DI BALIK TERCAPAINYA KPI:
CRITICAL SUCCESS FACTOR (CSF)

Critical Success Factor (CSF) merupakan beberapa bidang dan aktivitas utama organisasi yang harus berjalan dengan baik agar bisnis dapat terus berkembang. Dengan mengetahui CSF, organisasi dapat menggunakannya untuk menentukan KPI yang tepat. Ronald Daniel (1961) yang pertama kali mengenalkan konsep ini di dalam artikel “Management Information Crisis”. Kemudian, konsep ini dipopulerkan oleh John F. Rockart dalam dua dekade selanjutnya. Menurut Rockart, CSF adalah beberapa area tertentu, yang jika tercapai dengan memuaskan, akan memberikan hasil atau kinerja kompetitif bagi keberlangsungan organisasi.

Pada dasarnya, KPI dan CSF adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya bekerja sama untuk mencapai Objective. Sederhananya, CSF berperan sebagai elemen penting yang wajib ada/eksis di dalam bisnis, sedangkan KPI berperan sebagai alat untuk melacak progres pencapaiannya. Selain, itu, KPI juga digunakan untuk memonitor bagaimana bisnis mencapai CSF melalui aktivitas operasional maupun inisiatif strategis dalam menghadirkan elemen penting yang mungkin sebelumnya belum ada.

KPI dan CSF dapat digambarkan sebagai hubungan sebab-akibat, seperti berikut:

  • CSF adalah sebab keberhasilan (leading), yang perlu ditetapkan oleh perusahaan. Berbagai bisnis yang sukses di dunia biasanya melakukan proses identifikasi CSF, sama seperti melakukan identifikasi bagaimana membangun leadership yang baik, karyawan yang aktif terlibat, pengembangan produk yang solid, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, CSF adalah best practice dalam dunia bisnis.
  • KPI adalah akibat aksi (lagging), yang terukur dalam bentuk metrik untuk menggambarkan pencapaian sasaran strategis. Biasanya, setiap perusahaan memiliki KPI yang berbeda tergantung pada prioritas strategi bisnis dan sasarannya.
(BACA JUGA: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Critical Success Factors versus Key Performance Indicator

Lebih lanjut, perbedaan antara CSF dan KPI dapat dilihat pada tabel berikut.

Critical Success Factors (CSF)Key Performance Indicator (KPI)
Digunakan untuk menentukan KPI dan memastikan pencapaiannya.Menyediakan kriteria dan indikator yang menginformasikan apakah CSF dan Objective telah tercapai.

Bersifat general dan kualitatif.

Contoh: “Pengembangan Produk Baru”

Bersifat kuantitatif dan spesifik

Contoh: “# Produk Baru yang sukses”; “IDR Penjualan Produk Baru”

Digunakan sebagai pendukung pencapaian Sasaran Strategis.

Contoh: “Meningkatkan Pendapatan”

Digunakan pada berbagai tingkat untuk memperjelas target strategis di seluruh bisnis.

Gambar 1: Contoh Sasaran dan CSF dalam sebuah industri.

Sumber: Harvard Business Review (1979)

Sumber Utama Critical Success Factors (CSF)

Menurut gambar di atas, CSF tertentu berlaku untuk perusahaan mana pun yang beroperasi di industri tertentu juga, namun dengan sistem kontrol manajemen yang perlu disesuaikan. Penyesuaian ini berarti bahwa sumber CSF bukan hanya berasal dari industri saja, namun menurut tim MIT, terdapat empat sumber utama CSF, yaitu:

  1. Struktur industri tertentu

    Setiap industri pada dasarnya memiliki seperangkat CSF berdasarkan karakteristiknya sehingga setiap perusahaan di dalamnya juga akan memperhatikan faktor-faktor tersebut. Seperti yang tertera pada Gambar 1, untuk mencapai sasaran market share, industri supermarket harus lebih memperhatikan product mix, sales promotion, dan harga, bukan CSF di area industri otomotif.

