif strategis dapat memberikan kerangka kerja yang baru. Proses internal yang sudah usang dapat diganti dengan menggunakan inisiatif strategis yang lebih sesuai. Lebih lanjut, inisiatif strategis juga dapat memberikan kontribusi bagi inovasi perusahaan.

(BACA JUGA: STRATEGI SUKSES MENGGUNAKAN SWOT)

5. Fokus pada proyek-proyek yang agile dan terukur

Pada umumnya, di setiap rapat strategi tahunan perusahaan akan memiliki daftar proyek yang perlu dikerjakan. Dengan memiliki konsep inisiatif strategis yang benar, perusahaan dapat memprioritaskan proyek yang benar-benar berkontribusi pada pencapaian sasaran strategis. Dalam hal ini, perusahaan dapat memilih proyek yang agile agar dapat secara cepat dievaluasi dan memberikan hasil.

Elemen Strategic Initiative    

Jika hendak memahami strategic initiative lebih mendalam, perusahaan perlu mengetahui apa saja elemen yang terkandung di dalamnya. Secara berurutan, elemen tersebut antara lain:

1. Measurable Outcome

Melalui strategic initiative, tentunya perusahaan ingin mencapai sasaran-sasaran yang terukur, yaitu outcome. Untuk menetapkan outcome, perusahaan dapat menggunakan kerangka S.M.A.R.T., yaitu Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound. Setelah menentukan outcome, perusahaan juga dapat memperoleh beberapa alternatif Key Performance Indicators (KPI).

2. Action Plan

Sama halnya seperti proyek, strategic initiative juga harus memiliki daftar aktivitas yang jelas. Rencana ini dituliskan secara berurutan sehingga dapat menggambarkan tahapan tindakan yang nyata untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Inilah tahapan eksekusi strategi yang akan terjadi!

3. Output

Di setiap akhir aktivitas, harus ada output yang bisa dimonitor sebagai ukuran kualitas pelaksanaan rencana tindakan tersebut.

4. Time Frame

Setiap aktivitas yang dilakukan harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Saat menuliskan action plan, tim dapat mencantumkan tanggal berakhirnya masing-masing aktivitas. Penggunaan time frame dapat menjaga strategic initiative tetap konsisten terlaksana dan terselesaikan dalam waktu maksimal satu tahun.

5. Team

Strategic initiative dapat dikerjakan secara lintas departemen sehingga memungkinkan terjadinya kolaborasi antardepartemen. Oleh karena itu, untuk masing-masing aktivitas dapat ditunjuk siapa yang bertanggung jawab atas selesainya rencana tindakan (PIC / Person in Charge).

6. Budget

Setiap strategic initiative harus memiliki rencana dan perhitungan anggaran yang jelas untuk setiap aktivitas. Jika tidak membutuhkan anggaran, tim dapat memberikan angka “nol (0)” pada aktivitas yang bersangkutan.

Kesuksesan formulai dan eksekusi strategi terletak pada pembuatan dan pelaksanaan strategic initiative yang spesifik, terukur, serta berkontribusi pada tujuan secara keseluruhan. Setelah menentukan strategic initiative yang tepat, tim dapat lebih percaya diri menjalankan strategi yang telah disusun serta memonitor perkembangannya.

Menyelaraskan Tujuan dengan Kerangka Kerja V2MOM

Tantangan terbesar bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah menyelaraskan visi pimpinan dan karyawan. Pada umumnya, pemimpin mengalami kesulitan untuk menyampaikan maksud yang diinginkannya. Di sisi lain, karyawan juga sulit menerjemahkan keinginan tersebut dalam aksi kerja yang nyata. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan solusi yang dapat membantu mereka menyelaraskan tujuan. V2MOM merupakan salah satu kerangka kerja yang mampu membantu perusahaan dalam hal ini.

V2MOM adalah singkatan dari Vision, Values, Methods, Obstacles, dan Measures. Kerangka kerja ini memiliki premis bahwa adalah penting untuk menyelaraskan tindakan sehari-hari dengan aspirasi jangka panjang, sembari meningkatkan transparansi bisnis (Mitsis, 2022). Berikut penjelasan detail mengenai kerangka kerja V2MOM:

VISION

Visi merupakan tujuan ke depan yang hendak dicapai perusahaan. Beberapa orang mendefinisikan visi sebagai “WHY”, namun visi di sini bukan tentang masa lalu, melainkan tentang masa depan. Visi harus mewakili keinginan yang inspirasional dan mulia. Oleh karena itu, hindari keinginan untuk menuliskan angka, target, fitur produk, dan lain sebagainya saat menentukannya.

Beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam mendefinisikan visi, seperti:

  • Seperti apa keadaan ideal organisasi di masa mendatang?
  • Apa outcome ideal yang ingin kita capai?

VALUES

Pikirkan apa saja prinsip dan nilai yang dapat membantu perusahaan atau tim untuk mencapai visi. Dalam kerangka kerja V2MOM, value adalah panduan atau pedoman untuk bertindak. Jika perusahaan hendak menentukan value, cobalah untuk mengumpulkan feedback tentang apa yang penting bagi individu dan terkait dengan kepentingan perusahaan. Kumpulkan wawasan tersebut, buat daftar, serta prioritaskan nilai-nilai yang paling memberikan dampak dalam mencapai visi.

METHODS

Bagian ini merupakan hal yang paling penting dari kerangka kerja V2MOM, namun jarang diperhatikan. Methods adalah tentang cara untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Pada umumnya, bagian ini berisikan rencana aksi dan langkah taktis yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Intinya, apapun opsi yang dipilih, perusahaan perlu memiliki objective dan inisiatif strategis selama proses perencanaan. Oleh karena itu, perusahaan juga dapat menggunakan kerangka kerja OKR untuk melengkapi bagian ini.

(BACA JUGA: BAGAIMANA MENJALANKAN OKR DENGAN BENAR)

OBSTACLES

Kelebihan kerangka kerja V2MOM terdapat pada bagian obstacles. Pada bagian ini, perusahaan memetakan hambatan atau tantangan apa yang akan dialami. Dengan meramalkan kemungkinan hambatan, perusahaan dapat mengambil langkah proaktif dan mempersiapkan rencana kontingensi sebelum hambatan tersebut terjadi. Langkah proaktif dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan sumber daya cadangan dan juga dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memiliki dampak terhadap tujuan.

MEASURES

Bagian measures memastikan sejauh mana visi yang telah ditetapkan tercapai. Pada bagian ini, perusahaan perlu mengumpulkan data untuk mengukur kemajuan. Untuk memudahkan proses pengukuran, perusahaan perlu menerjemahkan setiap kemajuan menjadi angka. Jika perusahaan menggunakan OKR sebagai metode dalam kerangka ini, maka measures dapat ditentukan dengan menggunakan Key Results (KR).

 

Untuk memastikan kesuksesan implementasi V2MOM, perusahaan perlu mengerjakan kerangka tersebut secara berurutan. Dimulai dari menentukan visi hingga menentukan ukuran yang tepat untuk mencapainya. Perusahaan dapat mengajak karyawannya untuk berkolaborasi dalam mencapai visinya sehingga dapat bergerak cepat dalam lingkungan yang berubah maupun di saat krisis.

 

Referensi:

Benioff, M. (2020, May 1). Create Strategic Company Alignment With a V2MOM. From Salesforce: https://www.salesforce.com/blog/how-to-create-alignment-within-your-company/
Bolden-Barrett, V. (2021, Apr 3). A Guide to Using the V2MOM Goal-Setting Model. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/a-guide-to-using-the-v2mom-goal-setting-model/
Mitsis, C. (2022, Nov 1). The V2MOM: Overview, How to Use It. Retrieved form Cascade: https://www.cascade.app/blog/the-v2mom-framework
Preuss, M. (2018, July, 12). V2MOM: Salesforce’s Secret & Why it Works. From Visible Blog: https://visible.vc/blog/v2mom-salesforce/
Zenefits Team. (2021, Feb 26). How to Set Effective Goals for Your Company, Team, and Self. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/how-to-set-effective-goals-for-your-company-team-and-self/

Mengapa OKR Sulit Diterapkan?

Perusahaan pada umumnya mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan Objective and Key Results (OKR) dengan harapan dapat segera menerapkannya setelah pelatihan berakhir. Pada kenyataannya, penerapan OKR tidak dapat sukses hanya dalam semalam, sebaliknya perusahaan perlu memandang OKR sebagai bagian dari Change Management. Ini artinya, diperlukan beberapa pergeseran pola pikir dan sudut pandang yang sesuai dalam menerapkan OKR.

