JENIS KEY RESULTS UNTUK OKR

Pencapaian Objectives and Key Results (OKR) sangat dipengaruhi oleh penetapan Key Results yang efektif. Untuk hasil yang maksimal, Key Results (hasil utama) harus relevan dengan Objective (sasaran) dan kondisi organisasi secara umum. Success Factor, yaitu hal-hal yang harus ada atau terjadi untuk mencapai akibat (Objective) yang diinginkan. Key Results yang efektif harus merupakan jawaban atas Success Factor sebuah objectives. Saat menyusun OKR, penting untuk melakukan success factors brainstorming dalam menentukan Key Results yang tepat.

Key Results merupakan pernyataan kuantitatif yang mengukur pencapaian Objective dalam OKR. Ciri khasnya adalah dapat diukur, spesifik, time bound, dan diharapkan relevan dengan sasaran organisasi.  Key Results tidak dapat berdiri sendiri karena mereka sering kali adalah multi perspektif dan harus saling berkaitan untuk mendukung pencapaian Objective. Jika organisasi mencapai Objective namun tidak memenuhi Key Results, kemungkinan besar Key Results tidak berkontribusi terhadap pencapaian objectives.

Untuk mencapai Objective, organisasi dapat menggunakan beberapa jenis Key Results tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi. Kombinasi antara dua atau tiga jenis Key Results sangat mungkin dilakukan untuk mencapai satu Objective. Berikut lima jenis Key Results yang dapat digunakan saat merumuskan OKR:

1. Baseline

Saat organisasi belum pernah menggunakan Key Results dan memutuskan untuk menggunakannya, inilah yang disebut sebagai Baseline Key Results. Jenis ini cocok digunakan jika organisasi harus bereksperimen sendiri untuk menilai OKR. Misalnya, perusahaan A tidak pernah mendigitalisasi proses bisnisnya. Di tahun 2020, perusahaan A ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengimplementasi program digital. Contoh Key Results yang dapat digunakan adalah “100% Implementasi program digital di Q1 2020”.

2. Positive metric

Jenis ini mengacu pada situasi: “semakin tinggi nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, perusahaan H ingin meningkatkan database pelanggan. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “100 Data pelanggan baru”.

3. Negative metric

Jenis ini merupakan kebalikan dari positive metric. Artinya organisasi menginginkan ukuran yang “semakin sedikit nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, untuk Objective menurunkan tingkat kecelakaan kerja, perusahaan E ingin mengukur Key Results dengan kasus yang lebih sedikit di tahun 2020. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “0 Kasus kecelakaan kerja”.

4. Threshold target metric

Jenis ini dapat digunakan ketika pencapaian objectives bisa tercapai dengan ukuran dalam range. Organisasi menggunakan Threshold Key Results jika mengetahui kapabilitas dan kinerja maksimal yang bisa didapatkan. Misalnya, kita ingin mengoptimalkan penggunaan budget antara -5% dan +5%, maka kita bisa menuliskan KR-nya: mengoptimalkan penggunaan budget -/+ 5% per bulan.

5. Milestone

Jenis ini dapat digunakan ketika organisasi ingin mencapai suatu tujuan, namun  tidak dapat diukur, misalnya mengembangkan produk baru. Akibat dari tidak adanya pengukuran yang jelas, milestone hadir untuk menggambarkan tolok ukur sebagai pengukur keberhasilan. Contoh penulisan Milestone Key Results: 1 formula produk baru di akhir Maret 2020.

Menentukan Key Results memang lebih sulit daripada Objectives. Ini bukan tentang cara teknis untuk menuliskan OKR yang sesuai dengan cita-cita perusahaan, tetapi tentang bagaimana perusahaan melihat eksekusi strategi yang paling tepat bagi perusahaannya. Akan lebih sulit lagi ketika perusahaan belum sepenuhnya berkomitmen menjalankan OKR, tetapi memaksa seluruh lininya menjalankan OKR dengan harapan mendapatkan manfaat maksimalnya. Banyak perusahaan yang akhirnya tidak menjalankan OKR, padahal OKR yang ditulis sudah rinci dan detail. Perusahaan perlu lebih dari sekadar konsep, perusahaan perlu memiliki sosok fasilitator OKR yang ideal yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Referensi:

https://www.doerhrm.com/kpi-vs-key-results-vs-metrics-the-differences-and-benefits-of-each-approach/#

https://blog.inspiresoftware.com/creating-better-key-results-with-metrics-and-milestones

https://www.profit.co/answers/okrs/how-do-you-define-a-key-result-of-baseline-kpi-in-profit/

Tedja, F. (2021). Objective & Key Result. Jakarta: Samahita Wirotama.

TEORI CHANGE MANAGEMENT

Perusahaan perlu senantiasa bertransformasi untuk terus bertumbuh dan berkompetisi. Pada tahun 2018, Gartner menyatakan bahwa rata – rata perusahaan telah mengalami lima kali perubahan dalam tiga tahun terakhir. Dari 75% perusahaan yang berubah, hanya 34% perusahaan yang berhasil. Artinya, perubahan itu tidak mudah dan mayoritas perusahaan gagal dalam proses transformasi tersebut.

Kehadiran change management (manajemen perubahan) menjadi penting untuk mendorong keberhasilan dalam mengelola perubahan bisnis secara berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk membantu karyawan memahami dan berkomitmen pada perubahan organisasi secara efektif. Tanpa change management yang efektif, transisi perusahaan akan mahal dan sulit dilakukan. Di sisi lain, manajemen yang kurang efektif juga akan menurunkan semangat dan pengembangan kompetensi karyawan.

Berikut adalah beberapa teori change management yang bisa diterapkan dalam mengelola perubahan organisasi:

  1. Teori Kurt Lewin

Lewin (1951) mengembangkan konsep force field analysis untuk membantu menganalisis dan memahami kekuatan terhadap suatu inisiatif perubahan. Force field analysis adalah sebuah teknik untuk melihat gambaran utama yang melibatkan semua kekuatan yang mendorong perubahan (driving forces) dan kekuatan yang merintangi perubahan (resisting forces).


Driving forces dan resisting forces ini harus dipilah-pilah menurut tema yang sama, kemudian diberi skor sesuai dengan ‘magnitude’ masing – masing.  Mulai dari skor satu (lemah) hingga skor lima (kuat). Hasil skor kemungkinan tidak seimbang di masing – masing sisi. Berikut ini merupakan contoh dari force field analysis.

Lewin juga menjelaskan bahwa perubahan terdiri dari proses unfreezing (mengenal perlunya perubahan), changing (berusaha untuk menciptakan kondisi baru), dan refreezing (menggabungkan, menciptakan, dan memelihara perubahan).