  1. Strategi kompetitif, posisi industri, dan lokasi geografis

    Setiap perusahaan dalam industri tertentu memiliki strategi kompetitif yang berbeda. Misalkan, bagi pendatang baru di tengah industri yang sudah memiliki satu hingga dua perusahaan besar, maka segala tindakan perusahaan besar tersebut akan menimbulkan masalah baru dan signifikan bagi perusahaan pendatang baru yang masih kecil. CSF akan ditentukan berdasarkan posisi perusahaan kecil tersebut di market, apakah memiliki produk unggul yang dapat menciptakan ceruk pasar baru atau malah harus mengganti lini produk utama akibat kalah persaingan. Oleh karena itu, strategi dan tindakan pesaing dapat menjadi CSF bagi perusahaan kecil.

    Kaitannya dengan geografis, CSF masing-masing industri dapat berbeda antara satu tempat dan tempat lainnya. Bahkan, di dalam perusahaan yang sama, CSF perusahaan pusat dan cabang dapat berbeda tergantung pada lokasinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh aturan, budaya, keadaan sosial, dan faktor-faktor geografis lainnya.

(BACA JUGA: MEMIMPIN PASAR DENGAN EMPAT PILIHAN STRATEGI KOMPETITIF)
  1. Faktor eksternal

    Ketika kondisi ekonomi makro berubah akibat pengaruh politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan peraturan negara, maka CSF juga dapat berubah. Pada awal tahun 1973, hampir tidak ada CEO di Amerika Serikat yang mempertimbangkan faktor “ketersediaan pasokan energi” sebagai CSF. Namun, setelah terjadinya embargo minyak, untuk jangka waktu yang cukup lama faktor ini dipantau secara ketat oleh para CEO dan menjadi kinerja baseline perusahaan.

  1. Faktor temporal (sementara)

    Pertimbangan faktor internal perusahaan sering menghasilkan CSF yang bersifat temporal. Biasanya CSF temporal tidak akan digunakan lagi jika faktor tersebut sudah terpenuhi. Sebagai contoh, untuk organisasi yang kehilangan sekelompok besar eksekutif dalam kecelakaan pesawat, jelas akan menentukan “pembangunan kembali kelompok eksekutif” sebagai CSF. Demikian pula, kontrol inventaris yang jarang menjadi perhatian, bisa saja menjadi CSF ketika ada kejadian luar biasa, seperti terlalu banyak atau terlalu sedikit stok. Setelah itu, CSF tersebut bisa dikeluarkan dari fokus perusahaan.

KPI dan CSF merupakan bagian penting dari teka-teki kinerja. Menentukan CSF terlebih dahulu akan mempermudah perusahaan mengukur indikator kinerja yang terpenting dan relevan bagi kesuksesan bisnisnya. Di lain sisi, perusahaan jangan sampai melupakan faktor yang terpenting, yaitu eksekusi strategi. Oleh karena itu, pastikan juga untuk memetakan aktivitas dan inisiatif yang akan membawa perusahaan mendapatkan CSF dan mencapai KPI yang sudah ditetapkan.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-the-difference-between-key-performance-indicators-kpis-and-critical-success-factors-csfs/
https://hbr.org/1979/03/chief-executives-define-their-own-data-needs
https://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_80.htm

OKR & KPI INTEGRATION

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKRKPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan)Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-upPendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulanDitinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key ResultsSetiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulanBerubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregangDidesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational)Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards)Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

     

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

TIPS MENGADOPSI OKR UNTUK STARTUP

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

JENIS KEY RESULTS UNTUK OKR

Pencapaian Objectives and Key Results (OKR) sangat dipengaruhi oleh penetapan Key Results yang efektif. Untuk hasil yang maksimal, Key Results (hasil utama) harus relevan dengan Objective (sasaran) dan kondisi organisasi secara umum. Success Factor, yaitu hal-hal yang harus ada atau terjadi untuk mencapai akibat (Objective) yang diinginkan. Key Results yang efektif harus merupakan jawaban atas Success Factor sebuah objectives. Saat menyusun OKR, penting untuk melakukan success factors brainstorming dalam menentukan Key Results yang tepat.