Berikut beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan OKR:

1. Memperkenalkan OKR sebagai obat yang mujarab.

Perusahaan yang hendak menerapkan OKR untuk pertama kalinya cenderung mempromosikan OKR secara berlebihan. Di sisi lain, memang betul bahwa terdapat perusahaan-perusahaan besar yang sukses berkat bantuan OKR, namun kesuksesan itu tidak terjadi dalam waktu semalam. Daripada memberikan janji-janji manis, OKR seharusnya dikenalkan sebagai sayuran – meski terasa tidak nyaman pada awalnya, namun diperlukan untuk memastikan pertumbuhan perusahaan.

 

2. Terburu-buru dalam proses menetapkan OKR.

Goal-setting dengan menggunakan OKR tidak dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 1-2 jam saja. Bahkan, untuk menetapkan Objective yang paling relevan dan prioritas juga membutuhkan waktu berpikir yang tidak sedikit. Kesalahan ini sering terjadi karena perusahaan merasa kesulitan memikirkan OKR apa yang tepat bagi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika baru pertama kali menerapkan OKR, perusahaan perlu mengambil lebih banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi dalam menentukan Objective serta Key Results yang tepat.

 

3. Menggunakan OKR untuk mengukur semua hal.

OKR adalah alat yang tepat untuk memastikan pertumbuhan, namun jangan gunakan OKR untuk mengukur hal-hal yang tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan. Perusahaan dapat menggunakan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur hal-hal lainnya yang tidak diukur dalam OKR. Bayangkan OKR seperti peta perjalanan yang memandu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian, bayangkan perusahaan seperti mobil yang membawa kita mencapai tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa perjalanan berjalan dengan lancar, perusahaan dapat menggunakan KPI sebagai dashboard mobil yang memberi tahu kita tentang kondisi perusahaan secara keseluruhan. Dengan kata lain, OKR dan KPI dapat dimanfaatkan secara bersamaan untuk memastikan bahwa strategi dapat terimplementasi dengan baik.

 

4. Memberikan seluruh tanggung jawab pada departemen SDM untuk menjadi pemimpin OKR.

OKR memberikan manfaat secara strategis bagi perusahaan sehingga peran utama dalam menjalankan OKR seharusnya dipegang oleh pimpinan tertinggi atau CEO. Hal ini dikarenakan pemimpin perusahaanlah yang memiliki visi dan arah yang dapat membawa perusahaan berkembang. Departemen SDM dapat berperan dalam aktivitas operasional penerapan OKR tersebut, seperti memastikan checklist OKR, memberikan pelatihan seputar OKR bagi karyawan baru, merekap data kemajuan OKR dari setiap divisi, dan lain sebagainya.

 

5. Memberikan informasi terlalu banyak tentang OKR.

Pada esensinya, memperkenalkan OKR adalah seperti melaksanakan Change Management. OKR dapat memaksa karyawan untuk mengadopsi pola pikir yang baru dan keluar dari zona nyaman mereka. Oleh karena itu, seperti Change Management pada umumnya, perusahaan perlu memperkenalkan OKR secara bertahap dengan lebih sederhana.

 

6. Terjebak dalam istilah “stretch goal.

Jika perusahaan baru pertama kali menerapkan OKR, maka jangan paksakan seluruh karyawan untuk berambisi tinggi. Seperti pada poin pertama, kenalkan OKR sebagai sayuran – meski tidak enak, namun menyehatkan bagi kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Pandu setiap karyawan untuk memiliki Objective dalam lingkup pekerjaannya dan pastikan juga agar mereka mengetahui Key Results apa saja yang dapat mencapai keberhasilan Objective tersebut. Semakin banyak OKR dicapai, semakin terbiasa pula karyawan dalam menerapkan OKR.

 

7. Memperlakukan OKR dengan kaku.

Beberapa perusahaan memberikan guideline untuk menerapkan OKR, termasuk perusahaan yang sukses, seperti Google. Di sisi lain, jika serta-merta menyalin guideline tersebut dan menerapkannya di perusahaan, bisa jadi akan tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dalam guideline Google, sasaran ditetapkan tiga kali lebih tinggi dari target yang dapat dibayangkan. Aturan ini belum tentu dapat diterapkan di perusahaan start-up, seperti Gojek. Untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaannya, Gojek mengalikan target sepuluh kali lebih tinggi dari yang dapat dibayangkan.

Apakah berarti perusahaan Anda perlu sama persis dengan Google atau Gojek? Jawabannya, tidak. Semua ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebijakan manajemen perusahaan.