  1. Teori John Kotter

Seorang profesor di Harvard Business School, Kotter, memperkenalkan proses perubahan dalam bukunya yang berjudul “Leading Change” pada tahun 1995.  Kotter membagi proses perubahan menjadi delapan tahapan, yaitu:

  1. Membangun rasa urgensi (sense of urgency).
  2. Menciptakan koalisi pemandu.
  3. Mengembangkan visi dan strategi.
  4. Mengomunikasikan visi perubahan.
  5. Memberdayakan karyawan untuk tindakan yang luas.
  6. Menghasilkan kemenangan jangka pendek.
  7. Mengkonsolidasi keuntungan dan menghasilkan lebih banyak perubahan.
  8. Menjangkau pendekatan baru dalam budaya.
  1. Teori Tyagi

Menurut Tyagi, model perubahan pada suatu perusahaan merupakan model perubahan sistem yang lebih menekankan pada agent of change (agen perubahan) atau yang disebut fasilitator dalam mengelola perubahan; sedangkan dalam tahap implementasi, model perubahan ini menekankan pentingnya transition management.

Transition management merupakan suatu proses yang sistematis yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi perubahan dari kondisi sekarang menuju perubahan yang diharapkan.

Komponen perubahan yang dikemukakan oleh Tyagi meliputi:

  • Adanya kekuasaan untuk melakukan perubahan.
  • Mengenal dan mendefinisikan masalah.
  • Proses penyelesaian masalah.
  • Mengimplimentasikan perubahan.
  • Mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasil.

Proses perubahannya dapat digambarkan dalam skema berikut ini.


Berikut ini merupakan kelebihan dan kekurangan model dan teori Change Management:

Model/TeoriKelebihanKekurangan

Kurt Lewin

 

·           Kerangka kerja yang sederhana dan mudah dipahami untuk mengelola perubahan.

·           Model ini sangat cocok ketika suatu bisnis perlu berubah secara drastis agar meraih profit.

·           Membantu pimpinan menentukan perubahan yang tepat karena dalam prosesnya diperlukan ketelitian dalam menganalisis setiap aspek yang diubah.

·           Berisiko menurunkan tingkat keterlibatan karyawan. Pimpinan harus berhati – hati dan terus berusaha menjaga antusiasme karyawan dalam tahap refreezing.

·           Metode Lewin terlalu sederhana dan tidak cocok untuk organisasi besar yang memiliki inovasi yang tinggi.

Kotter

·           Model ini menawarkan roadmap yang mudah dipahami bahkan oleh seorang manajer yang awam dalam change management.

·           Langkah – langkahnya rinci dan jelas.

·           Cocok untuk semua jenis dan kalangan perusahaan.

 

·           Pada pelaksanaannya, model ini terlalu fokus pada tahapan perubahan, bukan kepada penerimaan dan kesiapan komponen perusahaan untuk berubah.

·           Setiap langkah harus dilakukan berurutan. Jika satu tahapan dilewati, maka akan terjadi illusion of speed (kecepatan maya) yang menghasilkan perubahan tidak sempurna.

Tyagi

·           Perubahan direncanakan secara sistematis, dimulai dari tahap perencanan hingga tahap evaluasi dan implementasi.

·           Teori ini cocok untuk perubahan fundamental karena setiap agent of change diseleksi dari rekan kerja tiap departemen yang mempunyai nilai–nilai perusahaan (role model).

·           Memerlukan investasi waktu lebih untuk menyeleksi agen perubahan (agent of change) yang tepat.

Mengidentifikasi teori perubahan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan adalah langkah awal yang sangat penting. Perusahaan dan tim SDM perlu sepenuhnya bekerja sama secara efisien untuk merencanakan change management. Jika perusahaan gagal dalam tahap ini, perubahan akan sulit terwujud. Oleh karena setiap orang yang berkontribusi di dalamnya memiliki peran krusial dalam mengimplementasikan proses perubahan selanjutnya, perusahaan perlu memiliki tim terbaik secara internal maupun eksternal sebagai penggerak perubahan.

Referensi:
http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_866529405900.pdf
http://digilib.uinsgd.ac.id/4185/4/4_bab1.pdf
http://trainingadvokasi.smeru.or.id/ngo/files/104.pdf
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Course-20379-7_0561_Modul%2010.pdf
https://study.com/academy/lesson/lewins-3-stage-model-of-change-unfreezing-changing-refreezing.html
https://www.academia.edu/38649975/Identifikasi_model_perubahan
https://www.academia.edu/41764230/PERTEMUAN_KE_18_MANAJEMEN_PERUBAHAN
https://www.airiodion.com/john-kotter-change-model/
https://www.dictio.id/uploads/db3342/optimized/3X/0/7/0774ba4df20b26f5762ee76f7fb15ed05545a968_2_690x381.png
https://www.mindtools.com/pages/article/newPPM_82.htm
https://www.mindtools.com/pages/article/newPPM_94.htm
https://www.scribd.com/document/363442023/TEORI-TEORI-PERUBAHAN
Strategi Change Management Untuk Mempercepat Implementasi Penggunaan Aplikasi Perangkat Lunak Berbasis Open Source: Studi Kasus Kementerian Negara Riset Dan Teknologi. (n.d.). https://journal.binus.ac.id/index.php/JBSE/article/view/189/185.

ORGANISASI WAJIB AGILE

Di masa pandemi ini, organisasi yang gesit (Agile Organization/AO) akan mampu mengungguli para kompetitornya karena mereka mampu beradaptasi, bahkan merangkul lingkungan yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi ini, yaitu dengan berpusat pada pelanggan daripada keuntungan. Dengan menetapkan prioritas dan menerapkan sistem manajemen kinerja yang tepat, mereka mampu mempercepat pekerjaan dan beradaptasi dengan lanskap industri baru. Ditambah pula, perusahaan telah cukup terbiasa dengan ritme kerja mingguan dan harian melalui pengaturan kerja jarak jauh. Selain itu, alat pelacak kinerja dan kesehatan juga memberikan gambaran kepada pemimpin untuk mengambil keputusan lebih cepat. Kuncinya adalah memiliki kapabilitas dinamik dan fondasi yang kuat di dalam organisasi.

Nike China memutuskan untuk bertransformasi dalam skala besar sebelum pandemik COVID-19. Pertama-tama, mereka membentuk beberapa tim lintas regu dengan tujuan untuk memikirkan strategi rantai nilai dari pelanggan. Tim ini dibentuk agar antar divisi tidak bekerja secara sendiri-sendiri dan untuk meningkatkan efektivitas secara optimal. Ketika COVID-19 datang menghantam, manajemen tidak menunda perubahan ini, sebaliknya, mereka mempercepat implementasinya dalam kurun waktu tiga bulan. Hasilnya, penjualan kembali meningkat dan keterlibatan anggota dalam organisasi pun meningkat.