Key Results merupakan pernyataan kuantitatif yang mengukur pencapaian Objective dalam OKR. Ciri khasnya adalah dapat diukur, spesifik, time bound, dan diharapkan relevan dengan sasaran organisasi.  Key Results tidak dapat berdiri sendiri karena mereka sering kali adalah multi perspektif dan harus saling berkaitan untuk mendukung pencapaian Objective. Jika organisasi mencapai Objective namun tidak memenuhi Key Results, kemungkinan besar Key Results tidak berkontribusi terhadap pencapaian objectives.

Untuk mencapai Objective, organisasi dapat menggunakan beberapa jenis Key Results tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi. Kombinasi antara dua atau tiga jenis Key Results sangat mungkin dilakukan untuk mencapai satu Objective. Berikut lima jenis Key Results yang dapat digunakan saat merumuskan OKR:

1. Baseline

Saat organisasi belum pernah menggunakan Key Results dan memutuskan untuk menggunakannya, inilah yang disebut sebagai Baseline Key Results. Jenis ini cocok digunakan jika organisasi harus bereksperimen sendiri untuk menilai OKR. Misalnya, perusahaan A tidak pernah mendigitalisasi proses bisnisnya. Di tahun 2020, perusahaan A ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengimplementasi program digital. Contoh Key Results yang dapat digunakan adalah “100% Implementasi program digital di Q1 2020”.

2. Positive metric

Jenis ini mengacu pada situasi: “semakin tinggi nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, perusahaan H ingin meningkatkan database pelanggan. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “100 Data pelanggan baru”.

3. Negative metric

Jenis ini merupakan kebalikan dari positive metric. Artinya organisasi menginginkan ukuran yang “semakin sedikit nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, untuk Objective menurunkan tingkat kecelakaan kerja, perusahaan E ingin mengukur Key Results dengan kasus yang lebih sedikit di tahun 2020. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “0 Kasus kecelakaan kerja”.

4. Threshold target metric

Jenis ini dapat digunakan ketika pencapaian objectives bisa tercapai dengan ukuran dalam range. Organisasi menggunakan Threshold Key Results jika mengetahui kapabilitas dan kinerja maksimal yang bisa didapatkan. Misalnya, kita ingin mengoptimalkan penggunaan budget antara -5% dan +5%, maka kita bisa menuliskan KR-nya: mengoptimalkan penggunaan budget -/+ 5% per bulan.

5. Milestone

Jenis ini dapat digunakan ketika organisasi ingin mencapai suatu tujuan, namun  tidak dapat diukur, misalnya mengembangkan produk baru. Akibat dari tidak adanya pengukuran yang jelas, milestone hadir untuk menggambarkan tolok ukur sebagai pengukur keberhasilan. Contoh penulisan Milestone Key Results: 1 formula produk baru di akhir Maret 2020.

Menentukan Key Results memang lebih sulit daripada Objectives. Ini bukan tentang cara teknis untuk menuliskan OKR yang sesuai dengan cita-cita perusahaan, tetapi tentang bagaimana perusahaan melihat eksekusi strategi yang paling tepat bagi perusahaannya. Akan lebih sulit lagi ketika perusahaan belum sepenuhnya berkomitmen menjalankan OKR, tetapi memaksa seluruh lininya menjalankan OKR dengan harapan mendapatkan manfaat maksimalnya. Banyak perusahaan yang akhirnya tidak menjalankan OKR, padahal OKR yang ditulis sudah rinci dan detail. Perusahaan perlu lebih dari sekadar konsep, perusahaan perlu memiliki sosok fasilitator OKR yang ideal yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Referensi:

https://www.doerhrm.com/kpi-vs-key-results-vs-metrics-the-differences-and-benefits-of-each-approach/#

https://blog.inspiresoftware.com/creating-better-key-results-with-metrics-and-milestones

https://www.profit.co/answers/okrs/how-do-you-define-a-key-result-of-baseline-kpi-in-profit/

Tedja, F. (2021). Objective & Key Result. Jakarta: Samahita Wirotama.