 

Penerapan OKR bukan tentang mengumpulkan best practice, melainkan tentang menemukan praktik terbaik yang sesuai dengan perusahaan Anda. Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan OKR secara bertahap untuk membantu karyawannya beradaptasi dan memahami esensi OKR secara tepat. Setelah semua orang terbiasa menerapkan OKR dengan benar, barulah perusahaan dapat secara bertahap merenggangkan Objective menjadi lebih ambisius.

 

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/theory-vs-reality-in-okr/
https://www.youtube.com/watch?v=6lz_oN1jCTU

OKR Case Study: GOJEK

Objective & Key Results (OKR) merupakan alat manajemen strategis yang berorientasi pada tindakan/aksi. Kerangka kerja ini populer di kalangan start-up karena OKR mendorong perusahaan untuk fokus pada pertumbuhan. Ada beberapa contoh bisnis di dunia yang berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan menggunakan OKR, salah satunya adalah Swipely. Tidak hanya menggunakan OKR sebagai sistem penetapan tujuan, perusahaan ini juga menggunakan OKR sebagai alat komunikasi yang mempersatukan perusahaan dan meningkatkan proses bisnis mereka. Dengan pergeseran secara fundamental dan penerapan OKR, perusahaan ini mampu mencapai angka penjualan sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat.

Continue reading

Pergeseran Paradigma Manajemen dengan Penerapan OKR

Penggunaan kerangka kerja Objective & Key Results (OKR) sebagai alat strategi di masa pandemi atau pada start-up telah memberikan paradigma yang berbeda bagi perusahaan yang menerapkannya. Lebih dari sekadar alat atau metode, OKR menghadirkan cara pandang baru terhadap manajemen strategis dan kinerja. Bagaimana OKR menggeser paradigma dalam manajemen?

Manajemen Strategik yang lebih Agile

Pengambilan keputusan dalam manajemen strategi dimulai dari pendekatan ilmiah atau prosedur formal, prediksi, preskripsi, membandingkan dengan best practice, hingga mengujinya di tingkat skenario bisnis yang lebih kecil. Praktik mengelola strategi seperti ini biasanya memakan waktu panjang, bahkan memerlukan tiga hingga empat bulan dalam menyusun perencanaan strategis yang lengkap. Hasil survei Tim Cascade (2020), menyatakan bahwa 98% pemimpin setuju bahwa implementasi strategi membutuhkan lebih banyak waktu dari perencanaannya, namun hanya 2% pemimpin yang yakin dapat mencapai tujuan organisasinya.

Tampilan dan formula OKR yang lebih sederhana membuat organisasi yang menerapkannya lebih mudah memahami dan mengimplementasi OKR, bahkan hingga di tingkat paling bawah. Dengan OKR, kita tidak perlu melalui semua prosedur manajemen strategik yang berjenjang karena kita sudah bisa menyusun OKR melalui pernyataan misi organisasi saja. Juga, dengan gaya penulisan OKR yang sederhana: Saya akan (Objective) yang diukur dengan (set of Key Results), penerapan OKR lebih berorientasi pada aksi daripada wacana. Inilah yang mendorong OKR lebih gesit (agile) dalam mengeksekusi strategi.

Mengutamakan Transparansi, Empati, dan STRETCH

OKR dapat membuat organisasi secara ekstrem mempraktikkan transparansi karena perlu menyatukan harapan, impian, dan ketakutan setiap orang dalam organisasi. Setiap departemen mungkin memiliki aspirasi yang berbeda-beda dalam memajukan departemen dan pekerjaannya, tetapi top management perlu menyatukan perbedaan tersebut sehingga tidak merugikan departemen lainnya. Dengan adanya keterbukaan, diharapkan orang dapat menyelaraskan aspirasi pribadinya dengan aspirasi kelompok dan organisasi.

Saat menerapkan OKR, menurut Andy Grove, organisasi tidak boleh menyia-nyiakan mereka yang introver.  Karyawan yang introver mungkin lebih memilih bekerja di balik layar dan tidak menonjol, namun sebenarnya mereka merupakan pemecah masalah yang cepat, objektif, sistematis, dan permanen. Orang-orang ini dibutuhkan untuk menghadapi masalah tanpa menyerang pihak lainnya dan bebas politik sehingga dapat membuat keputusan yang lebih cepat, sehat, dan kolektif. Untuk memberdayakan orang tipe ini, dibutuhkan empati sehingga organisasi dapat menavigasi dan mendorong mereka terlibat dalam pelaksanaan OKR.