Di masa pandemik ini, perubahan di seluruh model operasi terlihat menakutkan. Sementara itu, tekanan terhadap bisnis untuk meningkatkan produktivitas, kecepatan, komitmen pelanggan, dan keterlibatan karyawan terus meningkat. Sebagian besar organisasi merasa lebih nyaman untuk melakukan perubahan di waktu yang tenang, tetapi banyak pula yang menyadari bahwa waktu tenang seperti itu tidak akan kembali. Beberapa pemimpin melihat tantangan ini sebagai kesempatan untuk mengubah status quo dan menetapkan kembali cara kerja baru yang lebih efektif.

Berikut Langkah-langkah yang dapat diterapkan perusahaan untuk beralih ke model perusahaan yang lebih gesit:

  1. Pastikan Top Management siap berubah.

    Sebelum menjadi organisasi yang gesit, pastikan Top Management memahami apa itu agile dan apa yang bukan. Penting bagi mereka untuk memahami dan mendukung konsep ini dalam memimpin perubahan. Pemahaman yang mendalam dapat dicapai dengan beberapa cara praktis, seperti dengan studi banding, memahami konsep tingkat perusahaan, dan konsultasi menyeluruh tentang kesiapan perusahaan menjadi agile.

  1. Bertekad dan mengejar nilai.

    Pada tahap ini organisasi melakukan upaya bersama untuk menangkap peluang. Top Management merumuskan nilai yang ingin dicapai, kemudian mendelegasikannya kepada tim (baik tim lintas fungsi maupun yang bukan) dan memonitornya. Beberapa organisasi langsung memulai serentak, sedangkan beberapa yang lain menjalankan transformasi secara bertahap. Organisasi yang lebih besar cenderung melatih para pemimpin mereka di unit bisnis yang berbeda untuk menjalankan transformasi lokal. Dalam semua kasus, pemimpin senior harus menjadi panutan dan organisasi dapat menggunakan OKR untuk menunjang transformasi tersebut.

  1. Mendorong perubahan pada lima elemen model operasi.

    Agile tidak hanya mengubah tim menjadi lebih gesit, tetapi membutuhkan perubahan pada seluruh model operasi untuk meningkatkan dan memperkuat satu sama lain. Sayangnya, banyak yang mencoba mengubah sedikit demi sedikit ketika merumuskan model operasi yang baru, misalnya, hanya berfokus pada cara kerja, atau struktur pelaporan, atau mengadopsi teknologi baru. Mereka yang memandang model operasi sebagai sebuah sistem dan menghubungkan semua bagiannya (strategi, struktur, proses, orang, dan teknologi) lebih sukses dalam melakukan transformasi organisasi. Perusahaan dapat membentuk beberapa tim SCRUM untuk masing-masing elemen model operasi.

  1. Pertahankan kecepatan tinggi dan gunakan front-runners.

    Transformasi yang sukses cenderung menyelesaikan fase utama dalam waktu kurang dari 18 bulan. Untuk organisasi yang lebih besar, transformasi mungkin memerlukan beberapa tahap yang masing-masing dilaksanakan dalam waktu kurang dari 18 bulan. Namun perlu diwaspadai, waktu proses yang terlalu lama akan mengurangi peluang sukses. Transformasi yang berhasil cenderung meluncurkan front-runners lebih awal.

Agile Organization tidak lagi merupakan pilihan, tetapi menjadi tujuan bagi organisasi yang ingin bertahan di tengah ketidakpastian. Sebelum menjadi agile, pastikan organisasi memiliki kapabilitas dinamik dan fondasi yang kuat. Mengenali kemampuan organisasi dan konsep agile yang tepat adalah langkah awal untuk menuju organisasi yang lebih sukses.

 

Sumber:
https://www.betterteam.com/what-is-an-agile-organization
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/agility-in-the-time-of-covid-19-changing-your-operating-model-in-an-age-of-turbulence
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-keys-to-organizational-agility
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-impact-of-agility-how-to-shape-your-organization-to-compete
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/doing-vs-being-practical-lessons-on-building-an-agile-culture

TIPS MENINGKATKAN RETENSI KARYAWAN

Tidak peduli ukuran atau tahapan bisnis, tingkat keluar masuk karyawan yang tinggi memiliki dampak yang tidak baik bagi perusahaan. Wall Street Journal mencatat bahwa perusahaan dapat mengeluarkan biaya hingga dua kali lipat gaji karyawan untuk mencari dan melatih pengganti karyawan yang keluar. Tidak hanya dampak finansial, tingkat turnover yang tinggi juga dapat menurunkan basis pengetahuan di perusahaan serta menurunkan kinerja dan moral.

Idealnya, perusahaan mencari karyawan baru untuk mengembangkan usaha bisnisnya. Berikut tips kami untuk mempertahankan karyawan di perusahaan Anda:

  1. Kembangkan rencana orientasi untuk karyawan baru

    Memulai pekerjaan adalah hal yang melelahkan. Banyak hal yang perlu dipelajari dan dikuasai. Perusahaan perlu menyiapkan proses orientasi untuk secara bertahap membekali karyawan baru dengan poin penting dalam menjalankan perannya. Karyawan baru memerlukan waktu satu hingga dua hari untuk belajar dan hingga 3 bulan untuk beradaptasi, bahkan lebih. Orientasi ini dapat dijalankan salah satunya melalui rangkaian email dalam periode tertentu untuk menjaga karyawan baru merasa terlibat dan termotivasi.

  1. Tawarkan kompensasi dan benefit yang kompetitif

    Jika perusahaan ingin mempertahankan karyawan yang kompeten dan berperforma bagus, perusahaan perlu menyusun paket kompensasi untuk karyawan tersebut. Kompensasi yang diberikan berdasarkan: kemampuan dan pengalaman karyawan, permintaan dan penawaran (kelangkaan tenaga kerja), lokasi geografis, dan senioritas pekerja. Gaji yang tinggi tidak selalu bisa menahan karyawan yang ingin keluar dari tempat kerja saat ini sehingga perlu dilengkapi dengan benefit yang sesuai dengan motivasi karyawan. Setelah mencari tahu apa yang menjadi motivasi karyawan bekerja, paket kompensasi dan benefit dapat disesuaikan.

  1. Berikan lingkungan kerja dan budaya yang nyaman

    Karyawan ingin bekerja di tempat yang aman dan nyaman. Itulah mengapa kantor perlu berada di lingkungan yang aman serta memiliki ventilasi yang baik, penerangan yang baik, dan suhu yang nyaman. Perusahaan juga perlu memiliki budaya yang sesuai dengan industri, melibatkan karyawan, dan memotivasi mereka. Di Samahita Wirotama, Bapak Ferry Wirawan Tedja menekankan untuk selalu mengerjakan hal dengan cara yang termudah. Itu berarti karyawan bebas memiliki metode apapun untuk menyelesaikan pekerjaan dengan waktu yang sesingkat mungkin.