MENETAPKAN GOAL SETTING DENGAN OKR

Setiap organisasi di dunia ini tentunya ingin mencapai visi yang telah diimpikannya. Untuk mencapai visi tersebut, organisasi dapat merumuskannya menjadi sasaran-sasaran yang lebih kecil dengan menggunakan metode goal-setting. Upserve (dulunya menggunakan nama Swipely), perusahaan penyedia platform manajemen restoran ini memiliki misi, yaitu membuat penggunanya sukses. Mereka mengembangkan jumlah anggota tim pada tahun 2013 dan menerapkan strategi yang mendukung keselarasan tim. Angus Davis, selaku CEO, melihat strategi yang sukses dalam melayani pelanggan adalah dengan memiliki lapisan komunikasi yang baik dan misi yang selaras sehingga tim lebih solid dan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Untuk mendukung strateginya, ia menggunakan Objective dan Key Results (OKR) sebagai kerangka goal setting sejak tahun 2013. Saat bergerak mencapai tujuannya, Davis mempertimbangkan sasaran-sasaran jangka pendek, yaitu dengan menambah jumlah anggota tim. Tidak hanya berhenti pada penambahan jumlah, ia juga meningkatkan kinerja organisasi dengan cara meningkatkan efektivitas tim. Penggunaan OKR setelah penambahan 50 karyawan baru mampu meningkatkan penjualan sebesar $1 miliar dalam kurun waktu yang singkat.

Harvard Business Review (HBR) menjelaskan ada tiga metode untuk menetapkan sasaran dan tujuan, yaitu SMART, cascading goals, dan menggunakan persentase. SMART berarti tujuan dan sasaran harus spesifik (specific), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achieveable), relevan (relevant), dan memiliki batas waktu (time-bound). Sedangkan, yang dimaksud dengan cascading goals adalah tentang keselarasan tujuan individu dengan organisasi. Yang terakhir, HBR memberikan metode untuk menilai kepentingan atau prioritas sasaran dengan menggunakan bobot persentase. Ketiga metode tersebut dapat dirangkum dalam satu kerangka Objective dan Key Results.

Berikut kolaborasi antara OKR dan metode SMART.

 SMART Goal SettingOKR
Specific
  • Tujuan atau sasaran harus jelas dan spesifik.
  • Tujuan tidak boleh ambigu ataupun bertele-tele.
Sama halnya dengan OKR. Saat menuliskan Objective dan Key Results (KR) harus jelas dan spesifik.
MeasurableTujuan atau sasaran harus dapat diukur untuk melihat kemajuan atau kesuksesan dan pencapaian.Terukur dalam OKR dapat dilihat dari pencapaian KR. Data KR memberikan informasi kemajuan dari proses pencapaian Objective.

Attainable/

Aggresive

Tujuan atau sasaran harus realistis sesuai dengan alat dan sumber daya untuk mencapainya.

 

Berbeda dengan ‘A’ dalam SMART, di OKR ‘A’ berarti agresif atau aspirasional. Pencapaian yang bagus dalam OKR tidak perlu hingga 100%, namun sekitar 60%. Ini sudah cukup untuk menyatakan Objective tercapai.
Relevant

Tujuan atau sasaran harus relevan dengan kompetensi dan visi organisasi.

 

Baik OKR maupun SMART harus menetapkan tujuan dan sasaran yang relevan. Contohnya, saat Upserve menambahkan jumlah anggota, semua anggota membuat OKR yang dapat mencapai visi organisasi. Hasilnya, kinerja perusahaan meningkat dan semua anggota bergerak ke arah yang sama.
Time boundTujuan dan sasaran harus memiliki batas waktu atau tidak akan bisa dicapai sama sekali.Sama dengan SMART, OKR juga memiliki batasan waktu, yaitu 3 bulan. Waktu ini cenderung lebih singkat dari goal-setting pada umumnya. Dengan waktu yang lebih singkat, semua anggota didorong untuk mencapai sasaran yang aspirasional dalam waktu singkat.