Dengan semangat OKR untuk mencapai sasaran yang stretch, organisasi secara keseluruhan dilatih agar dapat menerima kegagalan, yaitu elemen penting dalam continuous improvement. Objektif sendiri perlu ditetapkan setinggi mungkin agar pengguna OKR dapat dengan kreatif membuat inisiatif dan pembelajaran untuk mencapainya. Di sisi lain, sifat OKR yang fleksibel memungkinkan departemen untuk segera mengganti objektif jika tidak memenuhi objektif organisasinya.

CEO sebagai penggerak utama Change Management

Selama ini, HR bertanggung jawab atas inisiatif Change Management. Dengan diterapkannya OKR, eksekutif diingatkan kembali akan perannya sebagai role model yang harus menunjukkan komitmen terhadap penerapan OKR tersebut. Perubahan ini turut memaksa Top Management untuk mempersiapkan sistem yang memfasilitasi OKR, yang meliputi Conversation, Feedback, dan Recognition.

Dengan sering melaksanakan OKR review, terdapat manfaat percakapan dalam menavigasi aspirasi pribadi dan potensi setiap karyawannya. Lebih lanjut, pemimpin juga dapat meningkatkan hubungannya dengan karyawan melalui percakapan kinerja yang lebih intensif. Selain itu, weekly check in yang dilaksanakan untuk memonitor OKR juga dapat memberikan kesempatan setiap orang untuk memberikan umpan balik.

Dalam pelaksanaan OKR, tidak disarankan untuk mengaitkan metode ini dengan bonus, namun organisasi dapat memberikan penghargaan dalam bentuk lainnya. Salah satunya adalah dengan merayakan pencapaian suatu target. Dengan tingginya penetapan target OKR, pencapaian di angka 60%-70% saja sudah sangat bagus. Oleh karena itu, jangan sampai organisasi tidak merayakan keberhasilan pencapaian ini, sekecil apapun.

Menyesuaikan OKR dengan Kebutuhan Organisasi

Salah satu keunggulan menggunakan OKR adalah fleksibilitasnya. Selama ini organisasi kesulitan menyesuaikan diri dengan framework strategi yang mungkin tidak relevan dalam mencapai tujuannya, tetapi OKR memberikan kemudahan untuk dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini dikarenakan OKR menekankan batasan objektif dan key results-nya sehingga eksekusi strategi lebih terfokus pada prioritas saat ini.

Di sisi lain, OKR dapat berevolusi bersama dengan organisasi. Saat pertama kali Google menerapkan OKR, Larry Page dan Sergey Brin menetapkan sasaran OKR untuk tiga bulanan. Selanjutnya, organisasi ini menambahkan sasaran tahunan agar semua karyawan, dari teknisi hingga CEO, bekerja secara bersamaan dalam mencapai sasaran jangka pendek dan ekspektasi jangka panjang. Sundar Pichai, kepala Google, bahkan hanya mengizinkan karyawannya fokus pada satu sasaran pada satu waktu tertentu.

OKR bukan untuk “Business as Usual

OKR lebih efektif digunakan dalam mencapai objektif yang diprioritaskan dan untuk mendorong Continuous Improvement. Selama pandemi, OKR banyak membantu organisasi keluar dari krisis. Artinya, organisasi mengubah cara kerja lama yang tidak sesuai dalam konteks pandemi. Jika OKR hanya digunakan untuk aktivitas “Business as Usual”, organisasi tidak dapat memanfaatkan keunggulan OKR secara maksimal.

Referensi:
Cascade Team. (2020, Mar 13). 51 Strategy Statistics And 3 Key Lessons to Help You Succeed. Retrieved Sep 23, 2022, from https://www.cascade.app/blog/51-strategy-statistics
https://study.com/academy/lesson/what-is-paradigm-definition-development-examples.html
https://www.techtarget.com/searchhrsoftware/definition/OKRs-Objectives-and-Key-Results
PQM Consultants. (2020). Menghadapi Krisis dengan Objectives & Key Results (OKR) [YouTube Video]. Retrieved Sep 23, 2022, from https://youtu.be/1TbwnAta9n4