  1. Berikan coaching dan mentoring untuk perjalanan karir

    Karyawan ingin mengetahui apakah mereka memiliki kesempatan untuk bertumbuh dan membangun karir. Menurut penelitian Linkedin tahun 2018, 93% karyawan akan bertahan dalam perusahaan jika merasa perusahaannya memberi kesempatan berkarier sehingga karyawan dapat berkembang. Ditambah lagi, dalam survei yang sama dinyatakan 68% karyawan lebih suka belajar di tempat kerja. Coaching dan mentoring karier tidak lagi hanya untuk jabatan C-Suite. Menciptakan jalur karier yang jelas bagi karyawan baru adalah cara yang bagus untuk menunjukkan perusahaan berinvestasi di masa depan karyawannya.

  1. Jaga hubungan baik antara karyawan dan atasan

    Menurut survei McKinsey, 85% faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal di tempat kerja adalah hubungan antara karyawan dengan manajemen/manajer. Karyawan merasa lebih dihargai dan memiliki kualitas hubungan interpersonal yang baik dari komunikasi yang lancar dengan manajemen. Perusahaan perlu mendorong manajer untuk bersikap lebih terbuka pada bawahannya dengan memberikan pemahaman, menjadi role model, memberikan pelatihan, serta melalui mekanisme formal seperti memberi pujian bahkan promosi.

Sudah waktunya perusahaan mengurangi beban biaya dengan lebih cermat. Mempertahankan talenta terbaik di perusahaan terbukti memberikan perbaikan finansial dan basis kinerja secara menyeluruh.

 

Sumber:
https://www.strategyhouse.com/blog/3-key-elements-of-an-employee-retention-strategy/
https://learning.linkedin.com/resources/workplace-learning-report-2018#trends
https://www.forbes.com/sites/steveolenski/2015/03/03/7-tips-to-better-employee-retention/?sh=1c408247452b
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-boss-factor-making-the-world-a-better-place-through-workplace-relationships

Tren Bekerja Jarak Jauh

Bekerja jarak jauh sebenarnya bukan praktik baru dalam dunia kerja. Sebelum masa revolusi industri, kebanyakan orang bekerja jarak jauh, yaitu dari rumah. Sekarang, bekerja jarak jauh mulai kembali menjadi tren secara global akibat pandemi COVID-19. Di Indonesia sendiri, bekerja jarak jauh merupakan imbas dari kebijakan pemerintah tahun 2020 untuk menangani pencegahan pandemi COVID-19, yaitu mulai dari karantina, lockdown, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Untungnya, dengan kemajuan teknologi hampir semua pekerjaan yang berorientasi pada tugas administrasi dan konseptual dapat lebih mudah dikerjakan jarak jauh.

Di tahun 2013, Bloom bersama rekannya melakukan studi tentang bekerja jarak jauh di perusahaan China. Mereka menemukan bahwa pekerja lebih produktif 13% ketika bekerja tidak di tempat kerja. Penelitian lain dari Oberlo (2019) mendapati manfaat terbesar ketika melakukan kerja jarak jauh adalah waktu yang fleksibel (40%). Tahun 2021, 77% karyawan yang bekerja jarak jauh mengaku jauh lebih produktif saat bekerja dari rumah, serta 37% di antaranya dapat tetap produktif dengan mengambil waktu istirahat secara reguler.

Meski produktivitas meningkat, bekerja jarak jauh juga memiliki kekurangan. Kekurangan yang sering ditemui saat melakukan pekerjaan jarak jauh adalah sebagai berikut:

  • Sulit membangun budaya organisasi

    Salah satu tantangan terbesar bekerja jarak jauh adalah menanamkan makna dan nilai-nilai organisasi. Bekerja jarak jauh dapat membuat karyawan merasa putus hubungan dengan atasan dan rekan kerjanya. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan secara jarak jauh dalam membangun budaya organisasi.

    • Gunakan rapat mingguan, pertemuan santai virtual, atau acara lain secara virtual untuk menjaga hubungan dalam organisasi.
    • Pelihara tubuh dan pikiran melalui meditasi / persekutuan doa online.
    • Perlakukan karyawan dengan baik melalui deskripsi pekerjaan dan ukuran KPI yang jelas.
    • Tetap berkomunikasi. Jangan biarkan ada satu hari kerja tanpa berkomunikasi.
    • Have fun! Jadwalkan aktivitas team building secara online.
  • Miskomunikasi
    Sebelum bekerja jarak jauh, miskomunikasi bahkan dapat terjadi saat dilakukan secara langsung. Untuk meningkatkan kualitas komunikasi, hindari penggunaan kata yang ambigu dan kalimat yang tidak tegas. Tanyakan juga secara mendetail untuk tugas-tugas yang diberikan, bahkan hingga instruksi teremeh sekali pun!
  • Adanya perasaan ingin bertemu

    Sebagai mahluk sosial, komunikasi jarak jauh saja terkadang terasa kurang cukup. Salah satu pantangan di masa pandemi ini adalah reuni. Untungnya, teknologi Video Conferencing (VC) sudah makin berkembang sehingga pertemuan daring dapat dilaksanakan. Siapkan koneksi yang stabil dan perangkat untuk VC untuk melegakan perasaan ingin bertemu, baik dengan rekan bisnis maupun antar karyawan.

Bekerja jarak jauh memiliki manfaat yang menguntungkan bagi perusahaan. Selain meningkatkan produktivitas, bekerja jarak jauh menurunkan tingkat kejenuhan karyawaan dan mengurangi tingkat turnover. Beberapa cara kami di Samahita Wirotama menerapkan kerja jarak jauh adalah sebagai berikut:

  • Meeting pagi melalui Video Conference (VC)

    Jika diperlukan, meeting pagi dilakukan agar masing-masing individu mengerti sasaran yang hendak dicapai pada hari itu. Meeting pagi juga diadakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi sehari sebelumnya. Intinya adalah tetap terkoneksi antara karyawan satu dengan yang lainnya dan merasa terlibat dengan kegiatan perusahaan.

  • Kontrol karyawan melalui aplikasi komunikasi

    Penting untuk mengetahui aktivitas karyawan dalam satu hari mana yang sejalan dengan strategi bisnis dan mana yang tidak. Pimpinan berhak mengubah rencana kerja hari itu jika dirasa kurang menjadi prioritas. Selain aplikasi komunikasi, banyak perangkat lunak lainnya yang menawarkan kolaborasi dan pengawasan aktivitas harian, seperti MYSC (MyScorecard).

  • Pelatihan dan konsultasi jarak jauh

    Keberadaan aplikasi VC, contohnya seperti Zoom sangat membantu kelancaran pelatihan internal dan konsultasi jarak jauh. Dengan fitur seperti papan tulis dan share screen, pertemuan daring menjadi seperti tatap muka. Karena tidak perlu hadir dalam satu ruangan, memulai sesi pelatihan dan konsultasi pun dapat berjalan tepat waktu akibat tidak adanya upaya transportasi.