Dalam menentukan sasaran dalam organisasi, sasaran di tingkat individu hingga organisasi harus memiliki keselarasan. Sama seperti konsep cascading goals yang ditawarkan HBR, OKR juga harus diselaraskan. Dalam OKR, keselarasan ini dapat dibentuk secara bottom-up dan top-down. Kekuatan OKR adalah penyelarasannya yang cenderung bottom-up. Artinya, karyawan di tingkat bawah didorong untuk memberikan aspirasi dan ide yang mereka temukan dari kegiatan sehari-hari. OKR percaya bahwa karyawan di garis depan (frontliners) lebih banyak memiliki ide yang relevan, tepat sasaran, dan berkontribusi langsung kepada perusahaan. Sedangkan secara top-down, atasan diharapkan memberikan sasaran yang perlu dicapai oleh karyawan. Cara topdown disarankan hanya sesekali dilakukan atasan sebagai pemandu agar organisasi tetap selaras.

Jika HBR mengusulkan penggunaan persentase dalam menentukan prioritas, maka dalam OKR, prioritas terbentuk saat menyusun Objective dan Key Results itu sendiri. Saat menyusun OKR, organisasi harus jeli memperhatikan sasaran mana yang dapat memberikan dampak positif dalam waktu dekat sehingga batas maksimal dalam menentukan objective adalah lima. Sedangkan saat menyusun KR, organisasi harus mampu mengetahui urutan milestone, langkah, maupun tingkat kepentingan KR yang paling menggambarkan kesuksesan Objective, dengan batas maksimal adalah lima.

Kerangka OKR pada dasarnya tidak bertentangan dengan metodologi manajemen yang sudah ada (SMART Goal, SWOT, dsb.). Kerangka ini dapat bekerja sama dan melengkapi metodologi lain dengan perspektif yang unik. OKR membantu perusahaan untuk pencapaian goal-setting dengan kerangka waktu yang lebih singkat, pendekatan penyelarasan bottom-up, sasaran yang aspirasional dan terukur, serta keterlibatan karyawan yang tinggi.

 

Referensi
Acton, A. (2017, November 3). How To Set Goals (And Why You Should Write Them Down). Forbes. https://www.forbes.com/sites/annabelacton/2017/11/03/how-to-set-goals-and-why-you-should-do-it/?sh=392361b4162d.
Asmus, S., Karl, F., Mohnen, A., & Reinhart, G. (2015). The Impact of Goal-setting on Worker Performance – Empirical Evidence from a Real-effort Production Experiment. Procedia CIRP, 26, 127–132. https://doi.org/10.1016/j.procir.2015.02.086
https://hbr.org/2017/01/3-popular-goal-setting-techniques-managers-should-avoid
https://review.firstround.com/How-to-Make-OKRs-Actually-Work-at-Your-Startup
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/what-are-okrsLocke EA, Shaw KN, Saari LM, Latham GP. Goal setting and task performance: 1969-1980. Psychological Bulletin 1981; 90(1); 125-152
Thorpe, D. (2020, December 13). Be SMART About Your Goal Setting. Business Advisor and Executive Coach – Doug Thorpe. https://dougthorpe.com/be-smart-about-your-goal-setting/

OKR: JALUR BEBAS DARI MICROMANAGING

Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada buruknya kesehatan mental karyawan adalah kontrol pekerjaan (job control). Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey tahun 2018 menyatakan bahwa kontrol kerja yang tinggi memiliki efek buruk terhadap kesehatan fisik dan bahkan dapat membebani kesehatan mental karyawan. Terlalu mengontrol pekerjaan hingga mengambil kebebasan, bahkan peran karyawan untuk bekerja dan berinovasi adalah micromanaging.