4 KATEGORI INTERVENSI
ORGANIZATION DEVELOPMENT (OD)

Untuk memastikan kontinuitas bisnis, diperlukan intervensi terhadap organisasi agar tetap kompetitif dan relevan dengan perubahan zaman. Menurut Rothwell dan Sullivan (2005), intervensi adalah usaha untuk mengubah atau proses perubahan. Artinya, terdapat kesengajaan untuk mengubah sistem yang sedang berjalan. Lebih lanjut, Cummings dan Worley (2009) mendefinisikan intervensi sebagai, “any action on the part of a change agent. [An] intervention carries the implication that the action is planned, deliberate, and presumably functional.” Artinya, intervensi merupakan tindakan yang dilakukan secara terencana, bertujuan, dan fungsional.

Menurut Cummings dan Worley (2009), intervensi OD terbagi dalam empat kategori, yaitu:

Intervensi Human Process

Intervensi human process terkait erat dengan disiplin psikologi yang diaplikasikan dalam dinamika organisasi, kelompok, dan hubungan interpersonal. Pada umumnya, intervensi ini digunakan untuk menyelesaikan isu yang berkaitan dengan proses sosial yang terjadi antara anggota organisasi, seperti komunikasi, pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan dinamika kelompok.

  • Team building

    Intervensi ini mengacu pada serangkaian aktivitas yang terencana yang dapat membantu meningkatkan kinerja dan penyelesaian tugas dalam kelompok. Dalam team building terdapat proses konsultasi dan intervensi lainnya yang berorientasi pada tugas. Namun, jika isu organisasi hanya terdapat pada konflik dua orang, team building tidak cocok untuk diterapkan.

  • Intervensi pihak ketiga

    Intervensi ini fokus pada konflik yang muncul di antara dua orang atau lebih dalam organisasi. Konflik dapat muncul dari berbagai sumber, seperti perbedaan kepribadian, orientasi tugas, kompetisi, dan lain sebagainya. Intervensi pihak ketiga dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang mungkin muncul selama menjalankan team building maupun proses konsultasi lainnya.

Intervensi Technostructural

Intervensi Technostructural merupakan teknik perubahan yang berfokus pada isu teknologi dan struktural. Intervensi ini semakin relevan karena pasar dan teknologi yang cepat berubah di era saat ini. Pada umumnya, intervensi ini digunakan untuk mengubah desain struktur tradisional menjadi lebih fleksibel.

  • Desain Struktural / Desain Organisasi

    Adalah tentang bagaimana organisasi bekerja secara keseluruhan dengan terbagi ke dalam sub unit dan bagaimana sub unit tersebut berkoordinasi untuk menyelesaikan tugas. Struktur ini pada umumnya dipengaruhi oleh lingkungan, strategi organisasi, ukuran organisasi, serta teknologi.

  • Employee Involvement (EI)

    EI merupakan konsep yang berkaitan dengan partisipasi, komitmen, dan kinerja karyawan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tingkat EI yang tinggi berkontribusi pada peningkatan kinerja karyawan, kinerja keuangan, kepuasan pelanggan, jam kerja yang lebih optimal, hingga tingkat waste yang lebih rendah.

  • Total Quality Management (TQM)

    TQM merupakan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap EI karena perlu melibatkan partisipasi anggota organisasi untuk mempertahankan hasil dalam jangka panjang. TQM juga dikenal dengan istilah “continuous process improvement,” “lean,” “six sigma,” dan “continuous quality.” TQM membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan melalui pelatihan ekstensif, membagikan informasi yang relevan, mendorong kekuatan pengambilan keputusan secara downward, dan mengaitkan penghargaan dengan kinerja.

  • Desain Pekerjaan

    Intervensi desain pekerjaan adalah tentang membuat pekerjaan dan kelompok kerja yang menghasilkan tingkat kepuasan karyawan yang tinggi. Pendekatan yang digunakan untuk mendesain pekerjaan adalah engineering dan motivasi. Organisasi dapat menggabungkan kedua pendekatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan karyawannya.

Intervensi Human Resource Management (HRM)

Intervensi HRM berkaitan erat dengan proses dan aktivitas mengelola Sumber Daya Manusia (SDM). Pada umumnya, isu yang terkait adalah tentang bagaimana menarik dan mempertahankan talenta, menetapkan tujuan, menilai dan menghargai kinerja mereka, serta memastikan pengembangan kariernya.