Tren bekerja jarak jauh adalah sebuah keniscayaan di tengah-tengah perubahan yang disebabkan oleh pandemi, namun untungnya mendapatkan dukungan perkembangan teknologi informasi. Perusahaan wajib segera beradaptasi, dari cara kerja yang konvensional, yaitu bekerja dalam satu kantor, menuju pada bekerja jarak jauh yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Perusahaan perlu mengembangkan daya adopsi teknologi informasi dan komunikasi sehingga tidak kehilangan momentum walaupun pertemuan secara tatap muka tidak bisa dilakukan setiap hari. Perusahaan juga perlu mengembangkan kompetensi baru dalam hal komunikasi, sosialisasi, dan integrasi, khususnya mempertahankan atau bahkan membangun budaya dan kinerja organisasi.

 

Sumber:
Bloom, N. & Liang, J. & Roberts, J. & Ying, Z. (2013). Does Working from Home Work? Evidence from a Chinese Experiment. The Quarterly Journal of Economics. 130. 10.1093/qje/qju032.
https://www.bbc.com/worklife/article/20200710-the-remote-work-experiment-that-made-staff-more-productive
https://review42.com/resources/remote-work-statistics/
https://www.oberlo.com/blog/remote-work-statistics
https://www.mckinsey.com/business-functions/marketing-and-sales/our-insights/the-b2b-digital-inflection-point-how-sales-have-changed-during-covid-19
https://www.mckinsey.com/featured-insights/future-of-work/whats-next-for-remote-work-an-analysis-of-2000-tasks-800-jobs-and-nine-countries
https://vulcanpost.com/722891/remote-work-during-the-pandemic-considered-to-be-the-biggest-productivity-increase-of-the-century/
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/what-employees-are-saying-about-the-future-of-remote-work?cid=other-eml-alt-mip-mck&hdpid=c094b8a1-2f8c-4883-adaa-6ea6a7aaf1b8&hctky=11435652&hlkid=e4f2e265f24644f2be59961eb8021f71
https://www.forbes.com/sites/forbestechcouncil/2020/10/16/maintaining-corporate-culture-in-a-pandemic/?sh=310d3e8941ed
https://weworkremotely.com/history-of-remote-work
https://www.inc.com/young-entrepreneur-council/5-tips-to-build-a-supportive-workplace-culture-in-pandemic.html

KOLABORASI KERANGKA SCRUM-OKR UNTUK AGILE ORGANIZATION (AO)

Seiring laju bisnis dan kondisi pasar yang meningkat, semakin banyak organisasi berlomba-lomba untuk menjadi organisasi yang tangkas atau lebih sering disebut dengan Agile Organization (AO). Fokus organisasi agile adalah mengutamakan kepuasan pelanggan dan selalu terbuka pada perubahan. Untuk menanggapi masalah akibat perubahan, SCRUM menjadi metode yang dapat digunakan organisasi untuk beradaptasi dengan cepat.

SCRUM sendiri didasarkan pada makalah tahun 1986 karya Hirotaka Takeuchi dan Ikujiro Nonaka untuk Harvard Business Review dengan judul “The New New Product Development Game.”  Penulis menggambarkan manfaat tim yang mampu mengatur diri sendiri dalam pengembangan dan penyampaian produk yang inovatif dengan menggunakan metafora olahraga rugby. Selanjutnya, Jeff Sutherland, Ken Schwaber, dan Mike Beedle mengambil idenya dan menerapkannya pada bidang pengembangan perangkat lunak. Metode baru ini disebut dengan SCRUM yang diambil dari istilah rugby. SCRUM pertama kali diterapkan di Easel Corporation pada tahun 1993. Pengalaman ini ditulis dalam buku mereka, “Agile Software Development with SCRUM” pada tahun 2002. Selanjutnya Schwaber menulis buku “Agile Project Management with SCRUM” pada tahun 2004 tentang pengalaman kerja samanya dengan Primavera.

SCRUM merupakan metode manajemen proyek yang umum digunakan dalam pengembangan perangkat lunak dan produk kompleks lainnya. Kerangka kerja SCRUM tergolong ringan dan lincah sehingga cocok digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dengan cepat. Titik fokus utama SCRUM adalah penekanan pada kerangka proses dan bukan pada metode. Inilah yang membuat SCRUM relevan, unik, dan sangat efektif dalam skenario global saat ini.

Dalam organisasi, SCRUM dilaksanakan beberapa individu dalam tim yang memiliki perannya masing-masing. Sebuah tim SCRUM terdiri dari 3 peran utama, yaitu:

  1. Scrum Master adalah individu yang berperan untuk memfasilitasi dan memastikan setiap peran dapat menjalankan SCRUM dengan baik.
  2. Product owner adalah individu yang berperan sebagai penentu kualitas dan spesifikasi produk yang diinginkan. Ia mengomunikasikan visi dari suatu produk yang dikembangkan.
  3. Tim pengembang adalah kumpulan individu yang bertanggung jawab mengembangkan produk yang diinginkan product owner.

Tim SCRUM tidak memiliki struktur hirarkis. Karakteristik tim SCRUM yang menonjol adalah dapat mengatur diri sendiri, memiliki tanggung jawab pribadi untuk terlibat, mengutamakan kolaborasi, memiliki tujuan dan sasaran yang sama, jumlah keanggotaan yang optimal (sesuai kebutuhan), memiliki kemampuan beragam, dan terkumpul dalam satu lokasi yang sama.

Meskipun OKR dan SCRUM berbeda secara fungsi, kita dapat menggunakan keduanya secara bersamaan. OKR dan SCRUM berbagi prinsip yang sama untuk memenuhi sasaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

  1. Transparansi

    Transparansi adalah satu dari tiga pilar utama kerangka SCRUM. Demikian juga, OKR dimaksudkan untuk dibagikan dengan setiap anggota tim sehingga setiap orang memiliki satu halaman yang sama dan dapat menemukan peran dan tanggung jawab mereka dalam visi tersebut.

  1. Tenggat waktu

    Baik OKR maupun SCRUM sama-sama memilki tenggat waktu dalam pelaksanaannya. Ketepatan waktu dalam kedua kerangka kerja ini membangkitkan misi dan budaya akuntabilitas bersama di antara tim.

  1. Kriteria keberhasilan

    Hubungan lain antara OKR dan SCRUM adalah pentingnya memiliki kriteria keberhasilan mencapai sasaran. Keduanya memiliki standar ukuran yang jelas. Dalam OKR, keberhasilan ditentukan oleh persentase pencapaian target Key Results yang dikerjakan; sedangkan dalam SCRUM, proyek biasanya juga diukur menggunakan angka. Fase “selesai” merupakan batas akhir untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengembangan produk.