Continue reading

OKR: EKSPRESI AGILE ORGANIZATION

Netflix, salah satu media penyedia layanan streaming, mengalami peningkatan pamor hanya dalam waktu beberapa tahun ini. Dilansir oleh bbc.com bahwa jumlah pelanggan baru Netflix bertambah sebanyak 16 juta pada bulan April 2020 dan sudah mencapai lebih dari 200 juta pelanggan di akhir 2020. Bahkan keuntungan Netflix tetap meningkat di tengah pandemi sekarang ini. Apa yang membuat pamor Netflix begitu meningkat?

Netflix rupanya memberikan beberapa kebebasan bagi karyawannya dalam bekerja, dengan hasil pencapaian yang tetap harus dipertanggungjawabkan. Sistem ini melepaskan karyawan dari hierarki yang kaku dan akhirnya memotivasi mereka. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Netflix berusaha fokus untuk konsisten memberikan pelayanan terbaik, namun tetap fleksibel dalam mengatur bisnisnya. Itulah yang membuat Netflix disebut Agile Organization.

Apa itu Agile Organization?

Agile Organization (AO) adalah organisasi atau perusahaan yang memiliki kemampuan untuk berespon dan beradaptasi dengan cepat terhadap keadaan yang berubah. Dengan menjadi AO, perusahaan dapat menggabungkan kecepatan dan stabilitas dalam bekerja. Perusahaan yang termasuk AO juga akan bekerja dengan waktu yang efektif dan tetap konsisten, walaupun sedang berada dalam situasi yang tidak pasti. Selain itu, agility atau ketangkasan dapat membantu memperjelas peran, inovasi, dan disiplin operasional. Pada akhirnya, itu semua akan memberikan hasil yang positif untuk kesehatan dan kinerja organisasi.

Semua hal di atas dapat dicapai karena fokus utama AO adalah konsisten memberikan pelayanan terbaik dalam situasi apapun, namun dengan manajemen yang fleksibel. Kelihatannya memang susah untuk dilakukan, namun banyak perusahaan besar sukses meraih pencapaian tersebut, seperti Netflix, Spotify, Google, Gojek, dan lain-lain. Dengan strategi dan implementasi yang benar, semua perusahaan dapat berubah menjadi AO.

OKR adalah salah satu ekspresi AO.

OKR menjabarkan prioritas dinamis perusahaan dalam pencapaian tertentu dan peningkatan kinerja. Objective adalah pencapaian kualitatif yang didefinisikan dengan jelas, sedangkan Key Result adalah ukuran keberhasilan kuantitatif yang spesifik dan harus dipenuhi. OKR sendiri juga bersifat fleksibel (ditinjau setiap triwulan, bukan tahunan) sehingga dapat digunakan dan diubah mengikuti situasi yang sedang terjadi. Fleksibilitas OKR tidak hanya terletak pada isinya, namun juga pada perancangannya karena melibatkan karyawan untuk berkontribusi merancang OKR-nya, baik secara individu maupun di dalam tim.

Salah satu sarana dalam OKR yang membuat perusahaan dapat menjadi AO adalah adanya pertemuan yang konsisten melalui rapat mingguan, rapat tengah kuartal, dan Quarterly Business Review (QBR). Melalui 3 pertemuan ini, progres OKR akan selalu dilacak dan dievaluasi. Dengan begitu pula, jika ada masalah atau hal lain yang tidak terduga terjadi, maka dapat langsung diatasi dalam waktu yang lebih cepat. Evaluasi yang rutin melalui 3 pertemuan ini juga membuka komunikasi sehingga setiap orang yang terlibat dapat mengetahui ekspektasi yang diharapkan dari masing-masing mereka.