  • Performance Management

    Aktivitas dalam mengelola kinerja karyawan bertujuan untuk menyelaraskan perilaku kerja karyawan dengan tujuan strategis organisasi, termasuk goal setting, penilaian kinerja, serta sistem penghargaan. Dalam mengelola kinerja, perusahaan juga perlu memerhatikan tingkat engagement karyawannya untuk menentukan intervensi performance management yang tepat.

  • Mengembangkan Talenta

    Dalam mengelola talenta, intervensi ini fokus pada peningkatan kemampuan, pengetahuan, serta kapabilitas individu. Pada umumnya, intervensi ini diberikan kepada manajer atau individu yang dianggap berpotensi mengembangkan jenjang kariernya. Beberapa intervensi yang diberikan seperti mentoring, coaching, perencanaan karier, dan pelatihan leadership.

(BACA JUGA: FAKTA TENTANG PELATIHAN MANAJER)
  • Mengelola Keberagaman dan Kesejahteraan Karyawan

    Meningkatnya keberagaman karyawan juga berpengaruh pada meningkatnya tantangan mengelola SDM. Lebih lanjut, saat ini organisasi juga menghadapi isu-isu sosial terkait kesejahteraan karyawan. Beberapa bentuk intervensi yang dapat diberikan, seperti work diversity interventions dan stress management.

Intervensi Perubahan Strategis

Intervensi ini fokus pada proses perubahan organisasi secara fundamental, termasuk yang berkaitan dengan pilihan produk dan layanan yang ditawarkan di pasar. Isu strategis adalah salah satu isu yang paling kritis yang dihadapi organisasi dalam lingkungan yang berubah dan sangat kompetitif. Metode OD yang digunakan mencakup perubahan strategis terintegrasi, merger dan akuisisi, aliansi dan pengembangan jaringan, serta Learning Organization.

  • Perubahan Transformasional

    Perubahan ini biasanya mempengaruhi inti organisasi dengan tujuan untuk menyelaraskan organisasi dengan lingkungan yang kompetitif serta mencapai keunggulan kompetitif. Perubahan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa komitmen dari eksekutif dan manajemen senior.

  • Integrated Strategic Change

    Perubahan ini fokus pada disiplin manajemen strategi yang berorientasi pada content. Proses perubahan ini dilakukan secara proses terkoordinasi dan disengaja; menata ulang sistem antara orientasi strategis dan lingkungan secara bertahap atau radikal; serta menghasilkan peningkatan kinerja dan efektivitas. Pada umumnya, metode ini menggunakan tools, seperti Analisis SWOT, untuk membangun strategi yang relevan.

 

Referensi:

Borja, C. (2022, Mar 5). What is Organizational Development? (An In-Depth Guide). Retrieved from sweet process: https://www.sweetprocess.com/organizational-development/
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2009). Organization Development & Change. South Western: Cengage Learning.
Rothwell, W. J., & Sullivan, R. L. (2005). Practicing Organization Development: A Guide for Consultant (2 ed.). San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.
WalkMe Team. (2018, Nov 12). The Importance Of Organizational Development & Organizational Development Interventions. Retrieved from walkme: https://change.walkme.com/organizational-development-interventions/

HR DUE DILIGENCE
TRANSAKSI M&A

Nilai transaksi global merger dan akuisisi (M&A) pada tahun 2021 mencapai angka tertinggi, yaitu enam triliun dolar Amerika (Bain, 2022). Meskipun demikian, penelitian baru menunjukkan bahwa masih terdapat prospek optimis untuk aktivitas kesepakatan M&A pada tahun 2022. Hal ini terbukti dari survei global Bain terhadap lebih dari 280 eksekutif yang menunjukkan 89% mengantisipasi aktivitas kesepakatan M&A perusahaan akan tetap sama atau meningkat tahun ini karena lingkungan untuk membuat kesepakatan M&A masih tetap menarik secara fundamental. Di sisi lain, terdapat campuran sinyal pasar yang seimbang dan menunjukkan keadaan pasar M&A secara strategis akan terus menguat.

(BACA JUGA: STRATEGI M&A PASKA-PANDEMI)

Untuk mengurangi risiko M&A, perusahaan perlu memperhatikan isu SDM karena biasanya karyawan cenderung merasa khawatir terhadap ketidakpastian dan perubahan sehingga sering kali memilih untuk keluar dari perusahaan. Berdasarkan penelitian Harvard Business Review (2007), sebagian besar karyawan memilih resign setelah pengumuman transaksi M&A; sedangkan karyawan yang masih tinggal biasanya mengalami kebingungan ketika menghadapi perbedaan gaya pengambilan keputusan dari dua manajemen yang berbeda. Menurut penelitian Bain (2022), mempertahankan karyawan menjadi salah satu faktor sukses selain penetapan tujuan transaksi M&A.