Jika mampu menguasai kedua kerangka kerja ini, organisasi dapat menemukan kemudahan dalam mengembangkan bisnisnya. OKR dapat berperan sebagai kompas untuk mengarahkan tim mencapai sasaran dan tujuan organisasi. OKR juga dapat memberikan otonomi kepada tim yang sering kali tidak didapatkan melalui SCRUM. SCRUM membatasi otonomi karena berfokus pada kemampuan tim untuk mengembangkan produk berdasarkan spesifikasi khusus. Kita dapat menggeser pemikiran “memenuhi spesifikasi produk” dengan “mencapai Key Results”. Dengan fleksibilitas ini, SCRUM dapat membantu tim menyelesaikan proyek atau inisiatif yang kompleks. Penting bahwa proyek yang sedang dikerjakan oleh tim SCRUM memenuhi tujuan yang dinyatakan dalam OKR.

 

Sumber
https://www.agilealliance.org/agile101/12-principles-behind-the-agile-manifesto/
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-five-trademarks-of-agile-organizations
https://www.pmi.org/learning/library/agile-project-management-scrum-6269
https://www.scrumversity.org/scrum-characteristics
https://www.todaysoftmag.com/article/2603/how-okrs-and-scrum-work-together
https://www.whatmatters.com/resources/okr-vs-scrum-difference-between/

EMPAT KARAKTERISTIK BUDAYA PERUSAHAAN KINERJA TINGGI

Setiap organisasi memiliki budayanya masing-masing. Budaya dapat ditafsirkan secara tertulis, dilambangkan dalam logo bisnis, atau pemahaman tentang lingkungan perusahaan. Menurut Cornell University, budaya perusahaan yang mampu meningkatkan performa kerja dalam perusahaan disebut dengan high performance culture (budaya kinerja tinggi). Budaya kinerja tinggi ini mampu mengantar perusahaan mencapai hasil finansial dan non-finansial yang lebih unggul dalam jangka waktu yang lama. Terlepas dari industri, ukuran perusahaan, atau lokasi, budaya kinerja tinggi dapat diidentifikasi dengan karakteristik sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan yang kuat di tiap level

    Menurut survei TinyPulse, 61%, kepercayaan antara karyawan dan manajemen adalah faktor penting dalam kepuasan bekerja. Kepemimpinan adalah fondasi dalam membangun kinerja tim. Dalam budaya kinerja tinggi, para pemimpin menetapkan standar kinerja melalui contoh perilaku dan tindakan. Mereka juga menunjukkan antusiasme untuk mencapai tujuan yang tinggi dan mengatasi rintangan yang menghalangi eksekusi strategi. Pemimpin memotivasi dan menginspirasi karyawan untuk memberikan yang terbaik pada inisiatif strategis yang sedang dikerjakan.

  1. Karyawan yang terlibat dan memiliki tanggung jawab

    Budaya kinerja tinggi terdiri dari individu yang memiliki kemampuan dan wewenang untuk membuat keputusan kunci, yang mengarah pada peningkatan keterlibatan karyawan. Dalam survei SHRM tahun 2016, 70% karyawan yang merasa diberdayakan untuk mengambil keputusan saat masalah atau peluang muncul adalah elemen penting dalam meningkatkan keterlibatan. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak hanya memberdayakan karyawan, tetapi juga memastikan karyawan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang baik saat membuat keputusan.

  1. Fokus pada pembelajaran berkelanjutan dan pengembangan karyawan

    Gallup melaporkan bahwa organisasi yang telah melakukan investasi strategis dalam pengembangan karyawan mengalami peningkatan profitabilitas sebanyak 11% dan dua kali lebih mampu mempertahankan karyawan mereka. Pembelajaran dan pengembangan di tempat kerja akan memenuhi kebutuhan karyawan dalam mengembangkan karier dan mendapatkan kesejahteraan sosial. Pengembangan karyawan dalam budaya kinerja tinggi juga memiliki fokus untuk membangun kemampuan dan menciptakan kapabilitas kepemimpinan yang akan mendorong organisasi untuk terus berkembang dalam waktu yang lama.

  1. Sikap terbuka pada perubahan

    Seperti semua organisasi, perusahaan dengan budaya kinerja tinggi juga menghadapi perubahan. Yang membedakannya dengan organisasi biasa adalah perspektif mereka dalam melihat perubahan. Individu dalam lingkungan budaya kinerja tinggi melihat perubahan sebagai sebuah peluang. Organisasi dengan budaya kinerja tinggi tidak takut untuk menyusun ulang strategi yang sudah ada atau mengevaluasi proses internal lainnya untuk mencapai hasil. Mereka merencanakan dan merangkul perubahan, lalu memanfaatkannya untuk memacu inovasi.

Salah satu perusahaan dengan budaya kinerja tinggi adalah CB Insights. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang big data yang menggunakan mesin pembelajar untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data pasar dalam jumlah besar untuk membantu perusahaan lain melihat tren industri dan memanfaatkan perubahan. “CB Insights berfokus pada pertumbuhan dan pembelajaran karyawan. Mereka memberikan program pelatihan pada manajer dan memberikan potongan untuk studi lanjut sehingga membantuku belajar lebih tentang JavaScript di tahun pertama aku bekerja di sini,” jelas Alyssa Anchelowitz, Manajer Pemasaran Senior di CB Insight.

Untuk perusahaan yang berfokus pada teknologi mesin pembelajar, penting untuk memiliki karyawan yang selalu memiliki pengetahuan terbaru tentang teknologi. Uniknya, sekali dalam triwulan, perusahaan ini memberikan karyawan untuk saling berkolaborasi dalam mengerjakan inisiatif apa pun yang mereka inginkan selama 24 jam. Alyssa mengaku terkejut tentang betapa kolaboratifnya semua orang dan betapa mudahnya bekerja sama dengan tim lain. Di lain pihak, belajar akan hal baru merupakan kemudahan yang bisa didapat dalam perusahaan ini karena selalu ada orang yang mau mengajar, baik atasan maupun dari divisi lain.

Perusahaan CB Insights dinilai mampu memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkembang dan terus belajar. Nilai budaya untuk selalu belajar terintegrasi sehingga menciptakan lingkungan kerja yang positif dan kolaboratif. Perusahaan dengan budaya kinerja tinggi akan melibatkan karyawan untuk senantiasa belajar, terbuka dengan perubahan-perubahan, dengan dorongan dan arahan pemimpin yang kuat dalam hal konsep dan visi tentang organisasi, bisnis, dan industri.