 

Memang tidak mudah untuk membawa perusahaan kita menjadi Agile Organization, namun semua proses tersebut akan sepadan dengan hasil yang akan dicapai, yaitu kesuksesan dan keberlanjutan. Seperti kata Bill Gates, ”Kesuksesan hari ini membutuhkan ketangkasan (agility) dan dorongan untuk terus-menerus memikirkan kembali, menyegarkan, bereaksi, dan menemukan kembali.”

 

Sumber:
https://www.mckinsey.com/business-functions/mckinsey-digital/our-insights/planning-in-an-agile-organization
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-five-trademarks-of-agile-organizations
https://www.bbc.com/news/business-52376022
https://www.businessofapps.com/data/spotify-statistics/

APA YANG DIMAKSUD DENGAN STRATEGY ALIGNMENT?

Memiliki strategi saja tidaklah cukup karena tidak berkontribusi pada kinerja bisnis Anda. Yang memberikan kontribusi adalah menyelaraskan aktivitas kerja Anda dengan tujuan sehingga strategy alignment dibutuhkan dalam perusahaan Anda. Strategy alignment merupakan proses menyelaraskan sebuah sasaran organisasi dan tindakannya agar dapat mendukung pencapaian visi dan tujuan perusahaan.

Organisasi yang selaras akan mengalami 80% peningkatan kinerja. Di balik manfaat organisasi yang selaras, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana perusahaan kita berhasil menyelaraskan strategi organisasi sampai pada individu?

Tanyakan pada diri Anda:

  1. Seberapa baik kinerja individu dan unit mendukung pencapaian strategi organisasi?

    Langkah pertama adalah mengukur kinerja setiap unit bisnis perusahaan. Anda bisa menggunakan Balanced Scorecard yang merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen. Balanced Scorecard bekerja dengan mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi perusahaan. Dalam kasus ini, gunakan Balanced Scorecard untuk mengukur kinerja setiap unit bisnis dan mengintegrasikannya ke empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran.

    BACA JUGA: BALANCED SCORECARD

    Kedua, Anda harus mengukur pencapaian setiap individu terlebih dahulu. Anda harus mulai  mengukur pencapaian kerja berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standar pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu.

  1. Seberapa baik sumber daya organisasi mendukung implementasi strategi bisnis Anda?

    Sumber daya organisasi terdiri dari ketersediaan kompetensi SDM (human capital), ketersediaan sistem informasi (information capital), dan kapabilitas organisasi (organization capital). Pertama, Kompetensi SDM merupakan kemampuan, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan strategi. Kedua, ketersediaan sistem informasi merupakan jaringan, data, dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan strategi perusahaan. Ketiga, kapabilitas organisasi merupakan tingkat kompetensi organisasi dalam melengkapi proses perubahan yang dibutuhkan untuk mengeksekusi strategi perusahaan.

    Sumber daya ini digunakan untuk merancang proses bisnis yang diharapkan lebih baik (better), lebih cepat (faster), dan lebih murah (cheaper). Tanpa adanya sumber daya yang disebutkan di atas, maka proses bisnis akan berjalan seperti biasa (as usual) dan pelanggan tidak menangkap nilai tambah. Di sisi lain, perusahaan pesaing atau subtitusi senantiasa memperbaharui proses bisnis mereka sehingga pelanggan bisa menangkap nilai yang mereka tawarkan. Pendayagunaan sumber daya ini harus selaras dengan strategi dan tujuan perusahaan sehingga strategi terimplementasi dan tujuan tercapai.

    BACA JUGA: MENGENAL INTEGRATED STRATGY EXECUTION (ISE)

 

References:
Trevor, J., & Varcoe, B. (2017, October 5). A Simple Way to Test Your Company’s Strategic Alignment. Retrieved from https://hbr.org/2016/05/a-simple-way-to-test-your-companys-strategic-alignment
Tedja, F., W. (2020). PMS: A Handbook of Modern Performance Management System. Surabaya: Samahita Wirotama

TIPS MEMBANGUN BALANCED SCORECARD YANG SEIMBANG

Setiap organisasi memiliki caranya tersendiri dalam membangun Balanced Scorecard (BSC). Seorang manajer keuangan atau pengembangan bisnis di Apple, misalnya, membangun BSC di awal tanpa pertimbangan yang luas karena telah memahami pemikiran strategis kelompok manajemen puncak. Di sisi lain, seorang manajer di perusahaan lainnya pada umumnya perlu mendefinisikan strategi organisasi dan mengukur keberhasilan strategi tersebut.