Risiko HR yang Umum Ditemui dalam M&A:

  • Risiko kehilangan talenta kunci yang tinggi;
  • Potensi komplikasi transfer pekerjaan;
  • Kegagalan untuk merekonsiliasi informasi dari sistem sehingga mengakibatkan hilangnya catatan/sejarah dan konflik dalam aturan;
  • Kegagalan untuk menegosiasikan kembali kontrak dengan vendor HR.

Untuk mengatasi risiko HR, perusahaan dapat melakukan HR due diligence sebelum dan sesudah melakukan transaksi M&A. Dengan HR due diligence, pengakuisisi dapat mengungkap kesenjangan kemampuan, titik gesekan, dan perbedaan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengakuisisi dapat menentukan karyawan yang harus dipertahankan atau diberhentikan. Menurut penelitian Harvard Business Review (2007), 90% dari 15 perusahaan yang melakukan M&A sudah menetapkan karyawan yang ingin dipertahankan selama masa transisi sehingga proses penggabungan berjalan dengan baik.

Checklist HR Due Diligence:

  • Daftar semua talenta berkinerja tinggi
  • Demografi karyawan: gaji, posisi, usia, masa kerja, dan keterampilan.
  • Metrik SDM: jumlah karyawan dan masa kerja rata-rata.
  • Jadwal dan struktur tinjauan kinerja
  • Database karyawan
  • Ringkasan terperinci mengenai pengeluaran di area SDM
  • Kontrak kerja dan perjanjiannya.
  • Kebijakan untuk SDM
  • Litigasi karyawan
  • Tunjangan untuk karyawan (kesehatan, bonus, atau insentif)

HR due diligence juga dapat digunakan oleh perusahaan terakuisisi untuk mengevaluasi masalah perusahaan yang menghambat proses transaksi. Setelah mengetahui area yang perlu diperbaiki, langkah selanjutnya adalah mengeksekusi aksi yang diperlukan untuk membenahi. Dengan ini, perusahaan besar akan lebih tertarik untuk melakukan transaksi M&A yang berpotensi untuk mengembangkan perusahaan.

Referensi:

https://www.mckinsey.com/business-functions/m-and-a/our-insights/global-m-and-a-market-defies-gravity-in-2021-second-half
https://www.statista.com/statistics/267369/volume-of-mergers-and-acquisitions-worldwide/
https://www.forbes.com/sites/kevindowd/2021/12/29/six-deals-that-helped-define-the-craziest-year-in-ma-history/?sh=3fbdedc060c7
https://www.gartner.com/en/finance/glossary/mergers-and-acquisitions-m-a-
https://www.forbes.com/sites/forbestechcouncil/2021/12/16/merger-and-acquisition-ma-execution-its-all-about-the-people/?sh=62ee915a4857
https://www.bain.com/insights/reimagining-talent-m-and-a-report-2022
https://www.bain.com/about/media-center/press-releases/2022/global-ma-report-2022
https://hbr.org/2007/04/human-due-diligence
https://www2.deloitte.com/br/en/pages/strategy-operations/articles/fusoes-aquisicoes-due-diligence-rh.html
https://fmpglobal.com/services/global-mergers-acquisition-consulting/mergers-acquisitions-hr-checklist/

STRATEGI M&A PASKA-PANDEMI

Ketidakpastian lingkungan bisnis akibat pandemi COVID-19 ternyata tidak menghalangi beberapa organisasi untuk tetap melakukan transaksi Merger and Acquistion (M&A), bahkan dalam nilai transaksi yang besar. Meskipun berisiko, transaksi M&A dapat menjadi salah satu strategi untuk mengembangkan bisnis di masa pandemi. Jenny Johnson, CEO perusahaan Franklin Templeton, berhasil membuktikan efektivitas transaksi M&A sebesar $4,5 miliar terhadap organisasi pesaingnya, Legg Mason. Dalam podcast McKinsey (2021), Johnson mengaku merger membawa peningkatan dalam pendapatan tetap, ekuitas, dan profil solusi investasi multi-aset yang lebih luas.

Continue reading