Sumber:

https://builtin.com/company-culture/company-culture-examples

https://www.builtinnyc.com/2018/05/30/CB-Insights-Culture-Spotlight

https://en.wikipedia.org/wiki/Squarespace

https://www.entrepreneur.com/article/238640

https://www.huntercampbell.co.nz/benefits-high-performance-culture/#

https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/whitepapers/what-is-a-high-performance-culture-and-how-do-i

https://www.eaglesflight.com/blog/the-characteristics-of-a-high-performance-culture/

https://www.optimalmeasures.com/2019/07/15/what-is-a-high-performance-culture-and-what-impact-does-it-have-on-a-business/

https://www.managementmattersnetwork.com/strategic-leadership/articles/engaging-your-team-for-higher-performance

https://www.shrm.org/ResourcesAndTools/hr-topics/employee-relations/Pages/2016-Job-Satisfaction-and-Engagement-Survey.aspx

https://www.tinypulse.com/blog/13-surprising-statistics-about-employee-retention

PERAN OKR DALAM MENINGKATKAN KUALITAS KOMUNIKASI

“Satu hal yang saya pelajari dari Google adalah OKR. Mereka menggunakan OKR seperti kendaraan untuk mengkomunikasikan konteks, berbeda dengan evaluasi kinerja,” ujar Dick Costolo, mantan CEO Twitter (2010-2015). “Kami mengadopsinya untuk Twitter. Menurut saya, OKR sangat efektif dalam menyampaikan konteks pada tim lain tentang apa yang ingin kau capai dan apa yang ingin kau selesaikan,” lanjutnya.

Komunikasi terjadi dalam setiap konteks dan lapisan perusahaan. Pada skala yang besar, komunikasi diperlukan untuk menyampaikan visi dan misi perusahaan kepada tim. Dalam cakupan yang lebih kecil, komunikasi juga diperlukan untuk menciptakan kolaborasi dan koordinasi dalam menjalankan kegiatan perusahaan sehari-hari. Di sisi lain, apa jadinya jika komunikasi tidak berjalan dengan baik? Tidak menutup kemungkinan akan ada kesalahpahaman dan tidak tercapainya tujuan dan maksud perusahaan. Di sini OKR hadir sebagai jembatan antar divisi dalam perusahaan memahami konteks satu dengan yang lain. OKR yang diimplementasikan dan dikembangkan dengan tepat dapat meningkatkan kualitas komunikasi.

Berikut peran OKR dalam meningkatkan kualitas komunikasi.

  1. OKR meningkatkan kesepahaman dalam mencapai obyektif

    Sumber : https://www.15five.com/getting-started-okr/

    Di fase awal, perusahaan menetapkan OKR untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Selanjutnya, OKR diturunkan ke setiap divisi dan masing-masing individu yang terlibat dalam pelaksanaan OKR. Sifatnya yang mengerucut seperti segitiga terbalik ini membuat perusahaan harus mengkomunikasikan maksud dan tujuannya kepada masing-masing pelaku OKR.  Ekspresi pemahaman atas komunikasi ini akan diwujudkan dalam bentuk keselarasan sasaran dan ukuran keberhasilan, serta inisiatif yang relevan dan efektif.

  2. Weekly-Check OKR membantu menguji kinerja dan sebagai sarana umpan balik

    Check in mingguan dilakukan untuk melacak rangkaian hasil pelaksanaan OKR secara berkala. Dengan demikian, progres pencapaian dan proyek atau rencana tindakan yang sedang berjalan dapat dievaluasi. Selanjutnya, tugas manajer melalui check in adalah menentukan proyek atau rencana tindakan mana yang masih perlu dieksekusi atau dimodifikasi. Melalui pertemuan ini, perusahaan dapat memahami kemampuan dan masalah yang dihadapi tim dan segera memberikan tanggapan atau solusi.

  1. OKR meningkatkan transparansi dalam perusahaan

    OKR bersifat transparan karena dibentuk secara kolaboratif. Seluruh anggota tim bergabung bersama-sama untuk mendiskusikan dan menentukan tujuan bisnis. Dengan partisipasi aktif menyusun OKR, setiap orang dapat lebih memahami konteks pekerjaan dan tujuan masing-masing divisi. Transparansi meningkatkan komunikasi tentang tujuan, tantangan, dan bagaimana progres masing-masing individu. Sering kali angka pencapaian tidak terlihat bagus, tetapi itulah inti membangun menjalankan OKR.

  1. OKR meningkatkan kualitas hubungan manajer-karyawan

    Untuk mencapai tujuannya, OKR memiliki Key Result (KR) yang dapat diukur dan rangkaian inisiatif yang harus dilakukan. Jika dalam pelaksanaannya seorang karyawan tidak dapat mencapai KR-nya, maka manajer dapat berperan sebagai mentor untuk memberikan masukan pada karyawan yang bersangkutan. Maka dari itu, pemahaman manajer terhadap KR dan inisiatif karyawannya juga perlu diperhatikan agar memberikan umpan balik atas hasil yang tercapai, maupun saran untuk hasil-hasil yang belum tercapai.

  1. OKR meningkatkan keterlibatan sosial

    Dalam menjalankan OKR,  hubungan sosial yang lebih bermakna terbentuk karena adanya keterlibatan sosial. Keterlibatan ini juga dibentuk dari rangkaian komunikasi yang aktif dalam merancang dan menjalankan OKR. Menurut Martin dan Nicholas (dalam Aisyah, 2015) rasa memiliki dan ketertarikan dalam perusahaan merupakan penentu dalam menciptakan komitmen karyawan. Komitmen memberikan rasa tanggung jawab dan keterampilan untuk mencapai dampak positif yang diharapkan.

Meningkatkan kualitas komunikasi berarti menjadi komunikator dan komunikan yang baik. Dalam pelaksanaannya, manajer maupun direktur harus dapat menyampaikan tujuan bersama sehingga terjadi kesamaaan pandangan tentang apa yang ingin diraih dan bagaimana mencapainya. Di lain pihak, OKR juga dapat menjadi sarana umpan balik dari pelaksana OKR untuk perusahaan. Karena adanya transparansi dan kolaborasi dalam menjalankan OKR, kualitas komunikasi pun meningkat. Seperti kata John Powell, “Communication works for those who work at it,”  maka dengan menerapkan OKR, komunikasi yang lebih efektif dapat di jalankan.

 

Sumber:
https://www.up-ai.com/blogs/Crushing-your-competition-using-OKRs
https://medium.com/startae-journal/okr-as-a-tool-for-empowerment-91a4145ab3e3
https://pando.com/2013/12/06/what-twitter-ceo-dick-costolo-learned-at-google/
https://www.employeeconnect.com/blog/the-connected-employee/
https://soapboxhq.com/blog/communication/communicate-organization-vision
https://samedelstein.medium.com/using-okrs-in-local-government-4bb49723818f
https://www.weatwork.co/post/okr-5-improve-communication
Aisyah,D. (2015). Keterkaitan Keterbukaan Komunikasi, Penghargaan Dari Pimpinan, dan Partisipasi Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai. Jurnal Studi Manajemen dan Organisasi, 12, 31-52.