Diperlukan suatu rencana pengembangan sistematis untuk membangun BSC yang seimbang dan mendorong komitmen pada penerapan BSC di antara manajer senior dan menengah. Berikut adalah tips yang sebaiknya diikuti untuk membangun BSC yang seimbang:

  • Lakukan persiapan

    Pertama, suatu organisasi harus mendefinisikan BSC sesuai dengan unit bisnis perusahaan. Unit bisnis yang dimaksud harus memiliki masing-masing pelanggan, saluran distribusi, fasilitas produksi, dan ukuran kinerja keuangan.

  • Rekrut Konsultan BSC

    Perusahaan sebaiknya merekrut seorang konsultan BSC yang akan mewawancarai manajer senior guna mendapatkan masukan mereka terhadap tujuan strategis perusahaan dan pembuatan proposal terkait langkah-langkah penerapan BSC. Konsultan tersebut juga dapat mewawancarai beberapa pemegang saham utama untuk mengetahui ekspektasi mereka terhadap kinerja keuangan masing-masing unit bisnis, dan beberapa pelanggan utama untuk mengetahui ekspektasi kinerja mereka bagi para pemasok peringkat atas. Pada akhirnya, mereka bertanggung jawab untuk mengkaji, mengkonsolidasikan, dan mendokumentasikan informasi dari setiap wawancara yang telah dilakukan.

  • Berdiskusi dengan Konsultan BSC

    Tim manajemen puncak harus berdiskusi dengan konsultan BSC untuk menjalani proses pengembangan BSC. Proses pengembangan BSC ini meliputi pengusulan visi, misi, dan pernyataan strategi (lihat gambar di bawah). Kemudian, luangkan waktu untuk mendefinisikan kunci keberhasilan strategi Anda. Tanyakan kepada diri Anda: “Jika saya sudah berhasil mencapai visi saya dan mengeksekusi strategi, bagaimana kinerja saya bisa berbeda untuk para pemegang saham; para pelanggan; proses bisnis internal; kemampuan berinovasi, tumbuh, dan meningkat?”

    Setelah mendefinisikan hal tersebut, rumuskan BSC yang terdiri dari langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan strategis. Anda sebaiknya juga berdiskusi dengan tim Anda mengenai langkah-langkah tersebut, pengusulan program perubahan, dan mulai mengembangkan rencana implementasi.

  • Eksekusi rencana implementasi BSC

    Tim yang bertanggung jawab pada akhirnya harus mengeksekusi rencana implementasi BSC. Hal ini meliputi penghubungan pengukuran dengan sistem informasi perusahaan, mengkomunikasikan BSC ke seluruh organisasi, dan mendorong serta memfasilitasi pengembangan metrik untuk masing-masing unit bisnis.

  • Lakukan tinjauan

    Sediakan informasi mengenai pengukuran BSC untuk ditinjau bersama tim manajemen puncak dan manajer setiap divisi dan departemen. Tinjauan ini sebaiknya dilakukan minimum setiap 3 bulan. Selain itu, metrik BSC juga perlu ditinjau setiap tahun sebagai bagian dari perencanaan strategis, penetapan tujuan, dan proses alokasi sumber daya.

 

Referensi:
Nine Steps to Success. (n.d.). Retrieved from https://www.intrafocus.com/services/nine-steps-to-success/
Kaplan, R., S. & Norton, D., P. (1993). Putting the Balance Scorecard to Work. Retrieved from https://hbr.org/1993/09/putting-the-balanced-scorecard-to-work