6 KESALAHAN UMUM PERUSAHAAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN OKR

Objective and Key Results (OKR) merupakan metode Performance Management System (PMS) yang mulai banyak diadopsi perusahaan karena manfaatnya. Pada tahun 2014, survey Benchify menunjukkan 40% perusahaan teknologi startup di London mengganti metode PMS mereka menjadi OKR. Lebih dari 100 perusahaan sukses di dunia juga menggunakan OKR. Salah satu perusahaan yang sukses menerapkan OKR adalah Google. Praktisnya OKR membuat perusahaan tertarik untuk menggunakannya. Walaupun OKR sangat bermanfaat, implementasi OKR masih tidak dapat dijalankan secara maksimal karena beberapa kesalahan umum yang dilakukan perusahaan. Berikut 6 kesalahan umum perusahaan yang baru ingin mengimplementasikan OKR:

  1. Terlalu lama memulai OKR

    Banyak perusahaan berlambat-lambat dalam memulai implementasi OKR. Rapat-rapat yang tidak terstruktur akibat banyaknya pertimbangan, akan memberikan efek negatif terhadap energi dan antusiasme karyawan terhadap projek OKR yang dikerjakan. Terlalu lama menentukan kapan dan bagaimana OKR diumumkan kepada seluruh bagian perusahaan juga dapat berdampak pada mundurnya kinerja pegawai. Segera rumuskan dan jalankan OKR. Tidak ada OKR yang sempurna pada awal terbentuknya. Dengan mengadakan evaluasi di akhir kuartal, OKR yang sudah dijalankan dapat lebih disempurnakan.

  2. Kurang disiplin dalam menjalankan OKR

    Konsistensi dan komitmen adalah kedisiplinan yang penting dalam menjalani OKR. Solusi untuk menjaga kedisiplinan ini yaitu melalui Weekly Check-in. Weekly Check-in dilakukan untuk mengomunikasikan keberhasilan dan hambatan OKR yang sedang berjalan sehingga keputusan untuk melanjutkan OKR atau pun menggantinya dapat segera dilaksanakan. Menanamkan rasa semangat dan peduli juga perlu dilakukan untuk mencapai tujuan bersama.

  3. Kesalahan dalam menentukan jumlah key results

    Menentukan jumlah Key Results (KR) menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Terlalu banyak KR dapat mengakibatkan tingkat stres yang tinggi. Sebaliknya, kurangnya KR dapat menghilangkan motivasi bekerja. OKR harus muat dituliskan dalam satu atau dua halaman. Penulisan obyektif harus ringkas dalam satu kalimat. Sama seperti obyektif, penulisan KR juga harus ringkas dan masing-masing dalam satu baris.

  4. Memasukkan Tugas Harian dalam OKR

    Key Results merupakan rangkaian hasil atau “milestone”. Saat merumuskan KR, kita ingin tahu seberapa jauh langkah kita menuju obyektif. Di lain pihak, tugas harian berbeda dengan KR. Tugas harian adalah aktivitas yang harus dikerjakan. Untuk dapat menggapai KR, kita perlu memecah KR dalam tugas-tugas yang lebih spesifik. Selain itu, KR yang baik harus spesifik, terikat waktu, dan terukur. Dengan demikian, masing-masing bagian mengerti akan kewajiban dan pencapaian yang diharapkan.

  5. Memasukkan OKR dalam Sistem Kompensasi

    Penelitian yang dilakukan Willis Towers Watson mengenai sistem kompensasi dalam perusahaan menunjukkan hasil sebagai berikut:

    • Hanya 20% perusahaan di Amerika Utara berkata kompensasi efektif meningkatkan kinerja;
    • Hanya setengah yang mengatakan insentif jangka pendek efektif untuk mendorong tingkat kinerja individu yang lebih tinggi;
    • Hanya 47% yang mengatakan bahwa insentif ini efektif dalam membedakan gaji berdasarkan kinerja individu.

    Hasil di atas menunjukkan bahwa sistem kompensasi kurang efektif dalam meningkatkan kinerja individu.

    Di sisi lain, OKR biasanya bersifat aspiratif atau dengan kata lain bagaimana kita inginkan dunia melihat kita. Keinginan ini dapat juga dapat disebut “moonshot” – proyek atau usaha yang sangat menantang dan inovatif. Berbeda dengan KPI, OKR bukanlah alat untuk mengevaluasi karyawan sehingga tidak cocok digunakan sebagai sistem kompensasi. OKR memiliki kekuatan untuk melihat progres pencapaian yang telah ditetapkan. Maka dari itu, pencapaian di angka 70% saja sudah cukup untuk melihat peningkatan kinerja manajemen.

  1. Meng-copy OKR untuk perusahaan

    Memang Google merupakan salah satu perusahaan yang berhasil menerapkan OKR, tetapi secara membabi buta meng-copy OKR bukanlah hal yang bijak. OKR seharusnya didesain khusus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap perusahaan memiliki tantangan, sumber daya, serta budaya yang berbeda. Dengan memahami perusahaan sendiri OKR dapat menjadi alat yang tepat.

OKR merupakan metode PMS yang mulai populer dan mudah didapatkan melalui mesin pencarian online. Melihat keberhasilan perusahaan yang menggunakan OKR, tentu menjadi salah satu motivasi untuk beralih ke metode ini. Di sisi lain, kesalahan-kesalahan perusahaan dalam implementasi OKR dapat menghambat atas hal yang ingin dicapai. Segera memulainya dan disiplin menjalani OKR yang tepat pasti memperlihatkan pertumbuhan progres dalam manajemen. Seperti kata Larry Bossidi, “Eksekusi adalah kemampuan untuk menghubungkan strategi dengan kenyataan, menyelaraskan orang dengan tujuan, dan mencapai hasil yang dijanjikan,” eksekusi yang tepat dapat mencapai hasil yang diinginkan.

 

Sumber:
https://blog.betterworks.com/strategy-execution-okrs/
https://blog.weekdone.com/top-five-common-okr-mistakes/
https://www.dictionary.com/browse/moonshot
https://felipecastro.com/en/okr/common-okr-mistakes/
https://felipecastro.com/en/okr/why-you-should-separate-okr-and-compensation/
https://www.workfront.com/strategic-planning/goals/okr/okr-vs-tasks#
https://fortune.com/2018/05/18/bill-gates-says-every-manager-should-read-this-book/
https://goalify.plus/blog/2017/10/17/100-successful-companies-using-okr/
https://www.perdoo.com/resources/how-many-key-results/
http://transformindo.com/mengapa-google-menggunakan-okr-dan-mengapa-anda-seharusnya-juga/
https://www.whatmatters.com/faqs/common-okr-mistakes/
https://www.whatmatters.com/faqs/how-many-okrs-to-have/
https://www.whatmatters.com/faqs/committed-aspirational-okrs-examples-difference/